Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Early Warning, Potensi Minus Keadaban dalam Perhelatan Pemilu 2024

11 November 2023   23:50 Diperbarui: 12 November 2023   08:31 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.idonesiabaik.com

Kegaduhan elektoral yang dipicu pada mulanya oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia Capres-Cawapres nampaknya akan terus membiak dan berkepanjangan. Sejumlah indikasi awal terus bermunculan, berebut panggung untuk mendapat perhatian.

Dimulai dari pengaduan semua hakim konstitusi atas dugaan pelanggaran etik. Majelis Kehormatan MK yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini kemudian memutuskan : Ketua MK, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat etik sebagai hakim konstitusi. Anwar dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Putusan MKMK yang diharapkan akan mengakhiri kontroversi, atau setidaknya mengurangi kegaduhan ternyata jauh panggang dari api. Anwar marah besar. Merasa dibunuh karakternya, dilumatkan martabat dan harga dirinya. Di sisi politiknya perdebatan kian meruncing sekaligus melebar. Kubu KIM menuduh ada pihak-pihak yang bernafsu menjegal Gibran.

Tidak berselang lama, sekelompok pengacara mengadukan Prof. Jimly Ashiddiqie (Ketua MKMK) dengan dugaan pelanggaran etik pula. Dan pada saat yang sama, sejumlah pihak kembali mengajukan judicial review atas perkara yang sama, yakni mengenai usia Capres-Cawapres ke MK yang kali ini sudah dipimpin duet Prof. Suhartoyo (Ketua) dan Prof. Saldi Isra (Wakil Ketua).

Satu lagi, masih dari muasal "biangkerok" yang sama, KPU RI digugat, tak tanggung 70,5 trilyun. Dasar gugatan adalah dugaan perbuatan melawan hukum lantaran menerima pendaftaran Bacapres Prabowo-Gibran sementara PKPU tentang Pencalonan belum direvisi sesuai putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Pemilu jadi gak asyik

Pemilu kita jadi gak asyik. Masih di fase kandidasi sudah gaduh, berisik tiada terkira. Konyolnya bukan oleh pertengkaran ide atau kemeriahan festival gagasan. Melainkan oleh sebab persoalan hukum dan problematika moral yang keduanya bermula dari putusan MK tadi.

Agak khawatir membayangkan seandainya persoalan hukum dan urusan moralitas yang menyertai fase kandidasi ini tak selesai sebelum masa kampanye dimulai akhir November nanti.

Pertama, pertengkaran dan kegaduhan potensial bakal semakin ramai dan menegangkan. Isu karut marut hukum dan keadilan Pemilu, serta isu a-moralitas yang disematkan kepada paslon Prabowo-Gibran nampaknya bakal terus digoreng dan dikapitalisasi oleh lawan-lawan politiknya. Terutama di level akar rumput masing-masing kubu pendukung. Tentu saja, kubu Prabowo-Gibran bakal bereaksi. Ramai.

Kedua, dengan demikian arena kampanye boleh jadi akan lebih banyak disesaki oleh isu dan tema-tema non-programatik. Masing-masing kubu akan sibuk saling mengkapitalisasi isu-isu negatif pada lawan politiknya dan menjadikannya sebagai peluru untuk saling menyerang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun