"Anak-anak, ikuti ucapan Pak Ustaz, ya!"
Riuh suara anak-anak menjawab. Mereka mengiyakan.
"Aku berjanji, tidak akan ribut ..." suara anak-anak pun turut. Riuh rendah terdengar hingga ke beberapa rumah yang tak terlalu jauh dari masjid.
"Kalau aku ribut, aku rela bapakku kawin lagi!"
Tak terdengar suara anak-anak mengikuti. Berganti suara tawa yang tak seriuh sebelumnya. Aku yang berada di rumah pun tepok jidat. Ini siapa sih orangnya, kok di mana pun aku tinggal dia lagi yang ngisi ceramah di masjid.
Ceramah Tak Berbobot yang Merusak Hikmah
Apakah orang yang ceramah di masjid dekat rumah orang tua sama dengan yang di dekat rumahku, atau ada standar baku guyonan khas pembuka ceramah dengan janji bodoh itu, sehingga rata-rata penceramah yang diundang masjid sekitarku harus membawakannya?
Kita dilarang membenci syariat (poligami), tapi penyampainya menjadikan syariat sebagai candaan bahkan pada level yang menyebalkan. Apa gunanya melarang anak-anak ribut dengan ancaman demikian? Merusak hati dan nalar.
Baca juga: Materi Isra Mikraj yang Tidak Ada di Masjid
Yang namanya anak-anak, identik dengan keriuhan, berantakan, dan macam-macam ketidakberesan. Kalau penceramah tak suka keributan khas anak-anak, sebaiknya dari awal melarang panitia masjid mengundang anak-anak. Jika perlu, halau sekalian. Daripada psikis mereka dirusak guyonan unfaedah.
Tiga tahun berturut-turut, entah peringatan Maulid Nabi atau Isra Mikraj, selalu saja ceramah dibuka dengan janji bodoh itu. Sampai aku merasa dibayang-bayangi oleh penceramah yang entah siapa. Kok dia selalu "tampil" di masjid yang dekat dengan tempat tinggalku!
Materi dalam Topik, tapi di Luar Kotak
Adalah semangat kebersamaan yang kukira menjadi landasan kita suka mendatangi masjid pada perayaan tahunan apa pun, termasuk Isra Mikraj yang tiap 27 Rajab diperingati. Momen-momen seperti ini sangat tepat dimanfaatkan untuk mengingat kembali tujuan seseorang diciptakan.