Nah, pasir hitam inilah yang menjadi asal muasal tragedi Lumajang. Salim Kancil dan Tosan adalah aktifis yang begitu getol menolak penambangan pasir liar di sepanjang pantai Watu Pecak. Saat saya ke Watu Pecak, memang ada beberapa ibu yang sedang bekerja menambang pasir secara tradisional. Mengayak (menyaring) pasir-pasir di pantai yang kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung kecil. Saat saya tanya, harga per karungnya rata-rata hanya seribu rupiah. Artinya penghasilan mereka hanya berkisar 25 ribu–30 ribu per hari, lantaran dalam sehari rata-rata hanya mampu mendapatkan 30 karung.
Bahkan, jika dibiarkan penambangan pasir illegal ini dalam kurun waktu tertentu akan merusak  ekosistem pantai. Jika pasir pantai terkuras, bahaya abrasi akan sangat membahayakan pemukiman dan areal persawahan. Bisa jadi akumulasi permasalahan ini makin meruncing tatkala munculnya konspirasi, kongkalikong berkedok pembangunan kawasan wisata pantai hanya untuk memuluskan ijin.
Tapi ujung-ujungnya bukan pembangunan kawasan wisata tapi ulah rakus  penambangan liar. Tak terelakkan lagi, konflik pun muncul ke permukaan. Semoga Salim Kancil mendapat tempat terbaik di sisi-Nya dan perjuangannya akan mendapat perhatian dari semua pihak demi menyelamatkan ekosistem pantai Lumajang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H