Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ketika Jokowi Menerapkan Syariat Islam

16 Februari 2015   17:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:06 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak betah tinggal di bumi Indonesia, tanahnya subur makmur gemah ripa loh jinawe. Orang Arab sering mengatakan “Indonesia itu baldatun toyyibatun” negeri yang baik dan mempesona. Karena itulah, ratusan bahkan mungkin ribuan orang Arab berbondong-bondong bermukim di Puncak untuk menikmati Indahnya Indonesia. Mereka-pun menikmati wanita-wanita Indonesia dengan menikah “misyar”. Sebuah pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran Rosulullah SAW, karena ini hanyalah “mengumbar nafsu birahi” dengan alasan dari pada ber-zina.

Rakyat Indonesia itu begitu santun dan ramah, serhingga sering kali di tipu oleh orang lain, karena keramahannya. Seringkali keramahan itu di manfaatkan oleh orang-orang jahat yang menikmati dan mendapatkan ke-untungan dari negeri yang penuh dengan keramahan ini.

Pemandangan dan pesona Indonesia itu indah, tanahnya subur, udaranya sejuk dan menyejukkan. Semua orang dan bangsa di dunia mengakuinya. Sampai suatu ketika, saat ada seorang tamu dari Sudah, dan kebetulan tamu itu tinggal di di Batu Malang. Setelah menikmati indahnya Batu, dia-pun mengatakan”ini adalah surga dunia”.

Belum lagi gadis-gadis ayu yang setiap saat menyapa dengan tersipu malu terhadap para tamu-tamu. Gadis-gadis itu jinak-jinak merpati, seolah-olah mereka menawarkan diri, setelah di dekati gadis-gadis itu-pun berlari menjauhi. Tetapi, jika mereka sudah diberikan janji-janji, dan dinikahi, gadis-gadis itu kadang rela memberikan segalanya, sampai suatu ketika ditinggal pergi sang suami, dan tidak kembali lagi. Maka meranalah gadis-gadis itu, sekarang banyak di antara mereka hidup seorang diri.

Bagi orang asing, Indonesia itu benar-benar surga dunia, yang setiap saat bisa dinikmati. Apalagi kalau pergi ke Puncak Bogor, Tretes (Pandaan), Batu Malang, Bali. Setiap kota memiliki tempat wisata menakjubkan. Dimana ada tempat wisata, di situ ada sisi positif dan negatifnya. Para penikmat wisata, selalu menikmati kenikmatan lainnya. Tidak satupun tempat wisata yang ada, kecuali di dalamnya menawarkan pesona ke-indahan duniawi.

Para penikmat wisata itu biasanya orang-orang yang memiliki duit, atau kelompok orang-orang yang mencari duit. Indonesia sangat seksi bagi orang-orang yang berduit. Bali, salah satu tempat istimewa untuk menghabiskan duit, juga untuk mencari duit.

Narkotika, sebuah barang yang dilarang yang mengiurkan banyak orang. Bisa dikatakan Narkotika itu dagangan surga yang dijual belikan di dunia. Pesona dan lezatnya narkotika itu membuat orang lupa, bahwa itu Narkotika yang berupa minum-minuman kerasa (Khamer), serta jenis-jenis lainya hanya boleh di konsumsi oleh penduduk surga yang sesungguhnya. Bukan surga semua yang di dunia.

Narkotika itu memang merusak diri sendiri, orang lain, bahkan merusak generasi muda. Dengan begitu, Narkotika itu menjadi musuh negera dan agama. Sementara, bagi pengedar dan penikmat, dan bandar narkotika, itu bisnis narkoba itu ibarah ibarat bisnis  hidangan surga. Semakin banyak orang yang mengkonsumsi barang haram, baik penikmat, pengedar, produsen, bahkan kurirnya-pun, berarti akan semakin banyak memperoleh keuntungan. Dalam prinsip ekonomi, bisnis narkotika sangat cocok, karena barangnya sedikit (kecil), tetapi untungnya sangat banyak.

Bagi orang yang pernah menikmati barang terlarang ini, mereka akan terus mencari dan berusaha menikamatinya, walaupun di neraka-pun tempatnya. Bahkan, mereka harus rela mencuri, mencopet, merampok, menipu, korupsi, demi untuk menikmati barang haram ini. Tidaklah berlebihan jika banyak makelar-makelar narkotika, yang selalu dan terus berusaha mencari pelanggan baru agar menjadi pelanggan setia untuk mengkonsumi barang haram ini.

Saat ini pelanggannya sudah cukup banyak, mulai kalangan intelektual, seperti doctor, dokter, dosen, mahasiswa, pelajar, tingkat SD-SMA, artis, baik artis amatiran hingga artis kelas elit. Bahkan, artis yang sudah bau tanah-pun masih ikut-ikutan mengkonsusmi, karena mereka sudah masuk jaringan surga semu.

Tidak jarang kalangan polisi, TNI terlibat dalam urusan barang haram ini. Dalam beberapa pidatonya, Jokowi pernah mengatakan, setiap hari ada sekitar 40-50 orang yang menjadi korban narkotika ini. Di antara 40-50 orang yang terkena dampak negative narkotika itu, meliputi usia produktif, baik wanita maupun pria, bahkan anak-anak di bawah umur juga menjadi korban ganasnya barang haram ini.

Dalam pandangan Bandar dan produsen Narkotika, semakin banyak jumlah penikmat barang haram, akan semakin menguntungkan bisnisnya. Yang ada dalam otaknya para Bandar dan pengedar serta produsen ialah, bagaimana terus menerus meningkatkan kualitas dan kuantitas pelanggan. Mereka-pun membidik semua kalangan yang diperkirakan bisa menjadi pelanggan setia produksinya. Tidak lupa, Bandar-bandar itu mengems jenis-jenis narkotika dengan bagus, menarik, agar lebih mudah mengedarkannya.

Jokowi memang memiliki kekurangan, tetapi bukahkan Jokowi itu presiden Republik Indonesia yang kita cintai ini. Di balik kekurangan itu, Jokowi juga memilik kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Ada yang menarik, ternyata Jokowi itu “tidak pemarah”, dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masa depan bangsa.

Dalam urusan ini Jokowi mengatakan “Perang Melawan Narkoba”. Jangan sampai generasi mati satu persatu karena ulah Bandar, pengedar, dan produsen barang haram ini. Menyelamatkan generasi muda Indonesia dari narkotika, sama dengan menyelamatkan bangsa dan Negara dari kehancuran.

Menghukum mati para pengedar, produsen, dan Bandar narkoba, berarti telah bersusaha menyelamatkan ribuaan, bahkan juataan masa depan anak bangsa. Bukankah, Al-Golayani menagatakan” wahai kaum muda, sesungguhnya ada di tangan kalian masa depan umat ini”. Saat ini masa depan generasi bangsa itu tergantung pada Jokowi di dalam memerangi “Narkoba”. Silahkan orang mengatakan “Jokowi itu pencitraan” , yang jelas, niatan Jokowi itu baik.

Keterpurukan, kemalasan, dan kemunduran bangsa ini paling banyak di akibatkan barang haram ini. Perceraian keluarga, matinya tunas-tunas muda itu karena narkoba. Kriminalitas yang sering terjadi dimana-mana, kenakalan remaja dan perzinaan merajala lela, juga tidak lepas masalah barang haram ini. Artis-artis tua dan muda keranjingan dengan barang ini. Mereka sudah bosan dengan ke-indahan dan pesona duniawi, bosan pula dengan kecantikan istrinya, bosan juga dengan melihat lucunya putra-putri dan cucunya. Ahirnya mereka merasakan bahwa narkotika jauh lebih indah, karena itu di anggab sebagai makanan dan minuman surga yang paling lezat di dunia ini.

Setiap tahun ribuan orang mati sia-sia, ribuan orang sakit dan menderita, ribuan orang dipenjara, ribuan orang kehilangan pekerajaan, ribuan orang jatuh miskin, hidup melarat dan sekarat. Itu semua tidak membuat pengedar, produsen, dan Bandar narkota berhenti dan bertaubat. Justru mereka merasa semakin bangga, karena itu bertanda menjadi sebuah keberhasilan yang signifikan di dalam membumikan barang haram di bumi Nusantara.

Penjara itu tidak pantas bagi pengedar, produksi, dan Bandar narkotika. Penjara itu terlalu indah bagi mereka, karena justru dari balik jeruji besi mereka mampu mengendalikan bisnis haram itu. Hukuman mati sudah tepat, dan apa yang dilakukan Jokowi itu sudah sesuai dengan “Syariat Islam” walaupun Negara Inodoensia tidak mengunakan syariat Islam. Bukankah kitab suci Al-Quran menjelaskan “di dalam hukum qisas itu ada kehidupan”. Membunuh mereka sama dengan menyelamatkan banyak manusia.

Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Iran, Pakistan Sudan, negera-negara lain memiliki otoritas terhadap negerinya sendiri. Bahkan, di Arab Saudi, setiap hari ada orang di hukum mati, salah satunya “bagi pengedar narkoba”.  Hukuman mati harus tetap dilakukan, sekaligus menjadi bukti bahwa Indonesia itu berdaulat secara hukum. Ini juga menjadi pelajaran bagi pengedar, bahwa kelak mereka akan “mati” jika tetap mengedarkan barang haram ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun