Subyektifitas ini berkaitan erat dengan potensi ketidakajegan sikap dan preferensi pemilih. Berbagai faktor atau variabel bisa memengaruhi keajegan pilihan sikap pemilih.Â
Mulai dari psikologi pemilih sendiri, informasi yang diterima, bahkan juga hoax yang tiba-tiba mereka terima dan percayai. Semua ini bisa mengubah sikap dan preferensi  pemilih pada disurvei dengan saat mereka memberikan suara.Â
Selain itu faktor waktu. Semakin jauh jarak waktu terakhir survei dilakukan dengan hari pemungutan suara dimana quick count dilakukan, maka semakin rentan terhadap perubahan sikap dan preferensi pemilih.Â
Karena pada rentang waktu jeda antara survei terakhir dengan hari pemungutan suara berbagai peristiwa bisa terjadi dan memengaruhi sikap dan preferensi pemilih.
Quick Count dan Real Count
Selain survei dan quick count, dalam perhelatan Pemilu juga dikenal Real Count seperti disinggung di atas. Berbeda dengan quick count yang merupakan hasil hitung cepat oleh lembaga-lembaga survei. Real count merupakan hasil penghitungan suara resmi yang dilakukan oleh KPU.
Real count dihasilkan melalui penghitungan dan rekapitulasi suara manual secara berjenjang mulai dari tingkat KPPS di setiap TPS, kemudian naik ke PPK di setiap Kecamatan, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan terakhir rekapitulasi di tingkat nasional oleh KPU RI. Karena itu hasil real count membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa diketahui oleh masyarakat.
Pemahaman masyarakat terkait survei, quick count dan real count sebagaimana diuraikan di atas penting untuk meminimalisir potensi kegaduhan tambahan terkait hasil Pemilu nanti.Â
Poin pentingnya, masyarakat harus memahami bahwa hasil resmi Pemilu didasarkan pada real count yang dilakukan secara manual dan terbuka oleh KPU. Bukan pada hasil survei atau quick count lembaga manapun.
Tetapi saat yang sama juga dibutuhkan kearifan dari para penyelenggara survei dan quick count untuk tidak berebut saling klaim bahwa hasil lembaganya paling akurat dan kredibel. Karena hal ini bisa memengaruhi psikologi-politik pemilih dalam membaca dan menyikapi hasil Pemilu. Bisa menimbulkan kesalahfahaman, memicu saling klaim kemenangan, dan akhirnya menyulut pertengkaran antar kubu pendukung Paslon atau Parpol.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!