Juga, kadang PCNU tidak memiliki Ambulan, apalagi rumah sakit (klinik). Padahal warga NU memiliki ratusan orang kaya, dan cukup banyak dokter NU di kota tersebut. Nah, disinilah persoalan yang di miliki NU.
Tidak dipungkiri, pengurus NU itu terdiri dari orang-orang hebat, namun NU harus menjadi orang yang bisa kerja dengan hebat dan tidak kenal lelah. Gawawis (kumpulan dari gus-gus), kadang sudah terbiasa di mulyakan, sehingga komunikasi dengan sekitarnya kurang berjalan dengan baik. Begitu juga dengan jabatan yang pentingnya, sehingga kadang disbukkan dengan pekerjaan, melupakan memakmurkan NU. Padahal, memakmukran NU, sama dengan memakmurkan umat, dan itulah pekerjaan paling mewah menuju surga.
Nah, kali ini ISNU akan tampil dengan sejuta gagasan yang menjanjikan. Kaum muda yang tergabung di ISNU merupakan kelompok yang siapa bekerja memajukan NU melalui ISNU. Spririt Gus Dur akan dilekatkan pada setiap sarjana yang ingin ngopeni NU. Ini sangat pantas, karena Gubernurnya adalah santri politik Gus Dur, yang mewarisi teologi, fikih social dan juga gerakannya.
Lihat saja Gus Dur. Beliau menjadi ketua PBNU beberapa kali, tetapi perhatian terhadap umat begitu besar. Gus Dur menjadi ketua PKB, presiden RI, tetapi Gus Dur tidak menumpuk harta. Justru, beliau membangun Hardware NU berupaka Gedung PBNU.Â
Sedangkan shotwareny, Gus Dur mendidik santri-santri politik yang jujur, berani, serta menjadi NU dengan sempurna yang cinta NKRI. Padahal, bisa saja Gus Dur menjadi kaya raya, tetapi Gus Dur itu sosok sarjana NU yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap fikih social.
Masud Said bertekad mewujudkan visi dan misi ISNU yang nyata, yaitu penguatan kerja sama dan sinergi kelembagaan, dengan pemerintah. ISNU akan bekerja sesuai dengan realitas yang terjadi di daerah. ISNU di jaman Now, akan bisa menjawab setiap tantangan jaman. Setiap warga ISNU harus menguasai teknologi, karena memang sekarang sudah era internitasi.
Sementara, Tholib dalam tulisanya menyebut ISNU itu seperti ICMI, Cuma nuansa hijau, karena memang warga NU semuanya. Walaupun, tidak ada larangan warga selain NU ikut serta di dalamnya. Thalib menegaskan ISNU itu akan menjadi rumah baru sarjana NU, dimana setiap sarjana NU menjadi penggerak.
Meminjam istilah Nahwu, sarjana NU harus menjadi fail (pelaku) perubahan dalam semua aspek kehidupan keumatan. Setiap sarjana NU harus menjadi "Mubtada" yang artinya perintis gagasan untuk kemajuan ekonomi, pendidikan, social dan kesehatan. Setiap sarjana itu harus mampu menjadi "Khobar" yaitu membawa informasi yang positif dan membangun, melalu karya ilmiyah, baik artikel, buku.Â
Minimal, sarjana NU bisa menjadi "Naibul Fail" sang penganti generasi yang sudah mulai uzur. Fail, Naibul Fail, Mubtada, Khobar semua di baca rafa' yang artinya tinggi (mulia). Jadi ISNU akan menjadi terhormat (marfu), jika mampu mengamalkan filsafat ilmu nahwu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H