Mohon tunggu...
Arman Hakim Nasution
Arman Hakim Nasution Mohon Tunggu... -

Saya dosen Teknik Industri ITS, S2 AIT Bangkok dlm bidang ISE (Industrial System Engineering), sedang Doktoral program di FT – UGM. Menjadi tutor Entrepreneur, public trainer manajemen, dan penulis buku nasional. Moderator website technopreneursociety.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Doktoral Kolokium TI-ITS, Bagaimana Seharusnya Manajemen Pendidikan Doktor Dalam Negeri Didesain (Part 1)

21 Agustus 2013   09:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:02 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan doktor merupakan langkah strategis dalam meningkatkan daya saing bangsa menuju Knowledge Based Economic (KBE).Secara kuantitatif, negara-negara maju di Asia menggunakan “jumlah doktor” yang lulus per tahun sebagai salah satu indikator sukses. Dengan demikian daya saing tidak akan lepas dari jumlah doctor yang dimiliki suatu negara, dimana posisi Indonesia berada pada ranking ke 4 setelah Singapura, Malaysia, Thailand (Wang et al, 2007).

Pendidikan Doktor pada akhirnya akan menciptakan teknopreneur dan entrepreneur baru yang mendasarkan bisnis dan kompetensinya berbasis IPTEKS (Nasution & Kartajaya, 2012), sehinga mampu menjadi dasar yang kuat dalam menciptakan KBE yang me-“leverage” Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilikinya. Bila ini mampu dilakukan, tidak banyak negara di dunia ini yang mempunyai kombinasi potensi SDA sekaligus KBE seperti Indonesia,

Meskipun pendidikan Doktor di Indonesia sudah hampir mendekati ¾ dari usia kemerdekaan Republik, tetapi jumlah doctor di Indonesia belum dianggapsignifikan.. Sebagaimana indicator sukses ekonomi suatu negara adalah minimal jumlah formal entrepreneurnya adalah 2%, maka jumlah doctor yang ideal seharusnya minimal satu setengah kali dari ideal jumlah minimal entrepreneur, yaitu sekitar 3%-4% dari populasi, sehingga Indonesia bisa masuk ke tahapan negara berbasis KBE sebagaimana Finlandia, Singapore dan negara-negara OEDC dengan ranking PISA tinggi (Välijärvi et al. 2000).

Selain alternative ke Luar Negeri, beberapa PTN maupun PTS banyak menawarkan program Doktoral Dalam Negeri (selanjutnya disingkat DDN). Tetapi sayangnya, produktifitas kelulusannya masih sangat rendah dan jangka waktunya lama. Hingga tahun 2012, rata-rata kelulusan program Doktor di beberapa PT ternama adalah sektar 4.5 hingga 4.8 tahun.

Lamanya penyelesaian ini tentukan akan berakibat “sistemik”, tidak hanya bagi mahasiswa (kandidat Doktor) maupun institusi dll. Beberapa permasalahan empiris yang bisa diidentifikasi minimal ada 3 (tiga), yaitu: (1) Sistem penyaringan awal yang tidak konsisten, (2) Proses pembimbingan yang tidak efektip, (3) Penciptaan academic environment yang tidak kondusif.

Permasalahan pertama, berhubungan dengan syarat awal masuk, yaitu nilai minimal TPA, TOEFL, dan draft awal proposal. Program Doktoral membutuhkan kemampuan intelektual minimum yang diterjemahkan dalam nilai TPA, mengingat kompetensi yang dibutuhkan pada program Doktoral adalah tidak sekedar kemampuan analitis, tetapi juga kemampuan sintesis. Nilai TOEFL minimal dibutuhkan untuk menjamin kemampuan calon membaca jurnal dan mengartikulasikan kedalam tulisan proposal, diskusi ilmiah dalam seminar internasional, hingga final report.

Draft awal proposal sebelum calon mahasiswa doctoral menjalankan program akan menjadi langkah krusial keberhasilan hingga seberapa lama program dijalankan. Banyak penyelenggara DDN, termasuk di PTN terkemuka, menggunakan syarat draft awal proposal hanya sebagai “persyaratan administratif”. Dengan kata lain, draft proposal dibuat tanpa dianalisis dan dikomunikasikan dengan calon promotor secara intensif.

Hal inilah yang penulis maksud tidak konsisten. Secara penjelasan administratif yang dipublikasikan, kebanyakan program DDN mencantumkan penyelesaian 3 sd 3,5 tahun untuk menarik “nasabah”. Padahal untuk menyelesaikan tahapan ideal 3,5 tahun tersebut katakanlah, dibutuhkan persyaratan TPA sebagai “potensi riil” yang cukup tinggi (minimal 550) dan “bakat” TOEFL minimal 500. Dikatakan “bakat” TOEFL, karena bahasa lebih mudah diimprovement dengan membiasakan penggunaannya, baik grammar, reading, listening, maupun speaking.

Dengan kata lain, bahwa program DDN berusaha “membidik” target pasar secara lebih melebar, ibaratnya “apapun makanannya, minumnya teh botol”. Calon mahasiswa dengan kualifikasi bagus hingga sedang dikumpulkan dalam satu “mesin” pemrosesan yang sama, dengan “metode” yang sama.

Permasalahan pertama inilah yang akan erat berhubungan dengan permasalahan ketiga, yaitu penciptaan academic environment yang tidak kondusif. Beberapa program Doktoral DN seperti di Teknik Industri ITS telah dengan “cerdas” meminimasi permasalahan ini dari sisi bagaimana menciptakan academic environment yang kondusif.

Ketika mahasiswa program DDN yang diterima memiliki keragaman “kualitas intake”, maka dibutuhkan suatu “inisiatif strategic” berupa fasilitasi KNOWLEDGE SHARING dari penyelenggara program, yaitu berupa Doctoral Colloquium(DC). DC ini akan meningkatkan kualitas mahasiswa yang “sedang” menjadi “baik”, dan yang sudah berkualitas baik akan menjadi “semakin baik” karena menjadi mentor/leader discussion bagi teman temannya.

Jempol 2 (dua) perlu diberikan kepada pengelola Jurusan TEKNIK INDUSTRI-ITS, yang sejak 2 (dua) tahun lalu menerapkan sistem DC secara intensif. Dan gongnya, pada IESS Conference 2013 di Surabaya, yang pada Conference Internasional ini dibuka dengan materi DC yang mendatangkan Prof. Amrik Sohal dari Monash University, Australia dan Prof. Rajesh Pipilani dari NTUT, Singapore. Doctoral Colloquium(DC) seperti yang dilakukan Jurusan Teknik Industri – ITS adalah satu-satunya model DC yang dilakukan secara efektip di PTN se Indonesia, sebagai bentuk pertanggung jawaban pengelola program sesuai jargon:

”Mau MENERIMA juga harus Mau MEMBINA”.

“Mau MEMBINA, maka jangan SETENGAH-SETENGAH”

“Mau MEMBINA, juga harus sampai TUNTAS”

Anda ingin mendapatkan point-point penting dari DC IESS 2013 jurusan TEKNIK INDUSTRI –ITS yang bermanfaat bagi SEMUA JURUSAN di Program Doktoral ??? Saya tunggu respon anda hingga 30 Agustus 2013, by email ke saya (armanhakim.nasution@gmail.com) …. BERSAMBUNG PART 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun