[caption id="attachment_345098" align="aligncenter" width="512" caption="Bajul Kroman"][/caption]
Kota kecil Pandaan semarak dan heboh. Macet sudah pasti. Ibarat magnet, jalan-jalan utama kota kecil di Lereng Gunung Welirang itu penuh lautan manusia. Gelaran Pasuruan Art & Culture Carnival, sebagai puncak peringatan Hari jadi Kab. Pasuruan ke-1085, benar-benar jadi tontonan spektakuler. Inilah event akbar yang mewadahi sekaligus wahana mengaktualisasikan keragaman budaya dan seni tradisi yang sudah tumbuh di sudut-sudut Kabupaten ini.
Jejak Sejarah
Pawai Budaya berawal di jantung kota Pandaan. Finish di Taman Candra Wilwatikta. Panji-panjidan merah putih jadi barisan pembuka. Berikutnya sepasukan berkuda dengan Gus Irsyad, Bupati Pasuruan tampil gagah sebagai pemimpin pasukannya. Lalu diikuti kelompok-kelompok kecil yang mewakili tiap jaman yang berbeda. Kelompok-kelompok tematik ini merajut sejarah Kabupaten Pasuruan. Dimulai sejak Jaman Kerajaan Kalingga, Mataram Kuno, Mpu Sindok, Majapahit, Demak-Pajang, sampai Untung Surapati. Tentu saja agar menarik masing-masing menggunakan kostum dan property yang sesuai dengan jamannya.
[caption id="attachment_345099" align="aligncenter" width="449" caption="Gus Irsyad, Bupati Pasuruan"]
[caption id="attachment_345102" align="aligncenter" width="512" caption="Susana, Istri Untung Surapati"]
Begitu kelompok kecil jejak sejarah berlalu, berikutnya tampilan dari 24 Kecamatan. Tiap kontingen diperkuat antara 30-200 personil. Keragaman geografis, topografis, etnik danbudaya, menjadikan sajian dari 24 Kecamatan benar-benar khas. Masing-masing kontingen mengaktualisasikan seni tradisi unggulan yang tumbuh dan berkembang di wilayah masing-masing.
Kontingen pembuka, diwakili Kecamatan Kraton dan Rejoso. Menampilkan sosok Pasuruan sebagai kota santri. Dimunculkan dengan parade tokoh-tokoh pejuang Islam dan Waliyullah yang sangat berjasa dalam meneguhkan Islam di Pasuruan. Di antaranya Mbah Soleh Semendi dan Mbah Sayyid Arif Segoropuro. Beliau inilah pendiri Pondok Pesantren tertua di Kabupaten Pasuruan.
[caption id="attachment_345101" align="aligncenter" width="486" caption="Ulama Pasuruan"]
Maskot
Maskot berupa mobil hias beraneka tema juga menyemarakkan Pasuruan Art & Culture Carnival. Hampir setiap kontingen menampilkan maskot-maskot dengan visual menarik dan eyecatching untuk memikat perhatian pengunjung. Ada maskot burung. Candi dan Masjid. Jugatampak maskot dari kalangan perusahaan yang mendukung gelaran ini. Secara keseluruhan menarik untuk dinikmati.
Walau matahari begitu menyengat, penonton tua muda yang tumplek blek sepanjang rute karnavalsepertinya tak hendak untuk meninggalkan tempat. Peserta pawai secara bergelombang hadir beriringan. Ada sajian tarian Gelleng Ro’om (Gelang Harum). Tarian khas gadis-gadis cantik memakai gelang emas berdarah Madura dari kecamatan Nguling. Bajul Kroman, sebuah cerita tentang Sepasang Buaya tampil sebagai wakil kontingen Bangil. Wujudnya seekor buaya raksasa yang sedang melahap manusia. Legenda ini begitu terkenal di Kecamatan Bangil. Selain itu banyak pula tampilan Pencak Bantengan, Kuda Monel, Sureng rana Sureng pati, dan arakan Prasasti Cunggrang.
[caption id="attachment_345103" align="aligncenter" width="512" caption="Gelleng Ro om"]
Tosari, menampilkan Bale Ganjur khas Jawa. Bale Ganjur adalah ensemble musik perkusi yang menggunakan perangkat gamelan dilengkapi dengan ceng-ceng yang lazim dijumpai di desa-desaPulau Bali. Tosari mewakili etnik Jawa penganut agama Hindu Tengger. Tampilannya tentu saja mirip-miripkesenian Bali.
Legenda Pak Sakerah, seorang mandor tebu jaman Kolonial Belanda ditampilkan dengan sosok garangnamun berhati bersih oleh Kecamatan Rembang.Perjuangannya dalam membela kebenaran tak mampu disurutkan walau nyawa taruhannya. Dengan kumis tebal dan baju loreng khas Madura, Pak Sakerah menunjukkan keberanian dan ketegasan sikapnya. Dengan senjata Celurit di tangan siap menyabet penjajah dan penjahat yang mengusik kehidupannya.
Grati yang terkenal dengan Ranu Grati (Danau Grati), menampilkan Legenda Baru Klinting. Sosok Naga raksasa yang hidup tenang dikedalaman danau. Sedang kontingen Prigen, tampil dengan Legenda Putri Jawi. Putrijelita yang menolak disunting Kebo Suwayuwo dan minta perlindungan Ki Ageng Pandak. Kontingen Prigen diperkuat oleh Tim kesenian SMA Sejahtera Prigen tampil memukau dengan koreografi display yang apik.
Pandaan tampil paling kolosal dan atraktif melibatkan 250 personil. Mengusung tema Adege Pandegan (berdirinya Pandaan ). Kisahnya mirip dengan tampilan kontingen Prigen yakni Putri Jawi. Sentuhan dan atraksi serta maskotnya saja yang berbeda. Dilihat dari tampilannya, kontingen Pandaan ini nampak paling siap. Paling mahal, namun paling atraktif. Mereka betul-betul tampil maksimal dan mampu jadi tuan rumah yang bisa diandalkan.
Begitulah, Pasuruan Art & Culture 2014, seolah mampu membangkitkan seni tradisi yang selama ini terkungkung di sudut-sudut keseharian masyarakat pedesaan. Semoga ke depan, seni tradisi ini makin berkembang dan bisa bertahan dari gempuran jaman. Sekaligus memberi ruang bagi kalangan seniman untuk tampil dan berkontribusi. Termasuk mendongkrak ekonomi rakyat dan pariwisata daerah. Tak kalah pentingnya, acara ini tidak diimage-kan ikut-ikutan JFC atau Banyuwangi Etno Carnival yang sudah lebih dahulu mendunia.
[caption id="attachment_345111" align="aligncenter" width="469" caption="Putri Jawi diapit Ki Ageng pandak dan kebo Suwayuwo"]
Artikel terkait
Serunya Nonton Bale Ganjur Jawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H