[caption caption="Peserta Kongres Pemuda II (Sumber Wikipedia)"][/caption]Konon, Mohammad Yamin menulis deretan kalimat pada secarik kertas dan menyerahkannya pada Soegondo Djodjopoespito, Ketua Kongres, disela-sela pidato Mr. Soenario saat Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Bunyinya:
Kami, putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia
Kami, putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia
Kami, putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia
Seakan begitu mudahnya, tokoh pemuda dari Sawahlunto itu membuat rumusan yang awalnya disebut “Ikrar Pemuda” tapi kemudian direvisi menjadi “Sumpah Pemuda” itu. Tidak sembarang orang bisa melakukannya. Bisa jadi pilihan kata dan kalimat serta "ruh" dari ikrar itu lama terpendam di dada dan pikiran seorang Mohammad Yamin. Kemunculannya tidak mungkin tiba-tiba. Pastilah melalui pergulatan pemikiran, diskusi, dan kontemplasi yang mendalam. Bisa pula ada sumber inspirasi yang begitu kuat mendorong Yamin muda melakukannya. Menelusuri ini sangat menarik. KIta akan menemukannya setelah melihat rekam jejak seorang Mohammad Yamin, walau sepintas.
Rekam Jejak
Berpangkal dari Kongres Pemuda II yang didukung oleh organisasi pemuda: Jong Java, Jong Sumatranend Bond, Jong Celebes, Jong Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Sekar Rukun, Jong Ambon dan Pemuda Kaum Betawi, secara kolektif mereka mengobarkan semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Padahal saat itu negeri ini masih di bawah kungkungan penjajah. Segala aktifitas, apalagi yang bersifat kumpulan massa pasti akan dibayangi intel-intel Belanda. Suasananya pasti mencekam. Kekuatiran pasti ada. Termasuk perasaan saling curiga. Karena siapa kawan dan siapa lawan kadang sulit dibedakan. Tapi semua resiko sepertinya dikesampingkan. Mungkin kalau jaman sekarang boleh disebut aksi pemuda yang mengadakan Kongres itu tergolong, Bonek: Bondo Nekat.
Menjadi menarik diperbincangkan tatkala melihat sosok Mohammad Yamin sebagai salah satu penggagas, konseptor dan penulis “Sumpah Pemuda”. Pasti dia adalah pemuda yang cerdas. Boleh dibilang brilian di jamannya. Selain berorganisasi, berdiskusi, tentunya sudah ratusan buku, termasuk buku sejarah negeri ini dilahapnya. Mengapa? Tidak mudah bagi seorang Yamin menginisiasi sebuah aktifitas kepemudaan yang bertujuan mencapai kemerdekaan jika tidak memahami pentingnya modal dasar kemerdekaan yakni: persatuan. Mohammad Yamin sangat sadar, persatuan adalah tonggak awal untuk mencapai kemerdekaan!
Jika dirunut ke belakang, bisa jadi pengetahuan akan sejarah, patriotisme dan nasionalisme Mohammad Yamin muncul, tumbuh dan berkobar tatkala beliau mengenyam pendidikan di AMS yang banyak memberikan kesempatan belajar sejarah dan purbakala, Bahasa Belanda dan bahasa asing lainnya. Mungkin disanalah beliau menemukan tulisan Dr. J.L.A Brandes “Pararaton”. Di buku sastra klasik ini termaktub “Sumpah Hamukti Palapa”. Sumpah yang pernah diucapkan Mahapatih Gajah Mada tahun 1336 M. Isinya, keinginan mempersatukan nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Sampai-sampai Jabung Terewes, seorang pembesar Majapahit pun menertawainya. Memang terkesan ambisius, sentralistik dan penuh kekerasan. Tapi paling tidak, dari Sumpah Palapa ini bisa terbaca kalau Gajah Mada adalah visioner. Pandangannya sudah jauh ke depan melampaui jamannya. Menurutnya, Majapahit akan jaya jika Nusantara sudah bersatu di dalamnya.
"Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.
Sosok Gajah Mada adalah sosok yang sangat menginspirasi Mohammad Yamin. Begitu intens Mohammad Yamin mempelajari sosok sang Mahapatih Majapahit Sehingga dari tangannya lahir Novel Gajah Mada serta Drama Ken Arok dan Ken Dedes. Ulasan-ulasan Mohammad Yamin tentang sejarah jaman klasik, walaupun latar belakang akademisnya Sarjana Hukum, makin menunjukkan figurnya yang mumpuni sebagai seorang sejarahwan. Akhirnya dalam sebuah kesempatan Mohammad Yamin menerbitkan buku, Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara! Inilah wujud nyata kekaguman Mohammad Yamin pada Gajah Mada, pencetus “Sumpah Palapa”.