Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bacaan Alquran Prabowo Menentukan Langkah Politik Agama

2 Januari 2019   12:04 Diperbarui: 2 Januari 2019   12:08 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asyiknya Jokowi dan Prabowo | tribunnews.com

Ketika memperbincangkan Alquran, teringat sebuah ungkapan paling menarik yang bersumber dari Mukadimah kitab Tafsir Fi Dzilalil Quran karya Sayyid Qutub. Beliau adalah petinggi IM (Ihwanul Muslim) Mesir yang sedang bermusuhan dengan pemerintah Mesir.

 Dalam muqoddimahnya, Sayyid Qutub berkata "hidup di bawah naungan Alquran adalah nikmat, yang tidak bisa mengetahuinya, kecuali orang-orang yang benar-benar merasakan kelezatan-nya". Membaca Alquran itu memang benar-benar nikmat nan lezat, dimana setiap huruf nya mendapat 10 kebaikan pahala.

Bahkan ada sebuah hadis Sahih yang diriwayatkan oleh Sayyidina Usman Ibn Affan ra terkait dengan membaca Alquran, bahwasanya Rasulullah SAW berkata "sebaik-baik-baik kalian adalah orang belajar Alquran dan mengajarkannya (HR Bukhori). Sangat beruntung sekali, jika bisa membaca Alquran dengan baik dan benar. Setiap orang muslim sudah pasti bahagia, ketika bisa membaca Alquran, karena para pembaca Alquran kelak akan mendapatkan syafaat, dan hidupnya berkah dan nikmat.

Akan lebih baik lagi, jika memiliki sosok pemimpin yang bisa membaca Alquran, walaupun gratul-gratul, apalagi fasih, jauh lebih baik dan membanggakan masyarakat Nusantara. Kalau pas menunaikan umrah atau haji, saya-pun akan berkata kepada orang Arab "tahu ngak, presiden ku mahir membaca Alquran". Bangga kan! Namun, walaupun tidak bisa membaca Alquran juga tidak masalah, wong banyak juga orang yang bisa membaca Alquran, tetapi  hiudpnyanya selalu bermasalah.

Nah, sekarang tahun Pilpres, 2019. Di mana agamawan dan masyarakat Aceh meminta kepada kedua kandidat Capres RI 2019 melakukan tes membaca Alquran. Sangat wajar toh. Mengakui atau tidak, masyarakat Aceh itu mayoritas muslim. Aceh juga mendapat sebutan Serambi Makkah. Di mana Alquran itu turun di Makkah.

Semakin wajar permintaan masyarakat Aceh, ketika dikaitkan dengan sebuah pernyataan sesepuh Politik PAN Amin Rais, dimana Amin Rais pernah mengatakan "Partai Allah dan Partai Setan". Bisa jadi, tes membaca Alquran menjadi Momentum penting, siapa sejatinya Partai Allah dan Partai Setan.

 Jika Prabowo merasa didukung oleh partai Allah. Pasti merasa senang atas agamawan Aceh. Masak partai Allah ngak bisa membaca Kitab Allah SWT, ngak mungkin kan? Hanya Setan dan Iblis  yang takut dengan alunan bacaan Alquran.

Dalam sebuah riwayat, ketika seorang pria masuk sebuah rumah, kemudian dibacakan Alquran atau kalimat-kalimat toyyibah (dzikurullah) maka sesama setan berkata "kalian tidak akan mendapatkan menginap dan tidak akan mendapat makan". Betapa takutnya Setan terhadap bacaan dzikir, dan Alquran itu sebaik-baik dzikir kepada Allah SWT.

Sebaliknya, setan itu paling suka joget-joget bareng bersama pria dan wanita, berdansa dan bermain music, minuman keras. Jadi, Setan juga paling benci terhadap orang yang melaksanakan sholat berjamaah, membaca Alquran. Setan juga paling demen kepada orang yang menebarkan hoax, fitnah, namimah, hasud, dengki. Setan akan tertawa terbahak-bahkan ketika ada sesama muslim bermusuhan, karena itu tujuan utamanya.

Ulama dan Alquran

Ulama dan Alquran itu tidak akan bisa dipisahkan, sebagaimana motor dan bensin. Ngaku ulama ngak bisa baca Alquran ya sangat mengelikkan. Ngaku santri ngak bisa ngaji kitab yang lucu sekali. Calon Presiden yang di dukung Ijtimak Ulama hingga berjilid-jilid kok nolak tes baca Alquran ya ngilani (mengelikkan banget). Tes membaca Alquran itu merupakan tantangan, sekaligus menjadi bukti nyata bahwa Prabowo itu memang orang Islam.

Apalagi yang mendukung Prabowo itu  Imam Besar HRS. Kalau imam masjid biasa ngak masalah. Ini Capres yang didukung ulama-ulama besar, seperti Abu Jibril, Bachtiar Nasir, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Tengku Zulkarnain (pendakwah), Habib Ahmad. Masih banyak lagi, bahkan ada ribuan ulama.

Tidak lupa cukup banyak lulusan Timur Tengah, Makah, Islamic University Madinah, Al-Azhar Mesir, King Saud University  Riyad yang mendukung Prabowo. Bukan mustahil, para pendukungnya itu orang-orang yang mengerti Alquran, bisa juga mereka hafiz Alquran. Inilah realitas politik.

