Di antara 7 bersaudara, hanya kakak sulung dan aku yang suka kucing. Semasa kecil dulu, kalau aku menggendong kucing, kakak-kakak perempuan (kecuali yang sulung) biasanya melarang. "Kagek kau dak biso punyo anak!" kata mereka.
Alhamdulillah saat ini aku dan kakak pertama sama-sama telah memiliki anak. Mungkin maksud mereka dulu, kalau asyik main dengan kucing jadi lupa nikah, makanya tak bisa punya anak. Teori macam apa itu!
Yang unik, hari ini ketika aku membuka FB, ada foto kucing tidur yang diposting salah satu kakakku. Padahal dulu dia antikucing. Kadang mereka sampai bergidik jika hewan ini datang mendekat. Lah kok sekarang berbagi foto kucing tidur. Kucing kampung lagi.
Bisa jadi itu adalah salah satu efek pandemi, orang jadi kurang hiburan. Pada akhirnya entah disadari atau tidak, memandangi kucing tidur pun jadi alternatif pereda stres.
Aku sih sudah mengetahuinya. Bukan dari artikel mana pun, tapi dari pengalamanku sendiri selama ini berinteraksi dengan Mozza, anggora peliharaan kami sejak 2017.
Waktu kecil, ketika kawan-kawan lebih memilih nonton TV daripada bermain di lapangan, aku lebih suka pulang dan bermain dengan kucing di rumah. Tak ikut mereka nonton.
Sebagai kucing jantan, Mozza suka menjelajah. Ia kelayapan saban hari, pulang jika lapar atau ngantuk berat. Ketika pulang, ia akan memanggil dengan suara lembutnya dari balik pintu. Jika tak dibukakan, ia akan menunggu dengan sabar.
Tingkah Mozza cenderung lebih sopan dibanding kucing lain. Bukan karena jenisnya, tapi karena ia diasuh manusia sejak lahir. Jadi lebih terpelajar dibanding kucing liar yang kadang gak ada akhlak.
Kecuali jika hujan. Kalau pintu tak juga dibuka, maka nada suara Mozza akan meninggi. "Buka woi, kehujanan nih!" barangkali begitu kalau diterjemahkan ke dalam bahasa manusia.