Ciri khas santri Nusantara itu sarungan, ngaji sorogan. Ngaji kitab kuning, dan hafalan nadzam imrithi dan Alfiyah menjadi ciri khas santri sarungan. Belum dikatakan santri sejati, jika belum bisa sarungan dan ngaji kitab kuning.
Saat ini, semua orang bisa ngaku santri, karena sudah bisa sarungan. Tetapi, belum sempurna ke-santriannya, jika belum bisa membaca kitab kuning. Minimal bisa membaca kitab takrib, dan kitab suci kaum santri yaitu "Taklim Al-Mutaalim" yang isinya mengajarkan etika belajar agama kepada guru, etika kepada ilmu (kitab), dan etika kepada keluarga guru.
Sehebata apa-pun seorang santri, pasti akan sangat takdim terhadap guru dan keluarganya. Ratusan santri, bahkan ribuan santri penghafal Alquran, dan mendalami hadis Rasulullah SAW, bahkan mendalami beragam khasanah ilmu dalam bidang keagamaan. Tetapi, mereka tetap akan mencium tangan gurunya. Karena, guru itu menjadi perantara seorang santri menjadi ber-ilmu.
Dalam khasanah ke-santrian, seorang santri pasti akan mencium tangan gurunya. Merka yakin bahwa gurunya pernah bersalaman dengan gurunya, hingga sampai Rasulullah SAW. Sehingga, berani dan membangkan perintah seorang guru bisa menjadikan seorang santri kualat.
Menurut kamus pesantren salaf, istilah santri hanya disematkan kepada anak-anak yang sedang  menimba ilmu agama pondok pesantren. Pesantren itu identik dengan NU. Wajar, jika kemudian kaum sarungan NU, mengajukan kepada Jokowi agar di adakah HSN (Hari Santri Nasional).
Buku yang diterbitkan oleh Gading Pesantren Malang, di jabarkan tentang kaidah santri sesuai dengan huruf Arab Pegon, sekaligus menjadi bukti nyata, bahwa santri NU-Santara adalah pencinta Arab, dan pelestari bahasa Arab, yang bisa di artikan penjaga bahasa Alquran. Santri Nusantara paling demen dengan Rasulullah SAW, dan memuliakan keturunananya.
Masih menurut Kyai Nahadiyin di seluruh pelosok Nusantara, istilah "santri (), terdiri dari 5 huruf. Â Yaitu Sin () Nun)) Ta( ( Ro') ) dan Ya (). Syin berarti "syafiqul khair' yang berarti menjadi pelopor kebaikan. Sama persis dengan filsafat ilmu nawhu dimana "santri" itu harus mampu menjadi pelaku, perintis, pelopor, kebikan dimana-pun berada, sehingga posisinya sangat mulai "marfuk".
Santri bisa menjadi Bupati, Camat, Walikota, Presiden, Walil Presiden, Menteri, Jenderal, Prajurit, bahkan juga bisa menjadi pemain bulu tangki, sepakbola. Bisa juga menjadi petani, pedangan, dokter, dosen, peneliti. Dengan tidak meninggalkan kesantriannya.
Sarungan, tidak menjadi penghalang seorang santri menjadi Presiden Republik Indonesia. KH Abdurahman Wahib telah memberikan contoh kepada kaum sarungan, bagaimana cara meraih cita-cita tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia Kemudian dilanjutkan oleh KH Ma'ruf Amin, yang terpilih menjadi wapres Jokowi 2019-2024.
Santri itu Kreatif dan Inovatif
Seorang santri walaupun sehari-hari memakai sarung, namun mereka itu sangat cerdas dan kreatif, inovatif, harus mampu mandiri. Sejak bangun tidur, hingga akan tidur lagi, kegiatan santri itu harus ngaji dan ngaji. Bagi santri, semua aktifitasnya itu merupakan pengabdikan diri kepada Allah SWT. KH Abdurahman Wahid, KH Ma'ruf Amin, dan semua Kyai Nusantara sejak mudah kegiatan sehari-harinya ngaji kitab kuning.