Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi ISNU dalam Ilmu Nahwu

13 Agustus 2018   10:15 Diperbarui: 13 Agustus 2018   10:20 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi-pagi, saat membuka Koran Jawa Pos, terlihat sebuah berita menarik dan mengembirakan tentang ISNU. Terlihat deretan tokoh Jawa Timur, yang terdiri dari, KH Salahudin Wahid, KH Marzuki Mustmar Ketua PWNU terpilih, Prof Masud ketua ISNU Jatim dan Said, serta Ali Masykur Musa ketua ISNU Pusat. Tidak lupa Ibu Khofifah, sang pemenang pilgub Jawa Timur ikut setia mendampinginya.Terlihat juga tokok-tokoh sarjana yang usianya sangat produktif, baik lulusan dalam negeri maupun mancanegara. Sebagian dari mereka adalah dosen di kampus negeri dan swasta Malang, peneliti, penulis dan professional. Pokoknya, ISNU kali ini keren habis. Mereka telihat sangat renyah guyonannya serenyak krepek tempe, dan senyumanya sangat sedap sesedap kopi dampit yang terkenal di Eropa.

Semakin menarik lagik ketika membuka halaman berikutnya, ternyata ada tulisan menarik dari wartawan senior Radar Malang yang bernama "Abdul Mutolib". Barulah saya membaca satu persatu alinea yang di tuliskan sang Wartawan.

Padahal, tadinya ogah membaca, berhubung ada tulisan Tholib membahas tuntas tentang ISNU, gairah membacaku bergelora. Maklumlah, sejak menjadi sarjana di Makkah, sangat mencintai NU, sehingga di Makkah mampu mendirikan SIM (Sekolah Indonesia Makkah) bersama masyarakat NU Makkah dan Jeddah.

 Abdul Mutolib sosok sarjana yang bagus cara pandangnya terhadap NU, tergolong sarjana jaman now, waluapun usianya sedikit kewot (tuwek). Bukan hanya seorang wartawan lho dia, Tholib itu juga sosok Dosen dan pengajar di UIN Maliki yang memiliki visioner terhadap NU. Pergaulannya juga luas, tidak sebatas dunia kampus. Bahkan ahkir-akhir ini, dia dipanggil secara khusus oleh rektor UNIRA Malang Hasan Abadi untuk bergabung membesarkan kampus.

Ketika melihat ISNU di bawah kendali Prof Masud Said, saya semakin yakin bahwa sarjana NU ke depan akan semakin nyata arah jalannya. Bukan sekedar ikatan sekelompok sarjana yang tidak mau bekerja untuk NU. Menyadari atau tidak, sebagian sarjana NU kadang lebih bahagian duduk duku manis ngrumpi di ruang-ruang ber-AC sambil nyruput kopi luwak.

Semakin mantab ketika Ali Maskur Musa melantik Prof Masud Said, karena beliau bukan saja seorang sarjana, tetap dia memili cita-cita mulia terhadap masa depan NU, melalui ISNU. Apalagi, Prof Masud ini hatinya selalu terpaut pada masjid Sabililah Malang, sebagaimana Nabi SAW katakana "hatinya selalu terpaut pada masjid".

Di bawah kendali Prof Masud Said, Insaa Allah, sarjana-sarjana yang tergabung di ISNU akan semakin rajin berkumpul di masjid untuk memakmurkannya, baik memakmurkan hardware maupun software. Salah satu masalah yang dihadapi warga NU adalah berkurangnya santri-santri yang bisa menjadi imam, baik imam Tahlil, Imam Sholat lima waktu, sehingga kadang masjid-masjid yang tersebar di pelosok Nusantara kekuarangan imam dan Khaotib jumat. Bahkan, tidak sedikit masjid justru di kuasai oleh HTI yang sudah dibubarkan.

Teringat dawuh KH Tholah Hasan "NU adalah rumah yang sangat besar, sehingga kadang sulit menampung gagasan-gagasan pengikutnya". Maka, ISNU akan menjadi rumah baru yang mewah dengan sejuta gagasan nyata untuk memberdayakan umat. 

Lebih lanjut, KH Tholhah Hasan berkata "janganlah masuk oraganiasi, jika tidak memberikan perubahan". Ini sering disampaikan dalam setiap perbincangan, baik di Masjid Sabilillah maupun dikediaman beliau. Bahkan beliau mengingatkan "jangan sampai usia habis untuk kepentingan pribadi dan keluarga". Jadi, tujuan utama dari ISNU, bagaimana setiap orang itu bisa memebrikan kontribuis kepada umat, mulai gagasan, duit maupun kinerjanya.

Cukup banyak warga NU yang memiliki kemampuan ekonomi, intelektual, gagasan-gagasan brilian, namun mereka tidak bisa menyalurkan nya melalui NU. Ironisnya, kadangkala, pengurus NU kurang bisa menangkap potensi-potensi yang di miliki setiap warganya. Wal hasil, kadang ada organisasi yang menampun dan memanfaatkannya.  Begitulah pesan-pesan brilian yang disampaikan oleh KH Muhammad Tholhah Hasan.

Tidaklah berlebihan jika beberapa PCNU di Nusantara, pengurusnya terdiri dari doktor, profesor, bahkan sebagian dari mereka adalah pejabat pemerintah dan pejabat di Universitas, namun untuk membangun kantor NU saja, kadang sampai puluhan tahun. Padahal puluhan orang kaya raya itu ternyata warga NU. Ternyata, orang NU tidak kurang mendapat perhatian,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun