Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Blusukan Ke TKP Salim Kancil

9 Oktober 2015   18:51 Diperbarui: 10 Oktober 2015   00:01 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, pasir hitam inilah yang menjadi asal muasal tragedi Lumajang. Salim Kancil dan Tosan adalah aktifis yang begitu getol menolak penambangan pasir liar di sepanjang pantai Watu Pecak. Saat saya ke Watu Pecak, memang ada beberapa ibu yang sedang bekerja menambang pasir secara tradisional. Mengayak (menyaring) pasir-pasir di pantai yang kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung kecil. Saat saya tanya, harga per karungnya rata-rata hanya seribu rupiah. Artinya penghasilan mereka hanya berkisar 25 ribu–30 ribu per hari, lantaran dalam sehari rata-rata hanya mampu mendapatkan 30 karung.

Mungkin yang sangat ditentang warga Selok Awar-awar adalah penambangan illegal yang menggunakan alat-alat berat semacam Beckhoe. Karena saya melihat, akibat ulah Beckhoe ini banyak lubang-lubang bekas pengerukan di sepanjang pantai. Di beberapa sisi pantai jadi bopeng-bopeng. Tidak menarik untuk dilihat.

Bahkan, jika dibiarkan penambangan pasir illegal ini dalam kurun waktu tertentu akan merusak  ekosistem pantai. Jika pasir pantai terkuras, bahaya abrasi akan sangat membahayakan pemukiman dan areal persawahan. Bisa jadi akumulasi permasalahan ini makin meruncing tatkala munculnya konspirasi, kongkalikong berkedok pembangunan kawasan wisata pantai hanya untuk memuluskan ijin.

Tapi ujung-ujungnya bukan pembangunan kawasan wisata tapi ulah rakus  penambangan liar. Tak terelakkan lagi, konflik pun muncul ke permukaan. Semoga Salim Kancil mendapat tempat terbaik di sisi-Nya dan perjuangannya akan mendapat perhatian dari semua pihak demi menyelamatkan ekosistem pantai Lumajang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun