Tenang... tidak semua penulis konten dibayar murah, kok. Kebanyakan. Ini juga bukan berita, apalagi tips. Hanya cerita pengalaman.
Setelah dua tahun lebih menerima bayaran dolar untuk konten-konten pendek, tahu-tahu keadaan memaksaku menerima order minimal 1.000 kata dengan bayaran sangat ala kadarnya. Tak sebanding pokoknya.
Ibarat puncak Everest dengan Palung Mariana.
Itu pun, yang ngasih order kenalanku. Dari agensi maupun platform, harganya lebih parah lagi. Pantas teman-teman di komunitas lebih membidik penerbitan indie dan jual buku sendiri. Tapi keahlian marketingku buruk, sepertinya nguli dari jalur itu bukan jalan ninjaku. Â Â
Kukerjakan orderan dengan senang hati, sebab beberapa topik lumayan menarik, bahkan kukuasai. Order berikutnya, di luar jalur, tapi karena sudah telanjur menerima, tetap kuupayakan beri yang terbaik.
Berikutnya, makin banyak order tulisan yang topiknya di luar minatku. Alih-alih tertekan, aku justru merasa tertantang. Gak, aku bukan tipikal motivator.
Ayo, kamu bisa! Itu bukan aku banget. Kalau gak bisa, ya sudah. Ngapain maksa-maksa. Kaya kagak, asam lambung iya!
Yang membuat aku tertarik adalah potensi bertambahnya pengetahuan. Misalnya tentang eksplorasi beberapa pantai di Yogyakarta, resep masakan, tentang puisi, dan masih banyak lagi.
Ternyata meski bayarannya murah, ilmu yang kita dapat dalam rangka mencari referensi, bisa jadi penambal minimnya upah sebagai penulis konten. Belum lagi kemampuan yang meningkat seiring bertambahnya jam terbang.
Meski demikian, tetap kupilih bayaran yang lumayan manusiawi walau tetap tak masuk akal. Sambil membuat konten untuk "rumahku" sendiri.
Kemudian, karena kebutuhan artikel yang banyak dan tak tertangani. Akhirnya aku sendiri membutuhkan jasa penulisan artikel. Alhasil kucari penulis konten yang bersedia mengubah susunan kata kunci yang kususun menjadi artikel utuh.