Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kesempatan Kelima Memangkas Jumlah Parpol, Proyeksi Pasca Pemilu 2024

18 November 2023   22:25 Diperbarui: 18 November 2023   22:49 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langkah kebijakan penyederhanaan

Bertolak dari fakta-fakta fenomenologis itu, beberapa upaya strategis telah dilakukan untuk menyederhanakan jumlah partai politik yang dengan sendirinya juga akan berimbas pada sistem kepartaian. Dalam kajian Hadar Gumay dkk, setidaknya ada 5 (lima) langkah kebijakan yang pernah ditempuh untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia pasca reformasi.

Pertama, memperberat syarat pendirian partai. Kedua, memperberat syarat parpol memperoleh badan hukum. Ketiga, memperberat syarat parpol untuk ikut Pemilihan umum. Keempat, menerapkan ambang batas bagi parpol untuk dapat mengikuti Pemilihan umum berikutnya (electoral threshold). Kelima, menerapkan ambang batas bagi parpol untuk dapat mengirimkan wakilnya di parlemen (parliament threshold).

Secara umum kelima langkah strategi kebijakan itu berhasil menekan jumlah partai politik sedemikian rupa, baik dalam perhelatan pemilihan umum maupun di parlemen. Meski sekali lagi, jumlah penurunnya bercorak fluktuatif terhitung sejak kebijakan tersebut diimplementasikan pertama kali pada Pemilu 2004.

Tetapi dilihat dari sisi kebutuhan mewujudkan sistem multipartai sederhana yang kompatibel dengan sistem presidensial, pengurangan ini jelas masih jauh dari harapan ideal. Jumlah 9 partai di parlemen sebagai hasil pemilihan umum terakhir 2019 silam misalnya masih merupakan jumlah yang terlampau besar, yang berpotensi melahirkan instabilitas dan inefektifitas penyelenggaraan pemerintahan dengan sistem presidensial.

Parliamentary Threshold dan Pemberatan Persyaratan

Dalam konteks Pemilu 2024, oleh karena sudah memasuki tahapan, dari kelima opsi langkah kebijakan yang pernah dan sebagiannya masih diberlakukan sampai saat ini, tersisa satu opsi yang masih memungkinkan terjadinya penyederhanaan jumlah partai secara alamiah. Yakni ketentuan ambang batas bagi parpol untuk dapat mengirimkan wakilnya di parlemen (parliamentary threshold).

Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu besaran angka ambang batas itu adalah 4%. Artinya hanya partai politik yang memperoleh suara minimal 4 persen dari total suara sah nasional yang dapat disertakan dalam penghitungan perolehan kursi untuk DPR RI. Partai-partai yang perolehan suaranya di bawah 4 persen dipastikan tidak bisa masuk parlemen. Seleksi alamiah dengan demikian terjadi melalui proses elektoral.

Pertanyaannya sekarang apakah mekanisme Parliamentary Threshold (PT) masih bisa diandalkan untuk menekan jumlah partai yang masuk parlemen dari hasil Pemilu 2024 mendatang ?

Secara teoritik tentu saja bisa diandalkan, dan ini sebetulnya juga sudah terbukti pada Pemilu 2009 (PT 2.5%), Pemilu 2014 (PT 3.5%) dan Pemilu 2019 (PT 4.%). Jumlah partai yang lolos ke parlemen di ketiga Pemilu lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai peserta Pemilunya.

Belakangan beberapa lembaga survei bahkan sudah merilis hasil sigi mereka dan mengungkapkan bahwa partai yang diprediksi bisa lolos PT dan masuk parlemen ada di kisaran 6 sampai 8 partai politik saja. Sisanya gagal karena perolehan suaranya di bawah 4%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun