Sengatan mentari tak surutkan asa. Mengais rupiah demi keluarga di rumah. Hanya berlindung di bawah naungan atap ala kadarnya, ibu-ibu dari kampung nelayan ini begitu semangat bekerja. Sigap, tangan kiri dan kanan bergantian mengayun ayakan (saringan) pasir tradisional. Pasir laut yang kering pun berjatuhan sepanjang ayakan. Butiran pasir lembut jatuh di bawah ayakan pertama dan kedua. Pasir yang bernilai rupiah ada di ujung ayakan ketiga. Bila sudah menumpuk, dengan sekop sederhana, maka pasir laut pun dimasukkan kantung (karung). Begitu usai, pekerjaan dimulai dari awal. Memasukkan pasir ke dalam ayakan. Lalu tangan pun kembali mengayun. Mengikuti alunan gelombang laut selatan yang bergemuruh.
Begitulah aktifitas keseharian wanita-wanita perkasa di kampung nelayan Pantai Watu Pecak, Pasirian Lumajang. Tak kurang dari sepuluh orang, siang itu sedang menambang pasir laut. Walau gubuknya berdekatan, jarang saling bicara. Masing-masing sibuk dengan pekerjaannya. Mengisi kesunyian pantai dengan bekerja dan terus bekerja seakan tanpa henti.
Pantai Watu Pecak
Saya penasaran dengan Lumajang. Tanah warisan dari Arya Wiraraja. Tokoh yang pernah berjasa pada Sanggramawijaya (Raden Wijaya) saat mendirikan Majapahit. Selama ini namanya tenggelam di bawah deretan “pemilik” pantai selatan Jawa. Padahal bertetangga dengan Jember di sebelah Timur dan Kabupaten Malang di sebelah Barat. Mestinya Lumajang juga punya pantai elok dan berkarang.
Akhirnya, siang itu tiba juga di Pantai Watu Pecak. Letaknya di Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian. Jaraknya kurang lebih 18 Km dari pusat kota Lumajang ke arah Selatan. Pantainya indah. Ombaknya, khas pantai selatan. Bergelora dan menggelegak. Pasirnya hitam kelam. Menandakan kandungan pasir besi yang dominan. Di beberapa titik, bibir pantainya tinggi. Tak banyak nyiur dan pohon di tepi pantai. Ada beberapa perahu nelayan yang teronggok membisu. Pantainya sepi dari pelancong. Beberapa rumah bambu milik nelayan pun seakan tak berpenghuni. Terik mentari memang membuat orang malas keluar rumah.
[caption id="attachment_348477" align="aligncenter" width="512" caption="Ayakan Pasir Tradisional"]
[caption id="attachment_348480" align="aligncenter" width="512" caption="Pasir bernilai rupiah"]