Bahkan, beberapa santri-santri Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki secara terang-terangan juga ikut mendukungnya, seperti KH Ali Karar dan rekan-rekannya di Madura . Geli kan, jika benar-benar ngak bisa membaca Alquran. Masyarakat-pun akan berkata "Hah....lho, ternyata ngak bisa membaca Alquran"

Ada salah satu santri Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki yang masih suci pikiran dan gagasannya, beliau adalah KH Ihya' Ulumudin pimpinan Pon pes Nurul Haramain Pujon yang masih lurus dalam jalur dakwah dan pendidikan umat. Kayaknya, KH Ihya Ulumudin masih menjaga marwah gagasan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki di Nusantara.

Menurut salah satu santri nya, KH Ihya' Ulumuddin  pernah menyampaikan seputar pilihannya terhadap Pilpres, KH Ihya' menjawab "kalau kalian mau ikut pilihan ku, tidak sekarang, tetapi sehari sebelum pencoblosan saya akan istiharah terlebih dahulu, siapa yang akan saya coblos". Inilah santri sejati yang menjaga nilai-nilai sufi, yang bersumber dari Kanjeng Nabi Muhammad dan sahabat .Tidak silau dengan politik yang bersifat sesaat.

Menang atau Kalah itu Biasa

Para pendukung Prabowo sangat optimis bahwa Tahun 2019 akan menjadi Presiden, sampai-sampai membuat tagar ganti presiden, sebagaimana keyakinan pendukung Jokowi. Dalam politik itu sudah biasa. Apalagi era demokrasi, menyuarakan keyakinan ke public tidak dilarang, juga tidak boleh dihalang-halangi. Melarang orang berpendapat berarti melanggar hak asasi manusia.

Yang tidak boleh itu ialah meyakini dengan Haqqul Yakin bahwa Prabowo adalah presiden RI 2019". Karena itu akan menyalahi taqdir Allah SWT. Allah SWT maha tahu, siapa yang pantas menjadi pemimpin Indonesia 2019.

Tidak satu-pun manusia yang tahu persis kejadian yang akan datang, kecuali Allah SWT sendiri. Sangat tepat pernyataan Mahfudz MD terhadap pernyataan Prabowo yang mengutip dari sebuah Ghost Fleet: Novel of the Next World War bahwa Indonesia tahun 20130 bubar. Kemudian Mahfuz MD menyindir nya dengan " jangan menyebut tahun 2030, itu salahnya, dan itu fiktif".

Ketika melihat para pendukung yang  ngotot, yakin bahwa Capres nya akan menjadi Presiden 2019. Mereka telah merusak nalar kewarasan berfikir nya. Segalanya akan dilakukan, yang penting Capres nya menang.

Padahal, yang menentukan jadi dan tidaknya seorang Presiden itu adalah Allah SWT.  Manusia hanya berusaha sekuat tenaga melalui proses politik yang demokratis, sementara Tuhan yang menentukannya. Kalau tidak jadi, bisa bertarung lagi lima tahun mendatang. Gitu saja kok repot.

Teringat kaum Bani Israel yang beragama Yahudi. Mereka yakin dan percaya, kelak yang akan menjadi Nabi terakhir itu dari bani Israel. Setelah ditunggu hingga ratusan tahun. Ternyata, Allah SWT menentukan lain. Allah SWT menghendaki Nabi terakhir yang bernama Muhammad atau Ahmad dari bangsa Arab, suku Qurais.

Sudah terlanjur bahagia, sudah terlanjur yakin. Ternyata tidak sesuai dengan harapan. Akhirnya, Bani Israik benar-benar membenci Muhammad SAW. Bani Israel hingga kini hanya mengakui Nabi-nabi dari Bani Israel, sementara Nabi Muhammad SAW tidak di anggab sebagai Nabi SAW. Bahkan, kebencian orang-orang Israel tidak berhenti kepada Nabi Muhammad, tetapi kepada umat islam yang merupakan pengikut setia Rasulullah SAW.

Para pendukung Prabowo yang sudah kadung cinta mati terhadap Capres nya. Ternyata, Allah SWT menentukan Jokowi sebagai presidennya. Semua pendukung pasti kecewa, dan kadang gelap mata, sehingga kadang melakukan apa saja. Mereka tidak akan menerima takdir Tuhan  yang berkuasa atas segalanya. Maka, apa-pun yang dilakukan oleh Joko Widodo pasti salah. Karena nalaranya sudah rusak. Begitu juga sebaliknya.

Maka, politik adalah politik. Menang itu biasa, dan kalah itu sudah biasa dalam proses demokrasi. Memang kalah itu sangat menyakitkan. Tetapi, jika masuk dalam dunia politik, harus mau menang atau kalah. Ketika mencalonkan diri sebagai Pilpres, hanya dua pilihan, menjadi presiden atau kalah. Tetapi tidak boleh marah. Gus Dur telah mencontohkan, ketika beliau dijatuhkan beliau tidak masalah. Maju lagi, tidak terpilih, juga tidak masalah.

Sebagai warga Negara Indonesia, yang paling penting itu menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesatuan dan keutuhan RI tetap harus dijaga bersama-sama. Karena RI itu merupakan rumah yang teduh bagi rakyat Indonesia untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Nikmat paling tinggi yang Allah SWT berikan kepada Indonesia adalah  kondisi aman dari berbagai ketakutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun