Anda tahu apa kesamaan Prabowo Subianto dengan Soeharto? Sebenarnya, sih cukup banyak, bahkan bisa menjadi daftar yang cukup panjang jika diuraikan. Namun, kali ini, kita membahas nasib apes yang pernah menimpa oleh keduanya, yaitu mereka sama-sama pernah dipecat dari kesatuan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ada yang baru tahu kalau Soeharto juga pernah dipecat? Mari kita mulai dengan kisah tindak-tanduk Soeharto dalam meniti karir di bidang militer. Soeharto menempuh karir militer pertama kali sebagai prajurit Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL), yang berada di bawah kesatuan Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Soeharto dulu adalah tentara yang menjadi kaki tangan penjajah, yang dalam tugasnya menumpas rakyat Indonesia itu sendiri jika mengadakan pemberontakan terhadap Belanda. Kemudian, setelah Belanda menyerah, Soeharto kehilangan pekerjaan dan kembali ke kampung. Kemudian ia meloncat ke pasukan Pembela Tanah Air (PETA) yang dibentuk Jepang. Dan ketika Soekarno memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Soeharto menggembar-gemborkan ‘prestasi’ kemiliterannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta lewat film “Janur Kuning’ (1979). Padahal sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai oleh Sultan Hamengkubuwono IX. Sebagai seorang pemimpin yang memiliki perhatian terhadap nasib rakyatnya, Hamengkubuwono IX memimpin serangan umum melawan Belanda. Bahkan Kolonel Latief Hendradiningrat yang ikut memimpin pasukan dalam peristiwa tersebut memberi kesaksian jika Soeharto sebenarnya tidak ikut bertempur. “Dia malah sedang asyik makan soto babat di garis belakang yang aman…”
Kisah tentang pemecatan Soeharto berawal dari tindak-tanduknya yang telah lancang menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Soeharto juga terpergok turut serta dalam kegiatan ilegal berupa penyelundupan gula dan kapuk bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong. Untuk memperlancar penyelundupan ini, didirikan perusahaan perkapalan yang dikendalikan oleh Bob Hasan.
Pada tahun 1959, Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat oleh Nasution dengan tidak hormat. Nasution bahkan ingin menyeretnya ke Mahkamah Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Soeharto dibebaskan dan akhirnya dikirim ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat). Berkat belas kasihan seorang Gatot Subroto, karir Soeharto dapat selamat. Tapi memang dasar perwira gila kekuasaan, di kemudian hari ia melakukan gerakan kudeta merangkak untuk menggulingkan Soekarno dengan berbagai kasus pembunuhan massa yang menelan korban jutaan nyawa pada tahun 1965.
Lalu bagaimana dengan Prabowo Subianto? Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Prabowo sangat mengidolakan Soeharto. Betapa tidak, lihat saja impiannya jika menjadi presiden ingin mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, akan membuat nama jalan Soeharto, hingga pun di depan posko pemenangan Prabowo di Jl. Diponegoro Jakarta Pusat, berdiri poster besar Soeharto berdampingan dengan Prabowo. Yang sangat menggelikan namun sesungguhnya tak mengejutkan, Prabowo mendatangi dan menyembah makan Soeharto sebelum debat capres ke dua. Sepertinya, mengharapkan betul bantuan alam gaib dari Soeharto agar debat kedua itu, Prabowo tak lagi kalah telak.
Yah, Tak hanya sekarang sebenarnya kekaguman itu ada. Tapi Prabowo telah mengagumi Soeharto semenjak dulu. Bahkan demi mendekatkan diri dengan Soeharto, yang saat ituberkuasa sebagai Presiden RI, Prabowo rela meninggalkan tunangannya dan mengejar Siti Hediati Harijadi. Padahal secara pembawaan dan karakter, bak bumi dan langit alias nggak nyambung. Tapi toh akhirnya ia dapat menikahi putri Soeharto itu pada tahun 1983.
Letjen Sintong Panjaitan menilai sikap Prabowo sungguh berubah setelah menjadi menantu Soeharto. Prabowo yang dulu selalu berbicara mengenai strategi militer, persenjataan, dan semua hal tentang kemiliteran. Tapi semenjak menjadi menantu Soeharto, Prabowo selalu berbicara politik dan kekuasaan.
Jadi jangan heran, berkat menjadi menantu dari Mbahnya KKN, maka tak ada yang tak bisa dinepotisme di dalam keluarga Cendana itu. Dengan berbekal status sebagai menantu Soeharto, tidak ada bintang muda TNI dengan karir secemerlang Prabowo Subianto dalam era 1990-an. Tahun 1995, Brigjen Prabowo dilantik menjadi Komandan Kopassus. Tanggal 20 Maret 1998, Prabowo dilantik menjadi Panglima Kostrad dengan pangkat Letjen.
Namun oportunisme ugal-ugalan yang dilakukan Prabowo membuatnya terusir dari lingkaran keluarga Cendana. Dengan taktik musang berbulu ayam, Prabowo menemui Gus Dur, Amien Rais, Adnan Buyung Nasution, dan sejumlah tokoh yang mendukung Reformasi. Soeharto dan anak-anaknya merasa dikhianati, juga mengira Prabowo sengaja mendekati Habibie untuk mendukungnya sebagai presiden menggantikan Soeharto. Bahkan Putri bungsu Soeharto, Siti Hutami Endang Hadiningsih atau Mamiek pernah menghardik Prabowo dengan marah. “Kamu pengkhianat, pengkhianat! Jangan injak kakimu di rumah saya lagi!”
Dasarnya perwira cengeng dan manja, Prabowo sempat mengadu pada ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo. Prabowo melaporkan bahwa dia telah dikhianati Soeharto, mertuanya. “Papi tidak akan percaya kalau saya dikhianati mertua. Dia bilang pada Wiranto singkirkan saja Prabowo dari pasukan,” demikian aduan Prabowo yang ditulis Soemitro. Oh, duhai anak papi...
Pada awal 1998, timbul tekanan publik yang intens meminta pemerintah mengembalikan para aktivis yang hilang dan menghukum para pelaku. Tekanan itu memaksa ABRI untuk membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 3 Agustus 1998 untuk menginvestigasi para pejabat yang terlibat. Dua minggu kemudian, Ketua DKP, Jen. Subagyo Hadisiswoyo merekomendasikan kepada Panglima TNI Jendral Wiranto, bahwa Letjen Prabowo, Mayjen Muchdi Purwoprandjono dan Kol. Chairawan harus dibawa ke proses hukum militer. Hal ini juga dikuatkan dengan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh Presiden BJ Habibie juga secara jelas menyatakan bahwa: “…Dalam kasus penculikan, Letjen Prabowo dan semua aktor yang terlibat harus dibawa ke pengadilan militer.”
Pada Agustus 1998, Wiranto memecat Prabowo dari tugas militer, berdasarkan rekomendasi DKP. Menurut Wiranto, masih terbuka ruang dimana para pejabat ini akan dibawa sebelum pengadilan militer, tambah Wiranto. Anggota DKP, Letjen Agum Gumelar menyatakan bahwa Prabowo terbukti mengakui menculik 9 orang aktivis.
Pada tahun 2006, Komnas HAM menyerahkan laporan penyelidikan pro justicia tentang penghilangan paksa pada 1997/1998. Temuan utama mereka adalah bahwa 23 aktivis telah diculik oleh Kopasus yang dipimpin oleh Prabowo. Mereka mengkonfirmasi bahwa 9 orang aktivis telah disiksa secara berat, satu orang aktivis dibunuh (Gilang) dan 13 orang sisanya dihilangkan. Temuan penting lain adalah bahwa beberapa orang aktivis yang diculik berada dalam fasilitas tahanan militer yang sama dengan aktivis yang masih hilang. Sebagian dari mereka bertestimoni bahwa mereka bertemu dengan Yani Afri atau Rian, salah satu dari 13 orang yang masih hilang.
Pada 2009, DPR mendukung laporan Komnas HAM dengan mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden SBY untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc. Meskipun demikian, Prabowo dan pejabat militer lain yang terlibat tidak pernah dibawa ke dalam proses hukum, bahkan laporan dan berkas dari Komnas HAM tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan.
Baru-baru ini para aktivis hak asasi manusia mendesak Panglima TNI Jenderal Moeldoko buka dokumen milik Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang isinya ihwal pemecatan Prabowo Subianto dari TNI karena terlibat kasus penculikan aktivis periode 1997-1998. Menurut Hendardi, dokumen DKP yang isinya ihwal pemecatan Prabowo dari TNI sangat penting untuk diketahui masyarakat. Sebab, masyarakat harus tahu rekam jejak dari setiap kandidat presiden. Prabowo adalah salah satu kandidat presiden."Kalau kita punya presiden masa mendatang dengan masa lalu yang gelap repot juga. Kami dan rakyat Indonesia tidak ingin berada di bawah kegelapan," ujar ketua BP Setara Hendardi.
Toh, semua kita sudah dapat menilai dari dokumen DKP yang banyak beredar, bahwa Prabowo Subianto memang dipecat dari kesatuan. Persoalan ia tak pernah diadili adalah persoalan yang sama pula dengan Soeharto yang diselamatkan oleh Gatot Soebroto. Prabowo diselamatkan oleh pengaruh mertuanya yang tak begitu saja bisa luntur walau sudah lengser keprabon. Dan bisa leluasa melarikan diri ke Yordania.
Jika Soeharto akhirnya kembali ke kesatuan dan melancarkan kudeta merangkak, ini pula yang menjadi inspirasi bagi Prabowo. Ia kembali ke Indonesia, menyesuaikan diri dengan demokrasi maka membangun parpol sebagai kendaraan politik, dan mempersiapkan diri dengan pencitraan iklan ratusan miliyar lebih selama bertahun-tahun. Demi apa? Tentu saja demi menguasai Indonesia (kembali). Prabowo Subianto dengan impiannya Neo-orba!
Dikutip dari Biografi Sultan Hamengku Buwono IX lewat situs http://www.akhirzaman.info/nasional/ipoleksosbud/1296-siapa-sebenarnya-soeharto.html
Pledoi Latief di depan Mahmilub, 27 Juni 1978
Dikutip dari Panjaitan, Sintong. Perjalanan Prajurit Para Komando. Kompas
Dikutip dari Djojohadikusumo, Soemitro. Jejak Perlawanan Begawan Pejuang. Pustaka Sinar Harapan. 2000
Kompas: DKP: Bawa Prabowo dan lain-lain, 15 Agustus 1998, halaman 1
Laporan final TGPF pada 13-14 Mei 1998, rekomendasi no. 2, 3 November 1998, halaman 19
Kompas, Prabowo dipecat, Muchdi dan Chairawan dibebastugaskan, 25 Agustus 1998
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H