Keraton bergaya Singhasari-Majapahit, telah muncul di Malang. Tepatnya, di sebuah lembah yang diapit dua bukit kecil dekat Candi Jago, Tumpang Malang. Ibarat keraton tiban--keraton yang muncul tiba-tiba--keraton Lembah Tumpang tampil beda, mengusung nuansa zaman klasik, berhasil mencuri perhatian.
Di tangan Yogi Sugito, mantan Rektor Universitas Brawijaya, sebuah lembah sepi yang dibelah sungai kecil disulap jadi destinasi wisata yang apik. Menyuguhkan spot-spot unik dari zaman klasik berupa aneka bentuk arca.
Dilengkapi kolam renang yang airnya mengucur dari jaladwara (pancuran) yang mengingatkan pada sebuah petirtaan (pemandian kuno). Tak ketinggalan, sebuah miniatur candi, seukuran Candi Jago, dibangun di tengah lemba.Â
Semakin meneguhkan bahwa ini adalah destinasi wisata menarik serta unik serta sarat dengan nilai sejarah dan seni.Â
Saking banyaknya arca yang didirikan di tempat ini, banyak yang menyebut Lembah Tumpang adalah Wisata Lembah Seribu Candi. Saya amati, arca-arca ini bukan dibuat dan dipahat dari batu andesit, seperti layknya arca dari zaman klasik (zaman Kerajaan Hindu-Budha).Â
Namun, dibuat menggunakan sistem cetak. Cirinya, hampir semua arca memiliki bentuk wajah, tangan, kaki serta asesoris yang serupa.Â
Walaupun begitu, arca yang didirikan di tempat ini bukan arca yang dibuat dengan rupa dan bentuk sekehendak hati. Kalau saya tidak keliru menilai, konseptor Lembah Tumpang, telah mengadopsi bentuk dan rupa arca peninggalan dari zaman Hindu-Budha yang banyak ditemukan di museum. Baik museum di Jawa Timur maupun koleksi arca di Museum Nasional Jakarta.
Telusuri Lembah Tumpang