Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Tiga Poros Pilpres Lebih Bijak dan Realistis

25 September 2023   12:50 Diperbarui: 26 September 2023   04:23 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak suara. (KOMPAS/Heryunanto)

Masa pendaftaran bakal Capres-Cawapres ke KPU kurang dari sebulan lagi. Sementara hingga hari ini, baru satu poros koalisi yang sudah lengkap dan menyatakan siap mendaftar ke KPU.

Belakangan bahkan muncul wacana baru yang sebetulnya merupakan gosip lama, yaitu Pilpres cukup dengan dua poros saja. Lebih efisien, hemat waktu dan tenaga.

Tapi wacana ini tampaknya bakal sulit diwujudkan, meski yang dimaksud dua poros itu salah satunya adalah bauran dari dua poros yang dianggap merepresentasikan satu semangat yang sama, yakni semangat keberlanjutan. Melanjutkan arah kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, yakni poros Prabowo-KIM dan poros Ganjar-PDIP. Berikut alasannya.

Pertama, Megawati dan Prabowo sebagai dua aktor utama dari masing-masing kedua kubu itu sudah bulat keputusannya. PDIP-Megawati telah menetapkan Ganjar sebagai bakal Capres, dan Gerindra-Prabowo telah menetapkan Prabowo sebagai bakal Capres. Keduanya adalah harga mati, tidak bisa ditawar.

Kedua, di masing-masing dari kedua kubu saat ini telah bergabung sejumlah partai pendukung koalisi. Partai-partai ini tentu saja memiliki alasan sendiri-sendiri mengapa memilih bergabung dan mengapa memilih untuk mendukung bakal capres tertentu. 

Penyatuan dua poros koalisi ini sangat mungkin akan setback dan bisa mengacaukan peta koalisi yang sudah terbangun solid.

Ketiga, sejauh ini masing-masing poros, baik Prabowo-KIM maupun Ganjar-PDIP sudah memiliki basis masa elektoral yang solid, termasuk para relawan di dalamnya. 

Para pemilih dan relawan ini juga sama, mereka punya alasannya sendiri-sendiri yang tidak dapat diremehkan, mengapa mendukung Prabowo dan mengapa mendukung Ganjar.

Kemungkinan yang relatif lebih sulit diwujudkan tentu saja jika wacana dua poros itu arahnya adalah menarik kubu Anies-Cak Imin ke salah satu poros antara Prabowo dan Ganjar.

Alasan utamanya sederhana saja: Anies tidak mungkin bersedia jadi bakal cawapres. Ia akan berpikir panjang dan moralis, jika bersedia jadi bakal cawapres (Prabowo atau Ganjar) dirinya akan dicap sebagai "pengkhianat kelas dewa". Karena dengan kesediaan itu berarti Anies meninggalkan Cak Imin, dan ini adalah fakta kedua ghosting politik yang dilakukan Anies setelah sebelumnya ia juga dianggap mencampakkan AHY.

Lebih realistis 

Oleh sebab itu alih-alih mendorong wacana pembentukan dua poros koalisi (dengan alasan kalkulasi elektoral apapun), hemat saya lebih bijak jika para elit (baik yang berada di panggung depan maupun panggung belakang pencapresan) fokus menjaga dinamika prakandidasi yang sudah belangsung cukup demokratis dan menghasilkan capaian-capaian realistis hingga hari ini.

Kemunculan Prabowo sebagai bakal capres (entah dengan siapapun nanti berpasangan) adalah realistis. Ia Ketua Umum partai pemenang kedua pemilu terakhir. Paling berpengalaman dalam kontestasi pilpres disbanding Ganjar maupun Anies.

Jika saat ini tampil sebagai bakal capres dengan mengusung semangat keberlanjutan tentu wajar. Ia hampir lima tahun di dalam pemerintahan Jokowi, tahu banyak apa yang selama ini dikerjakan pemerintah termasuk dirinya sebagai bagian dari pemerintah, dan meyakini bahwa arah kebijakan pemerintahan Jokowi sudah on the track dengan kebutuhan bangsa ini. Biarkan Prabowo fokus dengan keyakinan politiknya.

Pun demikian juga dengan Ganjar. Ia salah satu kader terbaik PDIP, partai pemenang dua kali Pemilu terakhir. Berpengalaman dalam pemerintahan termasuk di parlemen.

Jika saat ini sebangun dengan Prabowo, mengusung semangat keberlanjutan juga wajar. Partainya adalah pengusung utama pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, saban waktu pastinya paling intens berkomunikasi perihal arah kebijakan pemerintah dan pelaksanaan program-program pembangunan. 

PDIP yakin pemerintahan Jokowi-Ma'ruf sudah pada rel yang tepat dengan kebutuhan bangsa ini. Ganjar diamanahi partainya untuk melanjutkan arah kebijakan ini.

Bahkan juga Anies. Kemunculannya dalam orbit kontestasi pilpres juga realistis. Ia berpengalaman di pemerintahan sebagai Gubernur dan Menteri. Dipercaya sebagian publik sebagai sosok intelektual berintegritas, leader yang tangguh sekaligus manajer yang cerdas.

Jika posisi politik elektoralnya mengusung agenda besar perubahan tentu juga bukan tanpa alasan. Ia melihat arah kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tidak sepenuhnya tepat. Ada banyak sisi yang harus diubah dan diperbaiki demi kepentingan masa depan bangsa ini. Biarkan Anies dengan keyakinan sikap politiknya.

Lebih bijak

Hal penting yang perlu dipahami para elit dan partai politik, terutama mereka yang masih berpikir untuk memaksakan wacana dua poros menjadi kenyataan, bagaimanapun pilihan formasinya adalah bahwa ketiga poros bakal capres ini telah memiliki basis pemilih sendiri-sendiri.

Pemilih-pemilih mereka, meski pastinya tidak semua, adalah warga negara yang literate secara politik. Karena itu, preferensi mereka terhadap Prabowo atau Ganjar atau Anies mestinya merupakan pilihan sikap rasional. Jadi pilihan mereka tidak semestinya dianggap sepele.

Maka upaya paksa penyatuan dua poros (sekali lagi bagaimanapun opsi formasinya) hemat saya bukanlah pilihan yang bijak. Pilihan ini tidak menghargai sikap para pendukung dari masing-masing poros bakal capres dan sikap-sikap politiknya. 

Pemaksaan ini potensial melahirkan kekecewaan mereka, lalu memicu sikap antipati terhadap pemilu, dan ujungnya golput bisa tumbuh subur pada 14 Februari 2024 mendatang.

Maka pilihan paling realistis dan bijak sejatinya adalah menerima fakta-fakta politik pencapresan yang hasilnya sudah dicapai saat ini. Ada tiga poros bakal capres yang masing-masing telah memenuhi syarat normatif elektoral. 

Ketiganya sudah bergerak membangun komunikasi dan soliditas dengan basis-basis pendukung dan pemilihnya. Bahkan juga mulai menyosialisasikan gagasan-gagasan visionernya kepada masyarakat.

Wacana dua poros, terlebih jika dipaksakan, bukan saja telah memubazirkan ikhtiar-ikhtiar para elit partai sendiri. Melainkan juga menegasikan kehadiran, apresiasi, dukungan bahkan ikhtiar memberikan support para pemilih terhadap figur-figur pilihannya. 

Penting dicatat, dukungan atas masing-masing figur bacapres itu adalah juga dukungan atas pilihan sikap politiknya. Jadi, ada esensi demokrasi deliberatif di sini. Maka, jangan pernah soal ini dianggap remeh-temeh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun