Cungkup (bangunan terbuka dengan atap penutup) Prasasti Siman,  kondisinya sangat memperihatinkan. Atapnya dari seng sudah  lapuk berkarat dimakan zaman. Tiang penyangganya tak perlu waktu lama untuk segera roboh berantakan. Lebih mengenaskan lagi saat melihat sosok Prasasti Besole. Setiap hari tersengat mentari. Tak ada tempat berteduh saat turun hujan. Hanya plastik kumal membungkus bagian atas prasasti. Entah apa maksudnya. Mungkin dulunya berfungsi sebagai pelindung sementara dari hujan. Secara kasat mata, nampak kedua prasasti ini sangat jauh dari kata terawat, alih-alih dilestarikan!Â
Kedua prasasti dari masa berbeda itu tak seberuntung prasasti lainnya. Ada yang terawat dengan baik di museum. Termasuk pula yang sudah diberi cungkup di tempat berdirinya oleh pihak terkait.Â
Namun, siapapun yang peduli akan warisan sejarah dan benda cagar budaya pasti prihatin melihat kondisi Prasasti Siman dan Besole. Jika dibiarkan, bisa jadi warisan sejarah itu akan rusak.Â
Bisa patah berkeping-keping. Bisa aus dan tak terbaca lagi karena pengaruh kondisi cuaca yang menggerogotinya setiap hari. Â
Padahal prasasti adalah sumber sejarah primer yang sangat dibutuhkan oleh para arkeolog, filolog dan sejarawan untuk membuka tabir kejadian dan kehidupan di masa lalu. Kehilangan prasasti, tak ubahnya kehilangan harta karun yang tak ternilai harganya.
Prasasti adalah sumber terpenting dibanding sumber sejarah kuno lainnya seperti naskah/ kitab kuno dan berita asing. Sebagai dokumen tertulis, keberadaan prasasti akan bercerita dan berbicara lebih banyak di tangan para ahli epigrafi. Dari prasasti banyak diungkap kronologi suatu peristiwa sejarah. Ada unsur penanggalan dan nama-nama pejabat tinggi dan atau penguasa/ raja, beserta genealogi/ silsilah keluarganya. Termasuk juga alasan mengapa suatu prasasti ini dikeluarkan. Tentunya informasi seperti ini sangat langka dan berharga.Â
Terlebih jika prasasti itu terbuat dari batu atau upala prasasti. Maka hampir dapat dipastikan, lokasi penempatan (penemuan) prasastinya masih in situ (di tempat aslinya).Â
Kecuali prasasti-prasasti tertentu yang sudah diboyong ke museum atau ke luar negeri. Artinya, prasasti tersebut menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu di lokasi prasasti itu berdiri. Ini berbeda dengan prasasti dari logam, baik tembaga atau perunggu (tamra prasasti) dan prasasti di daun lontar (ripta prasasti ) yang bisa pindah kemana-mana dengan mudah.Â
Jadi, jika prasasti tembaga atau lontar ditemukan di Malang, bisa jadi kejadiannya di Kediri. Khusus untuk Prasasti Calcuta/ Prasasti Pucangan, prasasti batu yang ditemukan di sebuah tempat di India, ketika dialih bahasakan, isinya malah tentang silsilah raja Airlangga, penguasa Jawa Timur sebelum era Singhasari-Majapahit.
Baca Artikel Menarik Lainnya :Â Â Menyingkap Misteri Liyangan setelah Terkubur 1000 Tahun
Keberadaan Prasasti Siman dan Prasasti Besole yang tak terurus, membuat komunitas PASAK (Pelestari Sejarah Budaya Kadhiri)  dan Tapak Jejak Kadhiri  terketuk. Mengapa?Â
Ya...karena kedua prasasti itu terletak sekitaran wilayah teritorial kedua komunitas tersebut.  Walaupun sebenarnya nggak ada kavling-kavlingan seperti itu, karena komunitas pelestari cagar budaya, yang notabene adalah organisasi sosial yang  bebas bergerak ke mana saja. Independen, merdeka dan bebas beraktifitas di mana saja.
Aksi Solidaritas untuk Prasasti Besole dan Prasasti Siman
Awalnya Doni Wicaksono Jati, pria berambut gondrong yang juga seorang bassist grup Rock Metal di Kediri, bersama Komunitas Tapak Jejak Kadhiri  mengunjungi dan mensurvey ke lokasi Prasasti Besole di Dukuh Besole, Desa Darungan, Kecamatan Suruwadang, Kabupaten Blitar.Â
Sudah menjadi style dari warga komunitas, ngomong sedikit tapi bekerja yang banyak. Â Jarak Kediri-Blitar yang lumayan jauh tak menyurutkannya untuk segera beraksi. Â Setelah koordinasi secara internal, maka disusunlah program untuk penyelamatan Prasasti Besole. Salah satunya membuka open donasi di media sosial.
Bak gayung bersambut, berbagai komunitas pelestari cagar budaya Jawa Timur, bahkan merambah sampai Jawa Tengah memberi respon positif.Â
Termasuk juga beberapa orang yang secara pribadi sangat tersentuh dengan kondisi Prasasti Besole. Akhirnya selama open donasi, lebih dari 7,5 juta rupiah terkumpul untuk digunakan sebagai biaya pembuatan cungkup di Prasasti Besole.
Aktifitas Komuntas Tapak Jejak Kadhiri akhirnya menginspirasi komunitas PASAK (Pelestari Sejarah Budaya Kadhiri) untuk melakukan hal yang sama terhadap Prasasti Siman. Â
Novi Bahrul Munib selaku motor komunitas PASAK berhasil menghimpun fresh money dari berbagai komunitas pecinta cagar budaya dan perseorangan. Tak kurang dari 16,5 juta rupiah terkumpul untuk pembuatan cungkup Prasasti Siman.Â
Inilah aksi solidaritas yang patut diapresiasi baik untuk para inisiator pembuatan cungkup yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta uang, juga bagi seluruh donatur yang sudah berbaik hati mendukungnya. Inilah aksi nyata komunitas cagar budaya Jawa Timur (khususnya) dan nusantara umumnya!
Saya akhirnya jadi ingat pada momen Deklarasi Komunitas Pelestari Cagar Budaya di Lamongan, tahun 2018. Saat itu di sana berkumpul berbagai komunitas pecinta, pelestari dan penyelamat cagar budaya yang bertekad bulat secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelestarian dan penyelamatan cagar budaya Jawa Timur, khususnya.
Baca Juga : Deklarasi Komunitas Cagar Budaya
Pembuatan Cungkup Prasasti Besole
Begitu dana sudah terkumpul, Doni Wicaksono Jati dan anggota dari berbagai komunitas baik dari Kediri, Blitar, Tulungagung juga Madiun mulai melaksanakan pekerjaan pembuatan cungkup.Â
Aktifitas ini sangat terbantu karena pihak pemilik tanah sangat welcome pada aktifitas warga komunitas. Beberapa warga pun larut ikut membantu untuk mempercepat proses pembuatan cungkup.Â
Prasasti Besole berukuran panjang 157 cm dengan lebar 87 cm. Tebal lempengan batunya 25cm. Dulunya terkubur dalam tanah. Baru di tahun 1938, ditegakkan di posisinya sekarang. Berhuruf Jawa Kuno namun sudah sangat aus.Â
Pada bagian depan terpahat Candra Kapala Lancana dengan angka tahun 1054 saka. Dari angka tahun ini diperkirakan, Prasasti Besole berasal dari zaman Raja Bameswara yang memerintah Kadhiri tahun 1038-1056 saka. Seperti yang termuat dalam Berita Arkeologi, Nomor 47, tahun 1996/1997.Â
Akhirnya,  setelah dikerjakan selama seminggu (8-15 Agustus 2020), berdirilah cungkup Prasasti Besole, yang diharapkan mampu melindungi batu beraksara Jawa Kuno ini dari pengaruh cuaca secara langsung, karena sengatan panas mentari dipadu guyuran hujan, terutama yang bersifat asam dipastikan akan mudah menggerus kata  dan kalimat yang sudah terpahat di sana.Â
Penyelamatan Prasasti Siman
Prasasti Siman terletak di Desa Siman, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Tak jauh dari Waduk Siman yang dibangun tahun 70-an. Prasasti ini kenal pula sebagai Prasasti Paradah. Ada dua batu prasasti. Keduanya dalam kondisi bagus. Disebut Prasasti Paradah I dan Prasasti Paradah II. Tulisannya belum aus. Tentu sayang kalau nggak terurus.
Dari alih aksara yang pernah dilakukan oleh sarjana Belanda dan dimuat dalam OJO XLVIII, diperkirakan Prasasti Siman ini peninggalan dari zaman Sindok. Karena di sana tertulis angka tahun 865 saka/ 943 Masehi. Â Dibuat lebih dari 1000 tahun yang lalu!
Berisi perintah Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok Sri Wisanaikrama Dharmottunggadewa  agar tanah sawah di utara sungai Desa Paradah dijadikan sima, sebagai tempat suci bagi hyang dharmakamulan.
Prasasti Siman merupakan "saudara" dari Prasasti Harinjing, yang sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Keduanya berasal dari lokasi yang berdekatan. Prasasti  Harinjing kemudian dijadikan pedoman dalam penentuan hari jadi Kabupaten Kediri.Â
BACA JUGA : Â Komunitas Sejarah, Pejuang Sejati Tanpa Pamrih
Atas usaha Novi Bahrul Munib dari komunitas PASAK yang didukung penuh teman-teman komunitas lainnya, akhirnya setelah dikerjakan mulai tanggal 7 Oktober 2020 sampai 23 Oktober 2020, maka cungkup Prasasti Siman pun berdiri megah untuk ukuran perkerjaan swadaya komunitas.Â
Ke depan, komunitas akan melakukan langkah-langkah edukasi agar kedua prasasti ini benar-benar aman. Karena itulah salah satu warisan budaya masa lalu yang sangat bermanfaat bagi generasi saat ini dan generasi masa depan. Â
Artikel Menarik Lainnya
1. Serunya Blusukan ke Candi Gambar Wetan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H