Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Satir Menggelitik Profesor Mahfud

6 Desember 2023   16:40 Diperbarui: 6 Desember 2023   23:15 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin timeline berbagai media nasional dipenuhi dengan sebuah berita hangat : Butet Kartaredjasa mendapatkan intimidasi saat akan mementaskan sebuah lakon teater berjudul "Musuh Bebuyutan" di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

Kabar tak sedap itu telah diklarifikasi oleh pihak Kepolisian, dalam hal ini Kapolresta Metro Jakarta Pusat Susatyo. Intinya menurut versi Kapolres tidak ada intimidasi, melainkan hanya soal prosedur pengamanan kegiatan dan surat perizinan. Tetapi Butet membantah balik. Bahwa ada intimidasi yang dia terima, yakni berupa keharusan menandatangani surat pernyataan yang isinya antara lain larangan bicara isu politik dalam pementasan itu.

"Sejak reformasi 1998 kami itu pentas monolog, teater gandring, program Indonesia Kita, tidak pakai tanda tangan yang ada berkomitmen tidak bicara politik, itu tidak ada. Jadi intimidasinya di situ, bukan didatangi orang lalu ditekan-tekan, bukan begitu," ungkap Butet sebagaimana dilansir CNN Indonesia (5/12) kemarin.

Baiklah. Anggap saja itu hanya soal miskomunikasi. Clear sudah. Tetapi ada satu hal yang menarik dan tetap penting didiskusikan dari berita ini. Yakni sosok Butet dan kebiasaannya setiap kali "manggung" yang memang selalu tampil dengan warna-warni satir atau parodi yang menggelitik. Terlebih lagi di masa-masa krusial kampanye Pemilu. Butet nampaknya memang bakal menyajikan satir-satir terkini soal perhelatan elektoral yang ditaburi berbagai ironi dan paradoks.

Satir dan Edukasi Politik

Dalam kamus bahasa kita, Satir dimaknai sebagai gaya bahasa untuk mengungkapkan atau mengekspresikan sindirian terhadap seseorang atau suatu fenomena tertentu di dalam masyarakt. Sindiran ini biasanya diartikulasikan dengan kemasan dan nada menggelitik, kadang nyinyir dan pastinya memantik tawa. Namun esensi sesungguhnya biasanya merupakan respon kritis atas perilaku seseorang atau suatu fenomena yang dinilai memuakan, banal dan menyebalkan. Tentu saja termasuk dalam dunia politik.

Dalam jurnal berjudul "What Happened to Jokes? The Shifting Landscape of Humor in Hungary" (2016), Lampland dan Nadkarni menjelaskan dua fungsi penting dari satir sebagai bentuk komunikasi politik. Pertama, di negara-negara dengan sistem politik yang relatif sudah demokratis, satir berperan sebagai cara publik untuk berpartisipasi atau berkontribusi dalam kehidupan politik. Kedua, di negara-negara yang cenderung masih otoriter, satir kerap menjadi satu-satunya pilihan untuk menyuarakan aspirasi.

Terlepas dari posisi levelitas sebuah negara dalam parameter demokrasi, Jamie N. Smith dalam artikelnya di sebuah jurnal, "No Laughing Matter: Failure of Satire During the 2016 Presidential Election" (Mei, 2018) mengungkapkan bahwa peran satire dalam kontestasi politik jauh lebih dalam dibandingkan sekadar sarana penyampaian aspirasi yang lazim atau konvensional. Satir menurut Smith, mampu mengedukasi masyarakat secara politik. Mendorong peningkatan literasi politik terkait isu-isu aktual yang sedang menjadi perbincangan elit dan publik.

Parodi Nurhadi-Aldo

Pada Pemilu 2019 silam sebuah satir dalam bentuk parodi pernah ramai di ruang digital elektoral. Didesain oleh sekelompok anak muda dalam tampilan Pasangan Capres-Cawapres imajiner bernama Nurhadi-Aldo, dengan akronim yang nyerempet area tabu : "Dildo" (moga-moga tidak kena notif Admin Kompasiana neh).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun