Mohon tunggu...
Sindikat Jogja
Sindikat Jogja Mohon Tunggu... -

Paguyuban Jogja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Lebih Biasa Main Otot daripada Otak

21 Mei 2014   20:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sadar atau tidak, Prabowo telah mengakui kerapuhannya dalam memimpin. Secara gamblang dan lugas, dia menyatakan bahwa dia belum berpengalaman di bidang politik. Mungkin saking pusingnya dia mengurus koalisi, panik takut kalah, duit habis banyak, sementara masih jauh dari kemenangan, akhirnya keceplosan. Pengakuan itu dia ungkapkan dalam acara deklarasi dukungan enam parpol terhadap pencapresannya, di rumah Polonia. Dalam kesempatan itu, Prabowo curhat tentang kelelahannya bergumul di dunia politik.

"Saya mantan prajurit mengakui politik ini melelahkan. Pengalaman saya di tentara belum apa-apanya dibanding politik di Indonesia," ucap Prabowo (kompas.com, 19/5/2014). Dia juga mengeluh bahwa dalam beberapa minggu terakhir sibuk membangun koalisi, sehingga sering tidak tidur. Pernyataan itu sedikit menggelikan, dan agak kontradiktif dibanding penampilannya saat kampanye di Gelora Bung Karno, dengan menaiki kuda dan menyelipkan keris mahal di pinggangnya.

Memang ganjil, karena sebagai prajurit yang beberapa kali menjalankan operasi militer, seharusnya dia pernah mengalami hal serupa. Saat terjun di lapangan, seorang prajurit harus terbiasa tidur dan makan seadanya, harus sering berjaga, dan sebagainya. Lalu kenapa Prabowo sampai mengeluhkan proses penggalangan koalisi yang kerap kali membuatnya tak bisa tidur? Jawabannya, adanya dua. Pertama karena tekanan psikhis yang tengah dia alami. Kedua, karena pertarungan kognitif berbeda dengan pertarungan fisik.

Diakui atau tidak, kondisi psikhis Prabowo sedang mengalami kepanikan. Survei terakhir LSI Denny JA menunjukkan elektabilitas Jokowi masih unggul dibanding elektabilitasnya dengan perbandingan 35,42% untuk Jokowi-JK dan 22,75% untuk Prabowo Hatta (Detik.com, 20/05/2014). Padahal, untuk pemilu legislatif saja dia sudah habis 3 trilyun (tempo.co, 19/5/2014). Gimana nggak panik? Sementara perusahaannya masih menanggung utang 14 trilyun. Dalam bayangannya, semua utang bisa dia lunasi kalau memenangkan kursi Presiden. Ternyata, dah terlanjur habis banyak duit kemenangan itu masih jauh panggang dari api. Akhirnya, ya keceplosan deh.

Fakta kedua, tak bisa dipungkiri, tampaknya Prabowo lebih biasa main otot daripada otak. Akhirnya, ketika dipaksa main otak dalam menggalang koalisi harus kelelahan sampai curhat-curhat ke media. Premis ini tidak berlebihan dengan menimbang dua hal. Pertama, dia puluhan tahun jadi tentara, tapi tak pernah curhat kelelahan di depan media. Kedua, banyak politisi melakukan hal serupa dalam menggalang koalisi, tapi mereka juga nggak curhat. Berarti, memang Prabowo masih harus belajar banyak dalam menggunakan otaknya, biar nggak cepat ngeluh.

Dan tampaknya, asumsi itu diperkuat dengan beberapa fakta perilaku Prabowo dalam dua hari ini. Dalam menggalang koalisi dengan Golkar, Prabowo menyatakan bahwa kelak, kalau memenangkan Pilpres, dia akan mengangkat Abu Rizal Bakrie sebagai Menteri Utama. ARB sendiri menjelaskan bahwa jabatan menteri utama itu menyerupai jabatan Perdana Menteri. Para pakar hukum tata negara tentu akan ketawa mendengar lelucon itu. Bagaimana pun, Indonesia saat ini menganut sistem Presidensil, sementara jabatan Perdana Menteri hanya dimiliki oleh negara yang menganut sistem Parlementer.

Mana mungkin dia bisa memberikan jabatan itu kepada ARB? Atau dia sudah ancang-ancang untuk mengambil kebijakan dengan mengangkangi konstitusi? Kalau pun dia mengelak bahwa jabatan itu akan diberikan setelah melakukan perubahan konstitusi, berarti itu butuh proses panjang, dan belum tentu berhasil lantaran harus dulu di parlemen. Entah, apa yang dibisikkan Prof Yusril yang menjadi bagian dari koalisi Gerindra. Kalau bukan dia yang membisikkan, sebagai orang yang ngaku pakar tata negara, harusnya dia malu dengan pernyataan Prabowo, dan memilih keluar dari koalisi. Fakta itu menunjukkan bagaimana Prabowo gagap menerjemahkan skema pemerintahannya di tengah anyaman konstitusi kita. Di sisi lain, kita juga melihat bagaimana Prabowo gagap meramu kepemimpinannya dengan cara manusiawi.

Kita bisa melihat perilaku lain, bagaimana Prabowo gagap memainkan otaknya, yaitu saat pendaftaran pasangan Prabowo – Hatta ke KPU. Ada beberapa korban yang tak perlu terjadi dalam aktivitas yang terhitung singkat itu. Korban pertama, yaitu rusaknya taman suropati akibat diinjak-injak barisan pendukung Prabowo. Meski pun dia berjanji akan mengganti kerusakan, tapi itu tidak menjawab inti persoalan. Sadarkah Prabowo, bahwa setiap hari para petugas taman memeras keringat untuk merawat tanaman yang diinjak-injak itu? Ini bukan soal ganti rugi uang, tapi soal penghargaan terhadap butir keringat, upaya dan komitmen anak mausia dalam menjalankan peran hidupnya di tengah peradaban.

Dan ternyata tak berhenti di situ, karena perilaku anarkhi berlanjut sampai ke kantor KPU. Barisan massa yang berteriak-teriak mendukung Prabowo memaksa ikut masuk dalam kantor KPU. Beberapa ibu-ibu harus pingsan lantaran terhimpit barisan yang memaksakan kehendak tak lucu itu. Akhirnya, mereka sampai memecahkan kaca kantor KPU, hingga melukai beberapa orang yang darahnya memercik di baju Prabowo. Tampaknya, Prabowo memang tak jauh-jauh dari darah dan chaos.

Satu catatan penting dari peristiwa itu, bahwa peristiwa chaos itu terjadi tepat di depan hidung Prabowo sendiri. Belum ada pernyataan maaf atau menyesal dari Prabowo atas rusaknya taman Suropati yang setiap haris dirawat petugasnya. Tak ada juga pernyataan maaf atau menyesal atau korban terluka saat hendak memasuki kantor KPU. Tak ada juga pernyataan apa pun terhadap para ibu yang pingsan. Seolah semua itu hal yang biasa, tanpa masalah sedikit pun. Padahal, dia sebagai center of interest dari semua insiden itu bisa saja memberikan instruksi untuk mengatur agar semua insiden itu tak terjadi. Dan dia tidak melakukan itu.

Kesimpulan dari ulasan ini adalah, bahwa Prabowo harus lebih rajin mengasah otaknya, mempertajam naluri kemanusiaannya, bukan hanya sibuk dengan kuda-kudanya. Ya, politik adalah dunia kemungkinan yang mempertautkan kepentingan antar manusia. Ada kepentingan yang saling mendukung, ada yang saling bertentangan. Peradaban modern telah sampai pada konsensus bahwa jejalin kepentingan itu harus diselesaikan dengan cara yang damai, soft, meminimalisir kekerasan. Karena kekerasan tidak membuahkan apa pun, selain kerusakan menyeluruh terhadap peradaban.

Kalau tak bisa mengasah otak dan naluri kemanusiaannya, dia sangat tidak layak menjadi pemimpin. Dan sebenarnya dia sudah mengakui itu. Entah sadar atau tidak, karena kelelahan, panik, keceplosan, atau karena penyebab lain, akhirnya dia mengakui dirinya belum berpengalaman di bidang politik, sehingga harus curhat pada media. Kalau sudah sadar seperti itu, kenapa dia masih ngotot mencalonkan diri sebagai Presiden? Karena dia menganggap taman umum yang rusak, kaca KPU yang pecah, ibu-ibu yang pingsan itu sebagai satu hal yang biasa?

Atau dia merasa sudah tegas menginginkan cita-cita sebagai presiden, meski dia tak punya pengalaman politik, sehingga kalau ada korban jatuh dan semacamnya, dia anggap itu sebagai hal biasa? Seperti itu jugakah dia memandang para korban penculikan dan orang hilang yang sampai sekarang belum ditemukan? Sejujurnya, saya masih merasa kesulitan memahami jalan pikiran Prabowo. Mungkin karena dia memang lebih suka menggunakan otot dari pada otak, sehingga jalan berpikirnya kontradiktif dan sulit dipahami dengan cara yang sehat. Atau jangan-jangan dia sendiri pun tak paham dengan jalan pikirannya sendiri.

Ditulis Oleh : Sindikat Jogja

Twitter : @SindikatJogja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun