Menjelang akhir 2016, aku memutuskan berhenti bekerja. Ada kekhawatiran, bagaimana nanti kalau bosan di rumah? Biasanya sama-sama keluar pagi, ketemu lagi dengan anak dan suami siang atau sore hari.
Macam-macam kecemasan muncul. Apakah aku akan jadi babu di rumah sendiri? Tak punya penghasilan, lalu terlalu bergantung pada suami. Biasanya si Adek dititipkan di rumah balita, sekarang diasuh sendiri 24 jam!
Tapi prinsip bahwa kepala kita di bawah kendali kita, membuatku sebaik mungkin berupaya memenej harapan dan kekhawatiran. Prasangka buruk tak boleh menguasai hati!
Dan kujalanilah satu tahun penuh menjadi pengangguran. Selama 300-an hari itu, aku belajar ekonomi syariah, mengasah kembali kemampuan menulis. Ikut kelas ini itu, baca ini itu. Ternyata, aku justru menikmatinya!
Sampai kemudian salah satu platform menulis benar-benar bisa memberiku gaji berkali-kali lipat dari yang kudapatkan ketika bekerja rutin Senin-Jumat pagi sampai sore. Keduanya sama-sama baik, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.
Tapi fokusku bukan soal pekerjaan dan gaji. Tapi penerimaan bahwa beginilah nasib yang sudah digariskan. Jalani saja.
Penyangkalan hanya akan membuat kerja pikiran kita makin berat. Tidak produktif, menyia-nyiakan waktu. Pada akhirnya kekhawatiranku terbukti konyol semua.
Alih-alih bosan, aku malah malas keluar rumah. Ada buku, HP, TV, dan anak, untuk pelipur bosan! Aku belum kaya sama sekali, jadi jangan bilang, "Ya enak fasilitas terpenuhi." Nggak!
Suamiku juga bukan penjajah yang merasa boleh memperbudak istri hanya karena keuangan di tangannya semua. Malah ketika aku mulai punya penghasilan lagi, beliau tak mau aku menggunakannya, bahkan untuk kebutuhanku sendiri. Simpan saja, untuk kalau terdesak. Ya seperti kondisi sekarang ini.
Melihat keluhan orang-orang yang terpaksa di rumah, dan mengaku sangat bosan, aku ingin memberi saran. Nikmati saja sampai batas mana bisa dinikmati. Percaya deh, kalau sudah mentok, pertolongan itu pasti datang.
Kalau Allah menelantarkanmu, pasti sudah sejak lama kamu punah. Nyatanya kita masih bisa ketemu 2020 yang berat ini kan? Masih banyak kok yang bisa disyukuri.