Ashkan Forouzani on Unsplash
Salah satu trik psikologi yang pernah kubaca adalah, jangan beri alasan jika tidak diminta. Maka jika suatu waktu aku datang terlambat dalam sebuah pertemuan, cukup minta maaf. Tak perlu berpanjang-panjang cerita.
Apa trik itu benar, tak tau juga. Tapi banyak pengalamanku selama bekerja yang membenarkan teori tersebut. Ketika kita memberi alasan, orang justru mencari-cari titik lemah alasan itu. Yang pada akhirnya seolah ingin menujukkan bahwa kita bohong, dan kita pun berupaya agar tidak dianggap bohong. Melelahkan.
Apalagi aku dianggap orang yang tak mudah percaya pada orang lain. Yang menurut teori psikologi tertentu, orang yang tidak mudah memercayai orang lain, adalah orang yang tak dapat dipercaya.
Sini, kuceritakan kenapa aku sulit percaya pada ucapan orang lain. Ambil pelajaran, yuk!
Aku punya abang yang jadi andalan di rumah kami. Aku memanggilnya kakak, sebagaimana umumnya orang Jambi dan Sumsel. Kalau kakak perempuan dipanggil ayuk.
Dialah yang mengajariku agar tak pernah bohong, terutama pada orangtua. "Kalau Tari bohong, Mamak yang bedoso. Kasian, kan?" ucapnya saat aku kecil dulu, yang masih kuingat hingga kini.
Baca juga: Suami Itu Pemimpin, Bukan Penguasa
Biji Kedondong Adalah Obat Batuk
Dulu di samping rumah kami, ada pohon kedondong yang tinggi dan tua. Banyak orang percaya pohon itu ditunggui hantu. Bahkan ada tetangga yang pingsan siang bolong saat tak sengaja melihat ke puncak pohon tersebut.
Kata kakakku, itu cerita khayalan. Barangkali ia pingsan karena kepanasan. Atau silau karena pohon tersebut sangat tinggi. Aku percaya kakakku, walau satu kampung percaya tetangga itu melihat hantu.