Sementara itu, publik sendiri nampaknya banyak yang melihat manuver-manuver klaim sepihak itu justru merendahkan "dignity", harga diri, harkat dan martabat PDIP sendiri sebagai partai terbesar saat ini. Se-takberdaya inikah PDIP? Bagaimana membaca dan menafsirkan kegamangan ini?
Capaian Pemerintah yang Tidak Bisa Diklaim
Ada tiga kemungkinan argumen yang melatarbelakangi mengapa PDIP dan partai-partai koalisi pendukung Ganjar-Mahfud mengalami kegamangan akut menghadapi kontestasi Pilpres yang kian mendekati puncak.
Pertama, PDIP (dalam konteks argumen ini partai koalisinya tidak memiliki arti apapun untuk disertakan) berpikir bahwa capaian-capaian program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang telah dirasakan oleh rakyat sejatinya merupakan program milik PDIP. Setidaknya program-program itu lebih banyak dipersiapkan dan didesain oleh PDIP sebagai partai pengusung utama Jokowi-Ma'ruf di Pemilu 2019.
Oleh sebab itu sangat bisa difahami jika kemudian PDIP merasa lebih berhak atas capaian-capaian itu, lebih berhak pula atas posisi Jokowi dan dukungan politik elektoralnya di Pemilu 2024 sebagai momentum transisi untuk melanjutkan capaian-capaian program itu.
Argumen itu semakin kuat jika variabel relasi PDIP dan karir politik Jokowi disertakan. Dalam pikiran PDIP, sejak posisi sebagai Walikota Solo, naik menjadi Gubernur DKI hingga memuncaki posisi politik di republik ini, Jokowi itu "bukan siapa-siapa" tanpa PDIP. Prabowo dan koalisi pendukungnya adalah aktor-aktor baru dalam perjalanan sejarah karir politik Jokowi.
Sialnya, saat ini semua capaian program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf itu seolah menjadi milik kubu Prabowo-Gibran, dan dengan cerdik dimanfaatkan pasangan ini untuk meraih insentif elektoral bermodalkan dukungan Jokowi.
Arus deras suara pendukung JokowiÂ
Faktor kedua yang memicu kegamangan PDIP dan partai koalisi pendukung  kubu Ganjar-Mahfud nampaknya tidak lepas dari hasil pemetaan potensi suara oleh lembaga-lembaga survei dalam beberapa pekan terakhir.
PDIP (dan koalisinya) nampaknya sadar dan percaya betul dengan hasil pemetaan suara oleh lembaga-lembaga survei. Bahwa tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf masih cukup tinggi. Dan ini dipercaya bakal berimbas pada mengarus derasnya suara-suara pendukung Jokowi, yang sebagiannya merupakan pemilih tradisional PDIP itu, ke kubu Prabowo-Gibran.