Posted in www.TeddiPrasetya.com on September 24, 2012
Pilkada DKI baru usai. Kemenangan salah satu pihak telah diumumkan oleh beberapa lembaga survei. Respon masyarakat beragam, seberagam pilihan mereka.
Bagi para pendukung calon yang diproyeksikan pemenang, ini adalah sebuah kabar gembira. Angin pembawa harapan makin sejuk berhembus terasa bagi mereka, menandakan Jakarta baru. Sementara itu, pendukung calon yang kalah pun tersenyum-senyum simpul, sambil berkata akan menunggu apa yang akan terjadi 5 tahun ke depan.
Saya?
Biasa saja.
Kok? Memangnya tidak mendukung salah satu calon?
Mendukung. Hanya, ya itu tadi, biasa saja.
Apa pasal?
Sebab saya memang tidak pernah yakin bahwa hadirnya seorang gubernur, akan mengubah segalanya. Hadirnya seorang gubernur, mungkin bisa jadi titik balik perubahan, atau kelanjutan. Tapi titik, ya tetap saja titik. Tidak akan ada kalimat baru hanya sebab sebuah titik. Bahkan, pasca sebuah titik dibubuhkan, perlu ditulis rangkaian kata-kata baru agar lahir makna yang lain.
Dalam pemikiran yang terbatas ini, saya memahami bahwa kepemimpinan memang tidak pernah menjadi kerja pribadi. Kepemimpinan, adalah sebuah kerja kolektif. Memang ada pemimpin yang ditunjuk, namun ia kerdil saja tanpa pengikut yang penuh dedikasi. Sebaliknya, pengikut yang berkomitmen akan mampu mengerjakan banyak hal—termasuk mengganti pemimpinnya yang tak sejalan.
Kepemimpinan, adalah kerja sama antara pemimpin, dan yang dipimpin. Suksesnya sebuah kepemimpinan, adalah usaha untuk melahirkan pemimpin berkualitas, dari rahim pengikut yang berkualitas. Ya, dari mana datangnya pemimpin yang satu orang itu, jika bukan berasal dari kumpulan pengikutnya?