Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berkah Politik Syafii Maarif, Muhajir menjadi Menteri Pendidikan

2 Agustus 2016   22:50 Diperbarui: 2 Agustus 2016   23:00 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika tersiar berita bahwa Muhajir menjadi menteri pendidikan menggantikan Anies Baswedan, maka sebagian orang suka dan bangga. Khususnya mereka yang dekat dengan Muhajir, atau mereka yang satu organisasi dengan Muhajir. Wajar saja bangga, karena sudah beberapa tahun Muhammadiyah puasa tidak mendapatkan jatah menteri, karena parta PAN, yang sebagian besar dari kalangan Muhammadiyah selalu keok dalam masalah politik.

Di antara yang paling ramai memberitakan Muhajir menjadi menteri dan memberikan ucapan selamat adalah Universitas Negeri Malang. Maklumlah, karena Muhajir itu adalah lulusan Universitas Negeri Malang. Lihat saja, di depan pintu gerbang Universitas Negeri Malang banyak ucapan selamat. Bahkan, media di Malang ramai memberitakan dan menyanjung Muhajir. Semua itu wajar, karena Muhajir memang besar di Malang dan dibesarkan oleh media dan akademis di Malang.

Sebenarnya, terpilihnya Muhajir menjadi seorang menteri itu tidak ujuk-ujuk. Karena tokoh-tokoh penting Muhammadiyah, seperti; Syekh Syafii Maarif adalah yang paling terdepan membela dan mendukung Jokowi ketika masa kampanye. Jika kemudian Muhajir terpilih menjadi menteri, itu berarti tanda terima kasih politik kepada Syafii Maarif. Itulah berkah politik. Syafii Maarif dan rekan-rekan Muhammadiyah yang berjuang, dan yang menikmati berkahnya adalah Muhajir.

Beda lagi dengan Syekh Amin Rais yang sumpah serapah politik tidak akan mendukung Jokowi. Ada yang menarik dari istilah yang yang di gunakan oleh Amin Rais, yaitu “perang badar”.Nah, sekarang sudah mendapat jatah menteri, barangkali kritikan itu sudah mulai senyap, karena sudah mendapatkan kursi yang di idam-idamkan. Bisa jadi, akan menjadi pendukung setia Jokowi di tahun-tahun mendatang. Begitulah namanya politik. Menjilat ludah sendiri dalam dunia politik sudah biasa, walaupun kadan menggunakan surban putih dan peci putih. Tidak ada yang tidak mungkin dalam dunia politik.

 Dalam banyak tulisan, ada sebagian sura publik mempertanyakan, kanapa Anies Baswedan diganti, apa ada yang kurang dan kinerja dan loyalitas Anies Baswedan terhadap pemerintah dan Jokowi. Padahal, Anies Baswedan mati-matian membela Jokowi ketika masih kampanye mendukung Jokowi dan Jk.  Jawaban sederhana, karena Anies itu tidak memiliki gerbong masa. Ketika menghadapi kritikan tajam, tidak ada yang membela. Ketika Jokowi mendapatkan kritikan tajam, maka Muhajir dan gerbongnya akan membela. Dalam hal ini, Jokowi dalam kondisi aman. 

Pergantian Anies Baswedan penuh dengan muatan politik. Semua tahu, bahwa Muhammadiyah itu organisasi yang sangat sepuh di Negeri ini, bahkan lebih tua dari NKRI. Sementara, sampai dua tahun menjadi Presiden Republik Indonesia, Jokowi belum memberi jatah menteri. Kecuali menteri kesehatan yang memang latar belakang Muhammadiyah. Sementara NU, yang tergabung dalam PKB, PPP sudah lebih dulu mendapatkan jatah menteri. Akan menjadi lebih kaut dan solid, jika sayap kanan garuda itu ibarat NU, sementara sayap kiri garuda itu MU, sehingga garuda bisa terbang lebih tinggi dan lama menjelajahi Nusantara dan dunia.

Golkar, PPP, PAN, semua telah tunduk lesu di depan Jokowi. Satu-persatu mendapat jatah menteri dan memberikan pernyataan politik setia kepada Jokowi. Dzulkifli Hasan sangat terlihat begitu santun dan ramah terhadap Jokowi. Bahkan, Zulkifli Hasan terkesan menjadi orang Jokowi, padahal dulu PAN sangat garang terhadap Jokowi. Sekarang sudah mendapat jatahnya. 

Ketika partai politik sudah bersimpuh di depan Jokowi. Giliran Muhammadiyah diberi jatah, kira-kira Amin Rais tidak rame lagi dengan mengatakan “perang badar” lagi. Karena Muhammadiyah sudah mendapatkan jatahnya.  Hebatnya Jokowi, satu jatah menteri saja bisa meredam Muhammadiyah, PAN, PPP, Golkar. Politik itu sebuah strategi untuk mencapai kekuasaan. Siapa yang paling cerdik, maka dia akan mendapatkan jatah paling banyak dan akan berkuasa lebih lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun