Di tengah suasana kampanye yang kian panas, mencuat isu super-sensitif: pemakzulan Presiden !
Isu pemakzulan Presiden ini sebetulnya bukan baru pertama kali muncul. Bulan Oktober 2023 isu sempat mengemuka terkait dugaan adanya cawe-cawe Presiden Jokowi dalam proses pencalonan Gibran sebagai bakal Cawapres, yang jalannya menjadi mulus berkat putusan MK Nomor 90 yang terbukti kemudian ada pelanggaran etik berat dalam proses peradilannya di MK.
Belakangan isu ini kembali merebak setelah 22 orang perwakilan 100 tokoh pendandatangan Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam, Mahfud MD, untuk menyampaikan dan mengonsultasikan soal pemakzulan ini, 9 Januari 2024 lalu. Perwakilan Petisi 100, Faizal Assegaf, menyatakan usulan ini diklaim sebagai solusi tepat untuk mencegah kecurangan dalam Pemilu 2024 (tirto.id, 11 Januari 2024). Mereka menghendaki Pemilu tanpa Jokowi.
Para pakar hukum tata negara, termasuk Profesor Mahfud sendiri merespon usulan itu sebagai sesuatu yang berat, nyaris mustahil dilakukan saat ini, saat dimana semua elemen bangsa sedang fokus dengan hajat Pemilu. Profesor Yusril bahkan menilai usulan ini bisa inkonstitusional karena tidak terpenuhinya syarat konstitusi untuk dilakukan pemakzulan. Sementara Profesor Jimly menduga mencuatnya isu ini dilatarbelakangi oleh adanya upaya pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah (detik.com, 15 Januari 2024).
Impeachment sebelum PemakzulanÂ
Istilah "Pemakzulan" berasal dari kata "Makzul", artinya berhenti memegang jabatan; turun takhta. "Pemakzulan" dimaknai sebagai "proses, cara, perbuatan memakzulkan". Demikian penjelasan di dalam Kamus Besar Bahasa Indoneis (KBBI).
Sebagian orang sering memaknai istilah pemakzulan sama dengan impeachment dalam tradisi negara-negara demokrasi barat seperti Amerika Serikat. Padahal kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda meski saling terkait satu sama lain.
Istilah impeachment berasal dari kata to impeach, yang artinya dugaan dakwaan dan panggilan pertanggungjawaban. Impeachment Presiden artinya dugaan dakwaan dan panggilan tanggungjawab terhadap seorang Presiden yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum yang harus ia pertanggungjawabkan.
Jika lembaga peradilan (cabang kekuasaan Yudikatif, di Indonesia Mahkamah Konstitusi) yang diberikan kewenangan memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran hukum itu memutuskan ia terbukti, maka pemakzulan baru bisa dilakukan, atau lebih tepatnya diproses lebih lanjut. Jadi impeachment tidak sama persis atau tidak serta merta berarti pemakzulan. Impeachment adalah proses menuju (kemungkinan) dilakukannya pemakzulan.
Norma Pemakzulan dalam UUD 1945
UUD 1945 sendiri sebetulnya tidak mengenal istilah "Pemakzulan". Istilah yang digunakan adalah "Pemberhentian" sebagaimana tertuang dalam Pasal 7A, bahwa :