Raden Wijaya, pendiri Majapahit menikahi ke-empat putri Kertanegara: Tribhuwana, Dyah Duhita (Mahadewi), Jayendradewi (Prajnaparamita) dan Dyah Gayatri (Rajapatni). Tribuwana merupakan Parameswari / Ratu. Tapi, Gayatri yang termuda, terpintar dan tercantik konon paling disayangi Raden Wijaya dan mendapat gelar Rajapatni (pendamping raja). Selain itu, Dara Petak saudari Dara Jingga yang berasal dari seberang juga diperistri oleh Raden Raden Wijaya sehingga lahirlah Jayanegara. Raden Wijaya dan Dyah Gayatri mempunyai 2 putri. Tribuwana Tunggadewi dan Rajadewi. Tribuwana Tunggadewi melahirkan Hayam Wuruk yang kelak menjadi raja besar di Majapahit. Bisa jadi, dalam perjalanan sejarah Majapahit, Dyah Gayatrilah sebenarnya “otak” dan pemberi arah kebijakan serta tata pemerintahan serta politik, sehingga Majapahit mencapai kejayaannya. Maka tak salah kalau Mpu Prapanca menuliskan: Rajapatni beranak cucu raja-raja terkenal di tanah Jawa. Untuk itulah perlu dibuatkan candi makam yang megah untuk mengenang jasa-jasa dan pengorbanannya. Dan disana dibuatkan Arca Prajnaparamita sebagai lambang kemuliaan Sang Rajapatni. Prajnaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh Sang pendeta Jnyanawidi Telah lanjut usia , faham akan tantra, menghimpun ilmu agama Laksana titisan Empu Barada, mengembirakan hati baginda (Negarakrtagama Pupuh 69: 1)
Prajnaparamita Dalam bahasa Sansekerta, Prajnaparamita berarti kesempurnaan dalam kebijaksanaan. Arca Prajnaparamita mempunyai ciri khas yakni dua telapak tangannya membentuk dharmacakramudra (memutar roda ajaran) atau pemberian wejangan oleh Budha untuk pertama kalinya sesudah mencapai kebudhaan. Namun adapula arkeolog yang menyebutnya vyakhyanamudra dengan alasan bahwa arca tersebut menggambarkan sikap berbicara atau memberi penjelasan. Arca ini digambarkan sedang duduk di atas padmasana (bunga teratai merah) ganda. Di bagian belakang arca terdapat prabhamandala (sandaran). Roman mukanya tenang, teduh dengan pandangan mata terpusat pada ujung hidung. Menunjukkan ketinggian budi Sang Rajapatni. [caption id="attachment_297232" align="aligncenter" width="210" caption="Arca Prajnaparamita (id.wikipedia.org)"]
Candi yang Mengenaskan Saya ditemani putri saya Amanda dan beberapa siswa beberapa waktu lalu menyusuri beberapa situs purbakala di Tulungangung. Termasuk mampir ke Prajnaparamitapuri yang lebih dikenal sebagai Candi Gayatri. Ada yang menyebutnya Candi Boyolangu, karena terletak di Boyolangu. Saya membayangkan, bahwa Prajnaparamitapuri adalah bangunan candi yang sangat elok. Karena dari berita Negarakrtagama, candi ini dikhususkan untuk pendharmaan Rajapatni. Saat masih hidup, Ibu Suri ini sangat dihormati dan dikagumi oleh baginda Hayamwuruk. Raja besar ini tentu tak akan membangun cayta sederhana untuk nenek yang dicintainya. Saya juga membayangkan, Arca perwujudan Dyah Gayatri Rajapatni pastilah secantik Arca Prajnaparamita yang ditemukan di Candi Wayang, Singosari Malang. Yang dulu pernah dibawa ke Leiden dan sekarang replikanya ada di Museum Nasional Jakarta. Bayangan keelokan Prajnamitapuri buyar begitu memasuki gerbang tempat candi berada. Ternyata kondisi Prajnaparamitapuri sangat mengenaskan. Candi berbahan bata merah ini sudah runtuh. Hanya tersisa kaki candi di candi induknya. Ada sisa-sisa tangga di arah barat. Tinggalan lain yang bisa dijumpai di candi berukuran 11,40 x 11,40 meter ini adalah umpak dari batu andesit. Di salah satu umpak dituliskan angka tahun 1289 C (1367 M) yang kemungkinan dipakai sebagai tetenger tahun pembuatan candi. [caption id="attachment_297233" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Induk"]
Tepat di tengah reruntuhan candi induk, dinaungi cungkup sederhana ditempatkan Arca Prajnaparamita. Arca ini adalah perwujudan Dyah Gayatri Rajapatni yang kondisinya tak kalah memprihatinkan. Kepalanya hilang entah kemana. Tinggal badan arca, duduk tenang seperti sedang bersemedhi. Kalau saja arca ini utuh, mungkin akan menjadi salah satu arca "tercantik" yang pernah dibuat di jaman Majapahit. Sungguh sayang! Tak jauh beda dengan candi induk, dua candi perwara juga hampir rata dengan tanah. Tidak nampak lagi bentuk aslinya. Lebih tepat disebut tumpukan batu. Posisinya ada di utara dan selatan candi induk. Ada beberapa umpak serta lingga yang diletakkan begitu saja di tengah reruntuhan. Ah, sungguh memprihatinkan kondisi Prajnaparamitapuri, pendharmaan Sang Rajapatni yang telah “membesarkan” Majapahit. Memang tidak mudah merekontruksi kembali candi ini. Karena bentuk aslinya tidak pernah diketahui. Mudah-mudahan dengan mengingatnya, Sang Rajapatni masih tersenyum di nirwana.
[caption id="attachment_297238" align="aligncenter" width="512" caption="Reruntuhan Cani Perwara"]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI