PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2018 bikin shock banyak orang. Kehadirannya dengan regulasi baru dan waktunya "mendadak" alias mepet dengan pelaksanaannya menimbulkan banyak polemik di masyarakat. Salah satu contoh, gegernya PPDB di Jawa Tengah. Lantaran hasil pemantauan langsung Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menemukan 78.000 SKTM palsu digunakan untuk pendaftaran PPDB.Â
Ya, penggunaan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) menjadi salah satu celah lebar untuk memuluskan seleksi PPDB. Langkah ini banyak ditempuh orangtua/wali murid untuk memasukkan putra-putrinya ke sekolah negeri (favorit). Tentunya kasus-kasus PPDB tidak hanya di Jawa Tengah. Lembaga Ombudsmand (LO) Yogyakarta, yang salah satu anggotanya adalah Kompasianer Yusticia Arif, juga menerima banyak laporan tentang kekisruhan PPDB ini.
Ya begitulah, riak-riak ribetnya PPDB pun muncul ke permukaan di berbagai daerah. Termasuk yang diuraikan dalam beberapa artikel menarik Kompasianer Rumah Kayu di Kompasiana serta serial catatan (pinggir) PPDB di wall facebook-nya.
Permendikbud 51/2018
Mengantisipasi terulangnya kasus dan kekisruhan PPDB 2018, maka pada akhir 2018 pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud sudah menyiapkan regulasinya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018. Produk hukum ini sekaligus mengakhiri masa tugas Permendikbud NO 14 Tahun 2018, tentang PPDB.
Penerbitan Permendikbud yang dilakukan pada awal tahun dinilai tepat, karena secara tidak langsung memberikan pemerintah waktu yang cukup untuk mensosialisakan regulasi PPBD itu kepada masyarakat jauh-jauh hari, sebelum portal online PPDB kembali dibuka pada bulan Mei 2019.
Jika dicermati, banyak poin menarik di Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 ini. Pertama, adalah proses seleksi siswa yang berbeda dengan tahun 2018. Tahun 2019 ini, seleksi calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA hanya menggunakan jalur zonasi, prestasi dan jalur perpindahan tugas orangtua/wali. Tidak ada jalur yang lain. Titik!Â
Jalur Zonasi adalah jalur utama seleksi PPDB. Jalur ini menampung 90% dari kuota/daya tampung/pagu yang ada di suatu sekolah. Sistem zonasi maknanya, sekolah akan mengutamakan (menerima) peserta didik dalam zona yang sudah ditentukan. Zona adalah daerah terdekat dengan tempat tinggal calon peserta didik yang akan mendaftar.Â
Kedua, poin menarik lainnya adalah untuk mendukung azas nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan. Sebelum pelaksanaan PPDB, sekolah wajib menetapkan dan menyampaikan kuota/pagu kepada masyarakat. Ini termasuk peristiwa langka.Â
Kuota/pagu tersebut menyesuaikan dengan Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) paling mutakhir. Kalau PPDB-nya Mei 2019, maka cut off DAPODIK biasanya dilakukan di bulan Januari 2019.Â
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari sekolah yang menerima sekolah menerima kelebihan jumlah pendaftar dan akhirnya membuka rombongan belajar baru (Rombel) atau malah membuat Ruang Kelas Baru (RKB). Ini jelas-jelas dilarang, sesuai pasal 14, ayat 5, Permendikbud 51 Tahun 2018.