Hari Senin, 4 Agustus 2014, kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah resmi dimulai. Saat itu pula secara resmi diberlakukan kukikulum terbaru di seluruh sekolah: Kurikulum 2013 (K13). Suka tidak suka, mau tidak mau, siap tidak siap, nampaknya semua sekolah harus siap mengimplementasikannya. Padahal kenyataannya memang belum seluruhnya siap.
Salah satunya, kesiapan Buku K13 yang dipesan oleh sekolah ke penerbit/ percetakan belum seluruhnya tiba di sekolah. Masalahnya memang rumit. Penerbit/ percetakan harus menyiapkan semua buku yang dipesan oleh sekolah. Bila buku sudah tiba, baru sekolah membayarnya. Sekolah (SMA) nggak perlu repot-repot keluar uang karena sudah disiapkan 50% dana BOS untuk bayar bukunya. Masalahnya, penerbit harus menyiapkan dana besar untuk mencetak dan mendistribusikannya. Ini bukan persoalan mudah bagi penerbit.
Persoalan lain, sekolah pun enggan membayar di depan. Siapa berani menjamin setelah buku dibayar tapi barangnya tak pernah sampai di sekolah. Ini persoalan di Pulau Jawa. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi di luar Jawa dan sudut-sudut negeri ini. Lainnya, mungkin juga ada sekolah yang tidak mau pesan, padahal bukunya murah!
Belum lagi masih belum meratanya pemahaman tentang K13 di kalangan guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Training, workshop, pelatihan sudah tergelar. Namun belum seluruhnya kelar. But, show must go on. Semuanya akan dilaksanakan sambil jalan. Ini juga satu persoalan pendidikan yang sekarang sendang trend di tanah air.
Kita pun masih ingat, tiap tahun Ujian Nasional (UN) selalu jadi bahan perbincangan dan perdebatan. Bahkan, untuk mengawasi UN pun diperlukan bantuan dosen perguruan tinggi yang belum jelas manfaat dan arahnya. Lha kadang mengurusi mahasiswanya sendiri saja belum bener kok ikut ngurusi sekolah!
Perlu Mendikbud .. das des.. set set!
Jika dicermati, masih banyak persoalan-persoalan pendidikan yang rumit di negeri ini. Untuk mengatasinya hanya ada satu cara. Mendikbud yang benar-benar tahu kondisi di lapangan dan punya banyak cara dan akal untuk menyelesaikannya. Siapa? Dahlan Iskan (DI), jawabnya! Beliau adalah figur pas mengisi jabatan Mendikbud di kabinet mendatang!
Track record Pak DI dalam membenahi kesemrawutan, karut marut, atau apapun namanya tidak perlu diragukan. Walau kadang ada orang bilang itu berlebihan. Atau sekedar pencitraan. Tapi saya percaya. Dahlan Iskan bekerja tulus. Demi Indonesia. Bila selama ini pemikiran beliau banyak tercurahkan untuk mengatasi "kemacetan" infrastruktur, saatnya ke-depan pemikiran beliau digunakan untuk mengawal dan memaksimalkan proses pendidikan dan penyiapan Sumber Daya Manusia yang unggul
Dahlan Iskan, arek Takeran Magetan, di kalangan jurnalis dikenal sebagai ”dewa penyelamat” JAWAPOS. Kerja kerasnya yang tak kenal lelah dan kenal waktu membuat harian nasional yang terbit dari Surabaya itu sekarang menggurita. Mungkin hanya KOMPAS yang jadi saingan utamanya.
Terobosan-terobosan jurnalistik dan jurnalistrik Dahlan Iskan juga mampu memberi penerangan bagi warga yang sudah lama antre sambungan PLN. Bahkan dengan kepiawaiaannya mampu menyediakan sumber-sumber listrik baru dan menyambungkan listrik ke daerah-daerah yang selama ini gelap.
Begitu pula kiprahnya dan terobosannya di BUMN. Sudah banyak menjadikan perusahaan-perusahaan plat merah yang semaput jadi bangkit. Yang masih hidup jadi lebih meneguk untung.