Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Refleksi Akhir Tahun: Kendalikan Ambisi Politik dan Sudahi Kemerosotan Etik

31 Desember 2023   11:07 Diperbarui: 2 Januari 2024   15:26 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 16 Oktober 2023 lalu, MK membacakan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia Capres dan Cawapres. Sebuah putusan yang kemudian memicu kegaduhan dalam masyarakat karena diduga syarat dengan kepentingan politik pencawapresan dan terindikasi adanya praktik nepotisme. Kegaduhan ini berujung pada dilaporkannya para hakim konstitusi ke Majelis Kehormatan MK dengan tuduhan pelanggaran etik.

Tanggal 7 November 2023 majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kemudian memutuskan bahwa memang telah terjadi pelanggaran berat etik yang dilakukan oleh Ketua MK, Anwar Usman dalam perkara Nomor 90 tersebut. Anwar Usman dicopot dari jabatan Ketua MK dan dilarang terlibat dalam penanganan perkara-perkara sengketa Pemilu.

Kemorosotan Etik di KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Lembaga ini didirikan pada tahun 2002 di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Tujuan pembentukan KPK adalah untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dianggap tidak bisa ditangani secara optimal oleh institusi kejaksaan dan kepolisian.

Dalam lanskap sejarah kepolitikan nasional, KPK merupakan salah satu produk perwujudan semangat dan cita-cita reformasi 1998 dalam kerangka penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana korupsi. Kita tahu, salah satu isu kunci gerakan reformasi yang telah mengakhiri rezim orde baru silam adalah kasus Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang marak terutama di kalangan para pejabat dan apartur negara kala itu.

Maka kehadiran KPK di era reformasi sejatinya diharapkan dapat menekan demikian rupa kasus-kasus korupsi di tanah air. Dalam perjalanannya kemudian KPK pernah mewujudkan harapan publik itu.

Berbagai kasus megakorupsi dibongkar dan dituntaskan, para pejabat, politisi dan elit partai politik banyak yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT). Termasuk di antaranya adalah sejumlah menteri dan kepala daerah, bahkan juga Ketua MK, Akil Mukhtar yang ditangkap karena kasus suap dalam Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Lebak tahun 2013.

Karena capaian-capaian prestatif itulah, lembaga-lembaga survei berkali-kali menempatkan KPK di posisi puncak dalam ranking tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara dan pemerintah. Hingga kemudian, di tahun 2023 ini tragedi memalukan dan memuakkan itu terjadi. Ketuanya, Firli Bahuri dinyatakan oleh Dewan Pengawas KPK terbukti secara meyakinkan telah melanggar kode etik berat dalam perkara dugaan korupsi yang dilakukan oleh mantar Menteri Pertanian, SYL.

Kemerosotan Etik Lainnya 

Di luar dua kasus besar pelanggaran etik itu, sepanjang tahun 2023 sesungguhnya juga terjadi sejumlah pelanggaran etik dan moral yang dilakukan atau melibatkan para elit politik dan pejabat publik lainnya.

April 2023 misalnya, Ketua KPU RI juga dijatuhi sanksi peringatan keras dan terakhir oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena terbukti melanggar prinsip profesionalisme dan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan Hasnaeni, Ketua Umum Partai Republik Satu, yang merupakan salah partai calon peserta Pemilu (Kompas.Com, 6 April 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun