Kalau memperbincangkan NU jaman Now, tidak terlepas dari Kiprah KH Maemun Zubair. Mengikuti langkah Mbah Maemun Zubair berarti telah mengikuti langkah KH Hasyim Asaary, yang sanad ilmunya nyambung dengan Syekh Muhammad Yasin Alfadani, Syekh Mahfudz At-Tturmusi, Â Syekh Zaini Dahlan, Syekh Nawawi Albantani.
Ratusan Ulama Nusantara sejak ber-abad-abad bermukim di Makkah, sebagian besar mengajar, menjadi Imam Masjidil haram, sebagian besar mengikuti akidah Asaariyah, sementara Madhabnya adalah Imam Al-Syafii.Â
Menariknya, sebagian besar dari mereka adalah pengikut thoriqoh sufiyah. Dalam catatan majalah Madrasah Al-Soulatiyah, KH Hasyim Asaary termasuk tokoh besar lulusan Madrash tertua di Arab Saudi dan Jazirah Arabiyah.
Dengan demikian Jadi, tidak suka dengan NU, sama dengan tidak suka dengan Ulama Sunni yang sanadnya nyambung kepada ulama Hijaz. Padahal, ulama Hijaz itu menjadi rujukan pakar hadis. Riwayat Ahli Hijaz lebih terpercaya.
Menariknya, cukup banyak orang yang tidak suka dengan pengurus NU. Apalagi terhadap pengurus NU. Wong ada yang terang-terangan mencibir pengurus salah satu pengurus NU. Apakah dia lebih baik. Tidak juga. Orang yang suka mencibir itu berarti telah mencibir dirinya sendiri.
Ketika musim Pilpres, Pilgub, Pilkada NU sangat seksi. Semua orang yang terlibat dengan Pilpres, rebutan ngaku dekat dengan NU, ngaku keturunan NU. Bahkan, ada juga yang bilang " aku ini orang NU, tetapi bukan NU sekarang ini". Padahal, tidak menguntungkan NU, yang jelas kritik habis-habisan terhadap NU.
NU dari masa kemasa tetap eksis menjaga Akidah Awsaja, cinta ulama, habaib, dan juga menjaga keutuhan NKRI. Kyai dan habaib yang tergabung dengan NU, mereka berani pasang badan melawan pemberontak NII, DI, TII, Permesta, hingga gerakan PKI yang terang-terangan ingin merusak NKRI.
Apakah kemudian NU benci kepada keturunan mereka? Tidak. NU tetap menjaga ukhwah bashariyah dan uhwah wataniyah terhadap keturunan DI, TII, NII, bahkan pada keturunan PKI-pun tetap di jaga. Mereka semua itu adalah orang Indonesia.
Ketika NU dengan PDI, apa kemudian NU menjadi PDI, tidak juga. Ketika NU dekat dengan PKS, apa kemudian menjadi PKS. Ketika dekat dengan FPI, apak kemudian menjadi FPI. Tidak sama sekali. NU itu jelas arah perjuangannya, jelas tujuan, jelas akidah dan madzhabnya. Juga, jelas menjaga NKRI yang ber-Pancasila. Sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa.
Partai politik yang memusuhi NU boleh hancur, tetapi NU tetap eksi hingga sekarang ini. Tujuan NU itu menjaga Akidah Islamiyah yang tetap menjaga Negara kesatuan Republik Indonesia.Â