Sedang aku serius menghitung duit yang bukan milikku, dua teman masuk ruangan.
"Woi, serius nian!" kata yang satu.
Aku masih fokus pada layar laptop. Kalau duit sendiri, pasti leyeh-leyeh sambil rebahan. Ini kerjaan!
"Itu energi yang keluar, sama kayak nyangkul!" kata yang satu lagi, menjelaskan pada temannya.
Meski mereka sudah di ruang lain, tapi aku masih bisa mendengar percakapan keduanya. Dan aku membenarkan pernyataan terakhir.
Sayang yang bicara itu bukan atasan, melainkan sesama karyawan. Jadi rasa terkurasnya energi itu hanya diketahui kami, sesama kuli.
Pada posisi di atasku, ada senior yang jika hari itu ia berurusan dengan buku dan komputer, maka sejak datang hingga pulang ia akan lebih banyak menghabiskan waktu di mejanya.
Jika sejak masuk kantor langsung turun ke lapangan, maka seharian itu ia akan lebih banyak di luar. Hanya sesekali di kantor untuk ambil sesuatu atau numpang duduk, makan.
Sayang, waktu situasi kantor memanas, ia tak ada. Jadi hanya aku di ruangan itu yang tahu, bahwa bekerja menggunakan otak tak bisa disambi dengan pekerjaan otot.
Multitasking, kata orang, adalah keahlian perempuan. Tapi belum banyak yang menyadari bahwa multitasking hanya bisa dilakukan pada "jalur" yang sama.