Dalam satu hal, kawan dan lawan Anies Baswedan, serta para pengagum dan pembencinya sepakat, bahwa Capres Nomor Urut Satu ini memang piawai mengolah dan menata kata. Terlepas dari tendensi para hatersnya, bahwa dalam kosa-frasa mereka ungkapan itu merupakan "cemooh atau ledekan". Saya yakin, di debat terakhir besok kepiawaian ini juga bakal kembali nampak, sekaligus jargon keren yang bakal menjadi clossing statement-nya.
Tapi sebentar. Kepiawaian Anies menata kata sesungguhnya jelas bukan sekedar "menata kata biasa". Sila dicermati dengan hati yang jernih dan pikiran yang tak kumuh. Kata, frasa dan narasi Anies melukiskan fakta-fakta fenomenologis yang nyata dan tak mudah dibantah. Anugerah kepiawaiannya menata kata, frasa dan narasi membuat setiap isu besar dan kompleks sekalipun menjadi mudah dicerna dan difahami.
Itulah yang nampak, dan hakul yakin bahkan di mata rabun para pembencinya, di sepanjang fase kampanye Pemilu 2024. Melalui kata, frasa dan narasi yang tertata rapih, Anies memetakan secara utuh dan komprehensif eksisting ragam problematika yang sedang dihadapi bangsa ini dan harus diperbarui. Bahkan dalam merespon dan memberi jawaban atas setiap isu yang ditanyakan peserta secara random dan tanpa rekayasa dalam  rangkaian acara "Desak Anies" di berbagai daerah.
Melalui kata, frasa dan narasi yang tersusun apik, Anies menawarkan gagasan-gagasan solutif sekaligus mencerahkan dan membangkitkan harapan tentang masa depan Indonesia yang gemilang. Tentu dengan satu catatan kunci : bangsa ini mau bersama-sama melakukan perubahan.
Anies memang piawai menata kata. Dan ini sesungguhnya merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang pemimpin. Karena pemimpin harus menjelaskan, pemimpin harus mengarahkan, pemimpin harus meyakinkan, pemimpin harus mampu membangun dan menghidupkan harapan. Dan kesemua fungsi ini dilakukan melalui komunikasi. Maka kecakapan berbicara adalah wajib dimiliki oleh pemimpin manapun.Â
Tabligh dan Fathonah
Dalam konsep kepemimpinan profetik seperti pernah saya tulis di Kompasiana edisi 27 Januari 2024 lalu, dikenal istilah Tabligh, menyampaikan. Maksudnya adalah kemampuan menyampaikan risalah wahyu kepada umat manusia. Tabligh ini adalah salah satu aspek kualitas yang dimiliki para Nabi dan Rasul. Tanpa kemampuan tabligh mustahil para Nabi dan Rasul mampu menyampaikan risalah wahyu dan membangun umatnya.
Dalam konteks kontemporer tabligh ini satu klaster dengan Fathonah sebagai sifat wajib para Nabi dan Rasul yang kemudian dirujuk para ahli sebagai bagian dari kriteria profetik kepemimpinan Nabi dan Rasul. Kedua terma ini mewakili aspek kecakapan/kelayakan.
Seorang pemimpin haruslah figur yang memiliki kemampuan komunikasi yang unggul sekaligus aspiratif, Tabligh. Ia harus cakap mengomunikasikan gagasan, menjelaskan pikiran dan menguraikan program-programnya sebagai pemimpin. Sekaligus memiliki empatitas yang tinggi serta kemampuan membaca dan merespon asprasi rakyat dengan tepat.
Tetapi lebih dari kecakapan komunikasi, seorang pemimpin juga wajib memiliki kecerdasan, Fathonah. Suatu kualitas yang tidak hanya diukur oleh seberapa tinggi jenjang sekolah yang dicapainya, seberapa panjang berpengalaman mengimplementasikan kapasitas ilmu dan kecerdasannya. Tetapi juga kemampuan menggunakan nalar sehat dalam menghadapi setiap urusan sekaligus kemampuan mengendalikan emosinya sebagai manusia.Â