Turun dari punggung kuda, saya bergegas setengah berlari, naik tangga menuju Candi V. Letaknya di sebuah puncak bukit, yang merupakan puncak tertinggi kompleks Candi Gedong Songo. Dikenal sebagai Puncak Nirwana.
Sesampainya di puncak kompleks candi (Menikmati Semilir Bayu, Berkuda dan Tebaran Candi di Gedong Songo), saya seperti terlempar ke masa lalu. Viewnya sungguh eksotis. Sekeliling nampak hijau royo-royo. Di dekat saya berdiri, ada satu bangunan candi. Menurut saya mungil. Tegak membisu kedinginan di puncak bukit.
Dari tempat ini, wajah keindahan panorama Gunung Ungaran begitu memesona. Lukisan alam terbentuk dari punggung bukit yang hijau, lekukan-lekukan jurang, kepulan asap Belerang serta puncak-puncak candi kecil nampak menyembul di kejauhan. Sungguh membuat betah!
Selepas menikmati pemandangan, perhatian saya tertuju pada candi kecil di pelataran. Candi ini wujudnya relatif utuh. Berdiri di atas batur setinggi 1 meteran berdenah persegi empat. Di atas batur terdapat Pelipit yang menjorok keluar selebar setengah meter membentuk Selasar (semacam teras tempat orang berjalan).Â
Di tubuh candi juga ada relung-relung. Hanya ada satu relung yang berisi Arca Ganesha. Namun kondisi arcanya sudah aus. Jika dilihat dari sisa-sisa bangunannya, sepertinya ini candi induknya. Bekas-bekas pondasi disekitarnya kemungkinan adalah Candi Perwara.
Saya menyeberang lapangan rumput menuju Candi Gedong IV yang ada di sisi Selatan. Wujud Candi IV mirip dengan Candi V. Namun dilihat dari sisa-sisa bangunannya, agaknya kumpulan candi di Candi IV lebih banyak lagi candi perwaranya.Â
Teori berkuda yang tadi didapat, langsung dipraktikkan kembali. Tubuh condong ke belakang. Tarik tali kekang erat-erat. Kaki menekan sanggurdi agak kuat. Tubuh rileks ikuti ayunan pelana kuda. Saya yakin, sang Kuda pasti hafal jalan yang harus dilaluinya.
Di tengah jalan, sempat berhenti sejenak di pinggang bukit yang mengalirkan sumber air panas yang keluar dari perut bumi. Dari sebuah lubang nampak asap tebal mengepul.