Mohon tunggu...
Siti nurjanah
Siti nurjanah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suka melakukan perjalanan, baca buku, nonton film atau drama juga mendengarkan musik. - Nulis juga di : https://www.stnurjanahh.com - IG dan Twitter : @st_nurjanahh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tape dan Cerita Masa Kecil

4 September 2016   23:26 Diperbarui: 4 September 2016   23:53 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gbr : www.manfaat.co.id)

Masyarakat Indonesia tentu tidak asing dengan Tape, yups makanan tradisional hasil fermentasi (peragian) ini dari umbi-umbian umumnya singkong yang memiliki kandungan karbohidrat yang cukup banyak. Orang Bandung umumnya menamakannya peyeum.

Selain baunya yang khas tape memiliki kadungan yang cukup bermanfaat bagi tubuh. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tape singkong memiliki kandunganvitamin B1 yang sangat bermanfaat bagi otak, kemudian vitamin B3 yang dapat mengurangi stress dan membuat keadaan lebih tenang dan santai. Serta vitamin B12 yang dihasilkan dari mikroorganisme ketika proses fermentasi dan sangat bermanfaat mencegah anemia.

Ada 2 jenis tape yang umum dikenal masyrakat Indonesia secara umum yakni tape singkong dan tape ketan. Tetapi tahukah ternyata di mancanegara pun terutama kawasan Asia tenggara ada makanan sejenis ini dengan nama yang berbeda-beda seperti Khao Mak (Thailand), Basi Binubran (Filipina), Chao (Kamboja), Tape Pulut (Malaysia) dan lain-lain.

Saya jadi teringat bahwa makanan tape ini cukup lekat dengankehidupan masa kecil saya, sssttt…dulu saya bahkan bisa menghabiskan seperempat tape singkong seorang diri. Saya juga cukup menggemarinya ketika olahan tape di goreng atau sebagai pelengkap es campur bahkan saking gemarnya dengan tape untuk mengkonsumsi es campur saya tidak menambahkan apapun kecuali tape dan es serut serta siropnya saja, termasuk untuk minuman jus. Jadi lucu sendiri hampir apapun yang saya konsumsi selalu identik dengan tape.

Seingat saya mamah pernah bercerita tak heran jika saya begitu fanatiknya sama tape karena dari usia balita sudah sering di sapih dengan tape. Tapi untuk saat ini tidak seperti dahulu lantaran pedangan tape sendiri sudah jarang ditemui di daerah tempat tinggal saya dan entah lah rasa yang banyak di jual tak seenak dahulu di lidah saya.

Jika lebaran idul fitri almarhumah nenek dan mamah sangat rajin sekali membuat tape ketan, saya sih bisanya hanya membantu saat pembungkusan uli saja. Yang unik dalam proses fermentasi tape ketan ini katanya si pembuat tidak dalam keadaan datang bulan, dengan emosi stabil dan tidak boleh sedang banyak pikiran. Yang agak aneh lagi, mitosnya tidak boleh bicara saat proses pengadukannya. Pernah suatu kali saya dimarahi lantaran banyak bertanya.

Memang cukup banyak kuliner atau makanan yang mengingatkan dengan masa kecil tetapi mungkin yang cukup melekat ya..dengan tape. Bagaimana ceritamu ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun