Mohon tunggu...
Sindikat Jogja
Sindikat Jogja Mohon Tunggu... -

Paguyuban Jogja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andai Prabowo Presiden (Bagian I)

10 Juli 2014   23:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:43 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404984037841029929

Pilpres telah terlaksana dengan damai. Sungguhkah damai? Apakah tidak ada yang terganggu dengan aksi tak tahu malu Prabowo menyatakan diri sebagai presiden terpilih versi quick count pula, seperti membalas penyataan Jokowi beberapa saat sebelumnya. Ya, kemarin tanggal 9 Juli 2014, barangkali menjadi hari bersejarah sekaligus terlucu di tahun ini. Bagaimana seorang terpelajar katanya, membanggakan diri sekolah di luar negeri, namun dalam menghargai kaida ilmiah seperti statistika dan survey saja tak mampu.

Memang bukan Prabowo namanya jika tak ada aksinya yang menggelikan bahkan cenderung menyedihkan. Lembaga survey yang ‘memenangkan’ sang jenderal itu memiliki masa lalu yang lumayan suram, terlibat penipuan data, hingga tak jelas ujung-pangkal kehadirannya alias tak ada track record yang baik dan kredibel.

Apapun itu, semakin menunjukkan kita bahwa Prabowo memang sungguh berambisi menjadi presiden, usia hidupnya setelah Soeharto lengser memang dipersiapkan untuk merebut tampuk kepresidenan itu. Maka, tak heran jika sang jenderal yang dipecat ini tak siap dengan kekalahan (lagi). Karena sudah mencoba 3 kali, ah barangkali jika ada hadiah buat beliau berupa payung cantik.

Tetapi baiklah, demi menyenangkan hatinya agar tak naik tensi seperti kemarin (memaki wartawan atau berbicara penuh emosional dalam konferensi pers ‘kemenangan abal-abal), mari kita mengandai-andaikan bagaimana rupa Indonesia ini jika Prabowo menjadi presiden.

Jika Prabowo menang Pilpres 2014, barang tentu sorak-sorai para pendukungnya membahana dari Sabang sampai Merauke. Indonesia akan bangkit dari keterpurukan! Pikir mereka. Tentu Prabowo tak kalah girang, drama puluhan tahun merebut kepemimpinan negeri ini tercapai sudah. Rakyat Indonesia menyerahkan mandat pada ketegasan Macan Asia, pikir Prabowo. Dalam hati dia bertekad mempertahankan komitmen dan ketegasannya itu. Kalau perlu, dongkrak kadarnya, biar rakyat makin percaya, dan memulai manuver di DPR untuk mengembalikan UUD 1945 sebelum amandemen.

Toh, telah terjadi perubahan pasal 84, yaitu keputusan bahwa Kursi Ketua DPR tak otomatis jadi milik partai pemenang pemilu. Maka apapun bisa dikongkalikong dengan DPR yang separuh lebih isinya adalah anggota dari parpol koalisi Prahara. Yah, bagaimana pun revisi UU MD3 ini memang disepakati secara licik oleh DPR, memanfaatkan masyarakat yang tengah lengah oleh pilpres maka mereka bisa leluasa tanpa kritik berarti merevisi undang-undang.

Kembali kita mengandai-andai jika Prabowo menjadi presiden. Usia hingar bingar kegembiraan tidak akan berlangsung lama, karena ada banyak PR harus dikebut. Langkah awalnya barang tentu, membentuk kabinet. Di sini, Prabowo menghadapi ujian integritas pertama. Di satu sisi, dia banyak janji tentang pemberantasan korupsi dan kebocoran anggaran. Di sisi lain, dia juga berjanji akan bagi-bagi kursi dengan partai koalisi pendukungnya. Ada 7 kursi menteri untuk Golkar, 4 kursi untuk PKS, 1 kursi untuk HT, menteri utama untuk ARB, 5 kursi untuk PPP, 1 kursi ekstra menteri utama untuk Mahfud MD, dst.

Padahal, untuk memberantas korupsi dan mencegah kebocoran, Prabowo semestinya membentuk kabinet kerja, menghindari politik transaksi. Namun karena memang kebelet menjadi presiden, maka ia dia telanjur berjanji sana-sini pada partai-partai pendukungnya.

Tak masalah, toh Prabowo harus memilih di antara opsi sulit itu. Nah, coba bayangkan jika Prabowo memang benar ingin menunjukkan dirinya adalah sosok yang tegas bak Soekarno, dan memang bisa mengaum bak macan dan membuat orang tunduk pada keinginannya. Barangkali Prabowo ingin membuat dekrit? Ah, bisa jadi, dekrit pertama itu berbunyi: barangsiapa yang akan duduk di kabinet adalah orang yang tak punya sangkut-paut dengan kasus korupsi, sehingga orang yang berasal dari partai korup dilarang bermimpi menduduki kursi kabinet.

Alhasil, PKS, Demokrat, PPP harus gigit jari. Mereka tak bisa mengelak, bahwa masing-masing ketua umumnya terjerat kasus korupsi. Golkar pun harus ikut tersingkir, lantaran ARB masih menanggung kasus Lapindo yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya.

Prabowo lulus uji ketegasan pertama, semua pendukung yang kotor oleh kasus korupsi dia singkirkan dari kabinet. Konsekuensinya, seluruh kursi kabinet diduduki kader-kader Gerindra yang belum banyak kasus korupsi, karena memang belum pernah menjabat dalam koalisi pemerintahan. Para elit partai koalisi terpaksa ‘menggerundel’ dan mutung di belakang punggung Prabowo.

Tapi harus bagaimana lagi? Toh mereka, khususnya partai-partai Islam juga terlanjur mengangkat Prabowo jadi panglima perang laskar Islam. Panglima perang TIDAK boleh dibantah, karena membantahnya setara dengan penghianatan.

Sebagai penglima perang laskar Islam, bahkan Prabowo merumuskan dekrit kedua tentang hukum rampe, yaitu hukuman baru bagi orang yang dianggap berkhianat. Prabowo memandang bahwa penolakan terhadap instruksinya setara dengan pengkhianatan, dan pengkhianatan itu sama dengan perselingkuhan politik. Seperti halnya Seoharto, mempersonifikasikan dirinya sebagai Pancasila, maka pembangkangan kepada Soeharto adalah pembangkangan terhadap Pancasila.

Nah, bagi Prabowo, hukuman bagi zina politik yaitu kubur setengah badan, ditimbun tanah dari kaki sampai pusar, lalu dilempari HP sampai pingsan. Ini terobosan hukum progresif yang dibuat Prabowo, yang dia sebut sebagai hukum rampe, alias “rajam hape”.

Jadi ya sudahlah, dari pada ekornya lebih gawat. Fahri Hamzah, Amin Rais, dll rela melupakan jabatan di kabinet, daripada harus menderita rajam hape. Yang penting, Prabowo tetap komit menegakkan syari’ah seperti kontrak yang ditandatangani dengan FPI. Awalnya, PAN merasa dapat angin karena ketua umumnya masih bisa berkelit dari jerat korupsi MRT. Tapi ternyata, para menteri kader Gerindra menganggap kalau ujung kabinet masih rawan bocor. Berdasar kajian mereka, pelaku kebocoran bercokol di ujung kabinet itu, yaitu wakil presiden Hatta Rajasa yang bertanggung jawab atas kebocoran 1000 trilyun per tahun dalam kabinet SBY.

Demi mempertahankan ketegasannya, dengan gagah berani Prabowo kembali mengeluarkan dekrit pemecatan wakil presiden, karena dianggap bertanggung jawab atas berbagai kasus kebocoran Negara. Tentu saja Hatta Rajasa protes karena dia merasa berkontribusi terhadap kemenangan Prabowo dalam Pilpres. Selain itu, dia juga menagih janji Prabowo untuk menjamin keberlanjutan pemerintahan SBY dalam pemerintahannya. Menanggapi protes itu, Prabowo penuh percaya diri menjawab bahwa keberlanjutan itu diabadikan sebagai nama kabinetnya, yaitu Kabinet Anti Bocor (KAB). Nama kabinet itu jelas-jelas mirip nama kabinet SBY (KIB) yang berarti sudah mewakili skenario ‘menghargai pencapaian SBY dan melanjutkan program SBY’.

Lebih jauh Prabowo menegaskan, kalau Hatta masih ngeyel memprotes, dijamin dia juga bakal bocor, karena hukum rampe sudah menanti. Wassalam, kalo sudah diancam hukuman itu, tentu Hatta Rajasa pun ciut. Dia membayangkan dirinya, seorang mantan wakil presiden (walau hanya sekejap) ditimbun setengah badan, ditimpuk hape rame-rame. Mending dia nurut aja titah panglima perang laskar Islam itu. Penerimaan Hatta itu menuntaskan tugas pertama Prabowo, membentuk Kabinet Anti Bocor yang sekaligus mengukuhkan pemerintahan yang kuat, karena diisi orang-orang yang sepenuhnya taqlid, tunduk dan bisa dikendalikan oleh Prabowo. Berikutnya, tinggal memikirkan kebijakan-kebijakan yang akan dia jalankan selama lima tahun pemerintahannya.

Andai Prabowo menjadi presiden. Yah, sepertinya memang mesti jadi presiden. Karena pendukung setia Prabowo bahkan sampai ada yang berani menantang Tuhan jika tidak menjadikan Prabowo sebagai presiden. Betapa tidak, jangan-jangan banyak kecebong pendukung Prabowo yang berani berkata-kata seperti pemilik akun facebook bernama Egar Nara,"Ya Allah, aku menantang-Mu! Jika nanti yang jadi Presiden Indonesia 2014 bukan Prabowo Subianto, maka saya mending kafir dan saya tagih segerakan jatahku meninggal dunia! Akan saya gugat habis-habisan ke-Maha Bijaksana-an-Mu di akherat nanti! Saksikanlah ini Malaikat Maut!"

[caption id="attachment_333039" align="alignnone" width="1280" caption="ucapan yang tak pantas bagi seorang muslim untuk memaki-maki kebijaksanaan Allah hanya karena seorang calon presiden. Hilang akal dan hilang tawaqal."][/caption]

Sungguh, jika Prabowo tak jadi presiden, bisa jadi banyak yang akan masuk rumah sakit jiwa. Karena memang ternyata dalam pilpres kemarin Prabowo menang mutlak di RSJ Bali.

Ah, sungguh Prabowo dan antek-anteknya begitu lucu dalam upaya mereka menegakkan benang basah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun