Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ketika Santri Mengantarkan Sang Kyai Menuju Istana RI

22 Mei 2019   12:49 Diperbarui: 22 Mei 2019   13:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/nasionalisreligius

Tidak ada kebahagian seorang santri, kecuali telah melihat kesehatan dan kebahagiaan Kyai- nya. Tidak ada kesetiaan seseorang yang lebih tinggi melebihi kesetiaan seorang santri kepada Kyai nya. Bagi santri memuliakan Kyai, itu sama dengan memuliakan Nabi, karena Kyai itu adalah seorang ulama yang mengajarkan agama kepadanya. Bahkan,  di dalam Kitab Taklim Mutallim di ajarkan juga bagaimana cara memuliakan Kyai dan juga keluarga Gurunya.

Dalam kitab Taklim Mutallim juga di terangkan, bahwasanya orang yang ingin mendapatkan ilmu yang manfaat, harus mendapatkan irsadu ustadi ( arahan atau bimbingan sang guru). Manfaat dan tidaknya ilmu itu tergantung bagaimana seorang santri memuliakan gurunya. Begitulah yang diajarkan ulama-ulam salaf, hingga sekarang ini. Tradisi memuliakan ulama masih melekat pada tradisi pesantren NU di Nusantara.

 Imam Malik ra, pernah berkata "sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari mana agama kalian dapatkan". Dalam hal ini, ulama Nusantara benar-benar selektif di dalam mencari guru/ Kyai. KH Muhammad Hasyim Asaary telah mengajarkan etika mencari ilmu dalam kitabnya. Itu pula yang dilakukan Imam Abu Hanifah, beliau istikharah terlebih dahulu sebelum menentukan siapa guru yang akan mengajarkan ilmu kepadanya.

Jadi salah menentukan Kyai, akan salah dalam beragama. Guru itu akan mempengaruhi pola pikir santri nya. Kalau gurunya radikal, secara otomatis watak radikalnya akan mengalir kepada santri-santri nya. Kalau gurunya suka ngafirkan sesama, maka muridnya juga demikian. Tidaklah aneh, jika ada sebuah pepatah yang mengatakan "guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Dari sinilah, betapa pentingnya seorang Guru/Kyai.

 KH Muhammad Hasyim Asaary ketika balik ke Nusantara, beliau tidak mendirikan negara islam. Beliau faham betul tentang Khilafah Islamiyah, beliau juga sangat fasih tentang Negara Islam.  Beliau juga faham betul perilaku Khalifah-khalifah Namun sebagaimana keterangan kitab-kitab Klasik Justru Mbah Hasyim Asaary lebih suka mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia dengan tidak meninggalkan nilai-nilai luhur Islam yang bersumber dari Alquran dan hadis. 

 Jangan ditanya berapa banyak hafalan hadis Rasulullah SAW KH Muhammad Hasyim Asaary. Juga jangan ditanya berapa lama ngaji kitab hadis kepada Syekh Mahfudz Al-Turmusi dan ulama-ulama hadis lainnya di Makkah. Beliau belajar Alquran dan tafsirnya dari sumber yang terpercaya, begitu juga dengan hadis dan mustalahnya. Guru-guru beliau di Makkah adalah mufti-mufti Makkah yang kadar ilmunya tidak diragukan lagi.

Secara khusus, KH Hasyim menulis kitab seputar etika seorang santri kepada gurunya. Beliau juga memberikan contoh, bagaimana sikap beliau kepada guru-gurunya. Itulah yang kemudian menjadi rujukan, panduan santri-santri Nusantara di dalam menuntut ilmu agama. Rasanya belum sempurna ilmu seseorang jika belum ngaji Akhlak tentang etika seorang santri kepada gurunya. 

Seorang santri Nusantara begitu takdim kepada guru-gurunya, bahkan seorang santri tidak diperbolehkan bersuara keras ketika berada di dekat Gurunya. Sebaliknya, tidak ada seorang Kyai Nusantara, kecuali ingin mengantarkan santri santri nya bermanfaat bagi masyarakat. Sang Kyai bukan saja mengajari ilmu agama, setiap malam sang Kyai munajat kepada Allah SWT agar santri-santri menjadi orang yang bermanfaat bagi umat.

Tidaklah heran, jika santri-santri Mbah Hasyim banyak yang menjadi pejuang di jalan Allah, seperti KH Masjkur-Malang yang menjadi perang Laskhar Sabilillah saat perang 10 November, 1945 M. Banyak juga yang menjadi pejabat, seperti  menjadi menteri, memiliki pondok pesantren, menjadi pedagang. Santri itu boleh menjadi apa saja, tetapi akhlak itu di atas segalanya.   Begitulah tradisi ahlak Kyai dan Santri. 

Kali ini, Santri Nusantara telah mengantarkan KH. Kyai Ma'ruf Amin menuju Istana RI. Kemenangan Jokowi yang berpasangan dengan KH Makruf Amin tidak lepas dari dukungan para Ulama Nusantara dan santri, khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.  Mereka mendukung KH Makruf Amin bukan karena apa-apa, tetapi nilai-nilai Aswaja Mbah Hasyim Asaary benar-benar melekat kepada KH Ma'ruf Amin. Dengan kata lain, mendukung KH Ma'ruf Amin itu sama dengan membumikan Aswaja di bumi Nusantara.

Di Indonesia ini ada dua sosok Amin. Amin yang pertama, dia lebih dari sekali mencalonkan menjadi Presiden RI, namun ngak pernah jadi. Ketika mendukung  Capres-pun juga selalu gagal. Dialah Amin Rais. Sehingga Gus Dur pernah berkelakar "sampai kapanpun Amin Rais tidak akan bisa menjadi presiden, karena nama -A".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun