Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Survei, Quick Count, Real Count, dan Kearifan Para Pihak

13 Februari 2024   11:55 Diperbarui: 18 Februari 2024   06:30 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Suasana penghitungan suara. (Foto: KOMPAS/YUNIADHI AGUNG)

Oleh sebab pengambilan jenis sumber data yang berbeda itu, maka survei menghasilkan data potensi keterpilihan (elektabilitas) Paslon. Sedangkan quick count menghasilkan data (cepat) hasil Pemilu, meskipun sekali lagi tetap bersifat prediktif karena bukan hasil penghitungan resmi.

Baca juga yuuk: Titik Rawan Kecurangan Pemilu: Pahami, Awasi, dan Koreksi

Hasil Survei dan Quick Count Berbeda

Secara teoritik para ahli pada umumnya berpendapat bahwa data hasil survei dengan quick count mestinya tidak jauh berbeda. Dengan catatan, bahwa survei dilakukan secara berkala, dan survei terakhir dilakukan dalam jarak waktu yang relatif dekat dengan pemungutan dan penghitungan suara. 

Sampai batas tertentu, pendapat ini banyak yang terkonfirmasi dalam sejarah Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Bahkan juga mendekati atau hampir sama persis dengan hasil real count yang dilakukan oleh KPU.

Tetapi dalam praktiknya, di beberapa Pilkada hasil survei kerap berbeda jauh dengan hasil quick count, dan akhirnya juga jomplang angkanya dibandingkan dengan hasil real count oleh KPU. Contoh kasus pada Pilkada 2018 Jabar dan Jateng.

Dalam Pilgub Jabar 2018 sejumlah lembaga survei memprediksi Paslon Sudrajat-Ahmad Syaikhu akan mampu menembus angka diatas 10% dan akan berakhir di posisi terakhir dari 3 Paslon kala itu. 

Faktanya kemudian hasil quick count suara Sudrajat-Syaikhu tembus ke angka 29 persenan. Perolehan ini terpaut tidak jauh dari suara Ridwan Kamil-Uu yang menempati urutan pertama dengan perolehan suara 32 persenan.

Kasus sejenis terjadi di Pilgub Jateng 2018. Beberapa lembaga survei memprediksi Paslon Sudirman Said-Ida Fauziyah hanya akan memperoleh angka di kisaran 21 persen. 

Sementara Ganjar-Yasin waktu itu diprediksi meraih angka di kisaran 67 persenan. Faktanya kemudian hasil hitung cepat menunjukan angka Ganjar-Yasin turun ke angka 56 persenan, dan Sudirman-Ida tembus ke angka 43 persenan.

Mengapa hasil survei berbeda dengan quick count? Salah satu faktor penyebabnya adalah soal subyektifitas responden (pemilih) ketika disurvei. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun