Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika HTI Merasa Lebih Ngerti dari Kyai NU

28 Mei 2017   14:37 Diperbarui: 28 Mei 2017   14:52 4040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ahir-ahir ini, banyak sekali orang HT (Hizbu Tahrir Indonesia) mengutip pendapat-pendapat tokoh-tokoh NU, seperti; Karya KH Hasyim Asaary, KH Wahid Hasyim. Seolah-olah warga HTI, lebih alim, lebih ngerti dan lebih memahami pikiran Kyai Hasyim Asaary dari pada tokoh-tokoh NU lainnya.

Apalagi, ketika terkait dengan penerapan syariah, maka HT seolah-olah sangat mendalami gagasan dan fikiran serta manhaj keagamaan yang di bangun oleh KH Hasyim Asaary. Barangkali, HTI hanya mengambil sepotong tulisan-tulisan KH Hasyim untuk kepentingan kelompoknya. HT harus membaca juga “Qonun Asasi Jamiyah Nahdhotul Ulama” yang di tulis oleh KH Hasyim Asaary.

Sejak sebelum lahir, warga NU sudah di ajari nilai-nilai Awsaja sebagaimana yang di ajarkan oleh KH Hasyim Asaary. Jadi, warga NU tidak kaget jika membaca tulisan-tulisan dari kelompok HT yang mengutip pendapat Kyai Hasyim. Bahkan, ada yang menganggb “lelucon”.

Nah, bagi orang yang kurang picnic, baik piknik literature, maupun piknic ke berbagai Negara jazirah arabiyah, akan merasa bahwa HT yang ada di Indonesia itu hebat sekali. karena bisa memahami fikiran dan karya KH Hasyim Asaary. Apalagi saat menyebutkan beberapa judul karya KH Hasyim Asaary, akan semakin merasa hebat.

Tetapi, bagi warga NU, khususnya kaum santri yang setiap pagi dan sore ngaji Al-Quran dan tafsirnya, hadis dan mustolahnya, fikih dan usulnya, bahkan sudah nglontok (hafal) bahasa Arabnya. Apalagi kalangan Kyai Nahdhotul Ulama yang sudah hafal Al-Quran dan ribuan hadis, serta ratusan kitab-kitab klasif (kitab kuning) telah dibaca, serta mengerti hakekat berbangsa dan beneraga, akan nguyu kekel ketika membaca tulisan anak-anak HT yang semangat agamanya kenceng, tetapi landasan agamanya rapuh.

Santri-santri NU, sudah bisa mengukur sejauh mana kedalaman ilmu anak-anak HT, khususnya yang ada di Indonesia. Ada yang berpendapat, paling-paling anak-anak HT itu belum bisa membaca kitab kuning (gundul), sebagaimana yang di ajarkan para ulama klasik sejak ratusan tahun yang lalu. Ada yang bilang “paling HT yang di Indonesia bisanya copy paste”.

Pemahaman tokoh-tokoh HT,  tidak sejalan dengan ulama-ulama islam dunia, baik yang di jazirah Arabiyah, seperti; Arab Saudi, Libanon, Syiria, Mesir, Iraq, Bahrain, Kuwait, Emirat, Tunis, Maroko, Yordania. Bahkan, secara tegas pemerintah di Jaziarah Arabiyah mengusir paham Hizbu Tahrir.  

HTI ngtot bahwa mereka adalah “dakwah”. Wong namanya saja “Hizbu” yang artinya “partai” dan Tahrir “pembebasan”. Mestinya, jika berani  dan unya nyali, daftar saja sebagai partai politik, sebagaimana parta Perindo milik HT (Harie Tanoe Sudibyo), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Gerindra. Bukan mengatakan “dakwah” tetapi prakteknya berpolitik yang tidak sehat.

Sebuah tulisan yang mengelikan dengan judul “Meletakkan Garis Lurus Terhadap Pandangan Hadratus Syekh Hasyim Asaary” yang di tulis oleh Rifqi. Seolah-olah Kyai Hasyim mendukung khilafah islamiyah yang di usung oleh HT. Tulisan itu mengelitik, orang Jawa nilang “ngilani” bagi kalangan santri. Bagaimana mungkin, Kyai Hasyim Asaary di anggab apresiasi terhadap Khilafah. Kalau menerapkan Syariah, memang itu semua cita-cita Ulam NU dimana-pun berada.

Kalau KH Hasyim di anggab mendukung Khilafah Islamiyah, nanti dulu. Sepulang dari Makkah, KH Hasyim Asaary lebih suka mendirikan Jamiyah Nahdhotul Ulama, sebagaimana KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dari pada mendirikan Khilafah Islamiyah. Sebagai seorang ahli hadis, tentu saja KH Hasyim Asaary memahami teks-teks hadis Rosulullah SAW terkait dengan “Khilafah Islamiyah”.

Rosulullah SAW pernah menyampaikan “Khilafah itu hanya berumur 30 tahun dan setelah itu adalah raja-raja (HR Abdu Dawud). Sebagai seorang ahli hadis, tentu saja KH Hasyim Asaary dan santri-santri NU, sangat faham, mulai kedudukan, kualitas, bahkan latar munculnya hadis tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun