Sudahkah Anda menyimak rilis KPU tentang visi misi capres-cawapres yang akan bertarung pada Juli nanti? Sebaiknya, jika Anda tak ingin membeli kucing dalam karung, memilih pemimpin yang benar-benar jelas apa yang menjadi programnya nanti, maka Anda luangkan waktu membaca berkas tersebut.
Sebagai orang yang belum pernah memegang jabatan eksekutif, patut kiranya kita melihat rumusan visi misi yang akan dijalakan oleh Prabowo. Bersama Hatta Rajasa yang lebih berpengalaman, karena beberapa kali menjabat menteri, maka besar harapan kita isi dokumen visi misi tersebut benar-benar detil. Karena jika tidak, gembar-gembor Prabowo untuk mewujudkan negeri yang maju hanya pepesan kosong jika tak bisa di-breakdown ke dalam rumusan yang jelas.
Yang menarik, sebagai Ketua HKTI (sekarang pun masih walau harus berebut pamor dengan Oesman Sapta), Prabowo memasukkan komitmen untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan. Salah satu itemnya menyatakan: Mempercepat reforma agraria untuk menjamin kepemilikan tanah rakyat, meningkatkan akses dan penguasaan lahan yang lebih adil dan berkerakyatan, serta menyediakan rumah murah bagi rakyat.
Betapa visi itu sangat mulia dan menjadi impian jutaan petani miskin yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Namun benarkah pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Hatta Rajasa sungguh memiliki niat yang tulus untuk mewujudkan visi yang mulia itu ? Atau cuma bahasa indah untuk pengisi dokumen KPU?
Untuk memastikan dan membuktikan Prabowo benar sejalan dengan perkataannya, maka lihat apa yang pernah dilakukannya, bagaimana tabiat dan kehidupan sesungguhnya. Faktanya adalah, Prabowo memiliki sepak terjang penguasaan laham-lahan di Nusantara. Lalu, Prabowo berbicara reforma agraria? Lelucon dari Yordania!?
Sungguh, untuk sekian kalinya, diri Prabowo dan ucapannya adalah paket kebohongan yang hanya masak dalam panggang pencitraan. Penguasaan lahan yang luas di Kalimantan dan beberapa wilayah lainya meruntuhkan sudah visi misi mulia yang ditawarkannya. Bahkan kita bisa muak dengan kepalsuan yang ditampilkannya, karena faktanya kakak beradik Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo menguasai tanah-tanah luas sebagai pendulang uang.
Mari kita mulai menelusuri sepak terjangnya di Pulau Sumatera. Dengan bendera PT. Tusam Hutani Lestari, mereka memegang konsesi penguasaan tanah seluas 96 ribu hektar di sekeliling Danau Lot Tawar, Aceh. Tanah tersebut terbentang dari Kabupaten Bener Meriah hingga Kabupaten Aceh Tengah. Mereka memasok kayu pinus bagi pabrik PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Lhokseumawe. Di Sumatera Barat dan Jambi, mereka menggunakan bendera PT. Tidar Kerinci Agung untuk menguasai lahan perkebunan sawit seluas lebih dari 30 ribu hektar.
Pulau Kalimantan, terutama Kalimantan Timur, merupakan salah satu ‘pohon uang’ yang utama bagi Prabowo. Di Kaltim mereka telah mengambil alih konsesi hutan seluas 290 ribu hektar dari PT Tanjung Redep HTI dan konsesi hutan seluas 350 ribu hektar dari Kiani Grup, kemudian mengganti namanya menjadi PT Kertas Nusantara. Kedua konsesi penguasaan hutan tersebut sebelumnya dikuasai oleh Bob Hasan.
Masih di propinsi Kalimantan Timur, mereka menguasai konsesi hutan PT Kartika Utama seluas 260 ribu hektar, PT Ikani Lestari seluas 260 ribu hektar, serta perkebunan PT. Belantara Pustaka seluas 15 ribu hektar lebih. Selain itu, holding company-nya, Nusantara Energi memiliki konsesi tambang seluas 60 ribu hektar. Perusahaan tambang ini sudah mengekspor batu bara ke Tiongkok.
Penguasaan lahan di Indonesia Timur juga tidak kalah banyak. Di Nusa Tenggara Timur, tepatnya Pulau Bima, kakak beradik Prabowo-Hashim memiliki budidaya mutiara serta perkebunan pohon jarak seluas 100 hektar untuk bahan bakar nabati. Di Kabupaten Merauke, Papua, mereka sudah merencanakan pembukaan Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585 ribu hektar. Eksplorasi blok gas Rombebai di Kabupaten Yapen, dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik, juga dikuasai mereka.
Fakta-fakta penguasaan lahan yang dilakukan oleh duet kakak beradik Prabowo-Hashim sudah menginjak-nginjak martabat petani miskin di Indonesia. Lalu, Anda masih percaya Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) didirikan memang untuk kepentingan para petani? Lihat dan baca, elit yang bertarung di dalamnya bukan orang-orang dari kalangan petani, bahkan sama sekali tak mengerti tentang pertanian. Ada pun yang mengerti, tak mendapat tempat, terlebih lagi dengan dualism HKTI saat ini.
Bahkan akun TrioMacan2000, akun twitter berbayar yang membela kepentingan uang, pada 18 Desember 2012 lalu men-tweet bahwa Suhardi (Ketum Gerindra) melapor kepada Prabowo bahwa ia dipecat oleh Oesman Sapta dari HKTI. Dan Prabowo memaki Ketua Umum partainya itu di depan umum, “Profesor tolol kamu! HKTI itu saya, bukan Oesman!” Namun kita jangan heran jika sekarang akun TrioMacan2000 ini membela Prabowo habis-habisan dan memproduksi fitnah untuk lawan politik Prabowo. Karena sifat mereka ibarat penjaja kehormatan, yang hanya bernafsu jika dikipasi uang.
Sungguh jelas sudah, bahwa HKTI yang dibangun bukan untuk kepentingan petani, tetapi kepentingan politik. Organisasi didirikan Prabowo untuk jualan di media massa sebelum ia mendirikan Partai Gerindra. Sebuah jualan yang dipersiapkan, agar Prabowo si anak Ningrat itu dicitrakan sebagai pemimpin kaum tani. Dan sekarang ia lupa, jika kata-kata reforma agrarian itu adalah upaya menyelesaikan akar masalah konflik agrarian seperti kurangnya kepastian hukum, ketimpangan penguasaan lahan, ketimpangan pendapatan, kecemburuan sosial, pengangguran dan kemiskinan.
Kita dapat membaca, data-data sensus menunjukkan adanya kecenderungan ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia semakin lama semakin lebar. Hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan rata-rata 0,8 hektar. Sebanyak 14, 25 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar per keluarga. Data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), 56% aset berupa properti, tanah dan perkebunan dikuasai hanya oleh 0,2% penduduk Indonesia.
Data BPS juga berbicara adanya kecenderungan Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional yang terus merosot. Ini merupakan sinyal buruk, indikasi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani dan nelayan negeri ini (yang sebagian besar hidup di bawah garis kemiskinan) secara umum terus merosot. Ditambah lagi dengan data BPS 2011 yang mencatat dari 28,29 juta penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 18,94 juta orang atau 63,4% di antaranya tinggal di wilayah pedesaan dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian.
Lalu, kita mendengar reforma agraria diserukan oleh seorang pemilik beribu-ribu hektar tanah, yang dirinya dan keluarganya termasuk dari hanya 0,2% penduduk beruntung itu? Barangkali ia menganggap semua orang itu bisa dibodohi dan dikibuli, percaya begitu saja kalau Prabowo akan menghapuskan ketimpangan penguasaan lahan menjadi merata. Di saat sebenarnya tensinya kembali tak stabil dan hampir terserang stroke lagi memikirkan 14,3 trilyun hutangnya?
Sungguh malang Hashim memiliki saudara, sedari dulu berniaga melulu bangkrut dan selalu Hashim yang membantunya. Pemilihan presiden ini, adalah pertaruhan terakhir Prabowo untuk melunasi hutangnya. Jika tidak, barangkali ia sudah bersiap-siap kembali ke Yordania, kali ini lari menghindari hutang.
Melihat perbandingan kepemilikan lahan Prabowo dengan data-data kepemilikan lahan rumah tangga tani yang dirilis dalam sensus pertanian, apakah kita dapat memastikan Prabowo benar-benar tulus? Atakah sengaja melakukan KEBOHONGAN PUBLIK melalui visi misinya? Baiklah, mari kita bertanya kepada rumput Yordania yang bergoyang.
Dan bagaimana dengan calon wakil presiden Hatta Rajasa yang menjadi pasangannya? Duet ‘musang berbulu ayam’ ini memiliki kelihaian berbohong dengan level yang sama; sempurna!
Walaupun Hatta berkoar-koar menaruh perhatian besar pada pemerataan pembangunan melalui program MP3EI, namun masyarakat luas sudah tahu bahwa program ini sejatinya tak lebih dari membuka kran investasi asing yang lebih menyebar di enam koridor utama perekonomian Indonesia: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku-Papua.
Program pro asing yang demikian jauh dari jiwa ekonomi kerakyatan. Melalui kebijakan deregulasi, penghapusan rintangan (debottlenecking), dan harmonisasi regulasi pusat-daerah dengan tujuan untuk lebih memuluskan jalan masuknya investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) di Indonesia. Program yang terinspirasi dari penelitian Boston Consulting Group ini tidak mempunyai fokus untuk membangkitkan perekonomian masyarakat miskin. MP3EI seolah berkata; selamat tinggal rakyat jelata!
Jenderal : Kita jadikan bangsa kita mandiri, bukan bangsa kacung dan kuli di negeri sendiri! (tangan mengepal udara dan mata melotot)
Rakyat : Siapa perancang dan pembuat Undang-Undanng Penanaman Modal Asing tahun 1967, sehingga PT. Freeport bisa masuk ke Indonesia, Jenderal?
Jenderal : Oh, itu inisiatif Bapakku Prof. Soemitro dan dijalankan oleh Mertuaku, Soeharto.
Rakyat : Trus, siapa pencetus program MP3EI dan Perpres 19 tahun 2014 tentang asing-isasi usaha pertanian?
Jenderal : Itu Hatta Rajasa, calon wakilku.
Rakyat : Waduh! Gimana ceritanya mau mandiri kalau begitu, Jenderal?
Jenderal : Diam kamu! Tak usah banyak Tanya! Ini cuma JUALAN!
Dorr..Doorr..Dorrr! (bau mesiu)
------------ (layar turun) ----------------
Lihat dokumen Visi_Misi_prabowo_Hatta yang diterima KPU pada bulan Mei 2014.
Junus Aditjondro, George. Menyongsong Era Soeharto, Babak Kedua.
http://indahzaida.blogspot.com/2014/05/ketimpangan-lahandalam-perspektif.html
Ruslan, Kadir. Sinyal Buruk dari Sektor Pertanian. Harian Waspada Medan, 14 April 2012
http://www.antaranews.com/berita/395220/program-mp3ei-untuk-kejar-pemerataan-pembangunan
http://forbesindonesia.com/berita-240-good-is-not-good-enough.html
@sindikatjogja
SINDIKAT JOGJA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H