Setelah memelihara si Mozza, aku baru tahu kalau anggora berasal dari kata ankara. Karena memang kucing anggora aslinya berasal dari Ankara, Turki.
Tapi si Mozza aslinya dari Depok, dikirim ke sini bersama kedua saudaranya. Sampai di Jambi, kami beri nama belakang Arere, yang gak ada artinya sama sekali.
Memang ribet awal-awal memelihara kucing ras. Karena mereka serba pilih-pilih. Makan, pup, minum, beda gaya dengan kucing kampung. Syukurnya Mozza datang dalam keadaan sudah terlatih. Ia tidak pup di sembarang tempat, dan gak celamitan seperti kucing-kucing lain.
Ditambah lagi, menurut emak pertamanya (adik ipar yang memberi Mozza pada kami), Mozza adalah yang paling baik di antara saudara-saudaranya. Dan ketika dokter hewan langganan kami datang ke rumah, dia juga bilang, karena berbulu putih, Mozza adalah tipe kucing penurut.
Entah benar atau tidak, yang jelas itu sudah jadi mindset kami. Mozza adalah kucing baik. Yang tidak baik itu ... orang-orang tertentu di luar sana, yang entah kenapa gatel banget kalau melihat Mozza di luar.
Kejadiannya dulu, ketika kami masih di lokasi lama. Gak enak nyebut alamatnya, khawatir ada pembaca yang berasal dari kota yang sama. Selama setahun sejak Mozza datang, sedikitnya sudah tiga kali dia hilang.
Memang, sebagai seekor kucing jantan, ia pasti suka bertualang. Eksplorasi tempat baru padahal kucing-kucing jantan senior selalu mengintainya di luaran. Mozza tak pernah kapok.
Pertama kali hilang, aku sampai nangis dan susah tidur. Kata adik-adik di Depok, kucing jantan keluyuran itu biasa, nanti akan pulang. Tapi siap-siap, dia bakal babak belur karena diserang kucing kampung, terutama para pejantan.
Tunggu punya tunggu, sampai lebih sepekan tak juga pulang. Setiap habis mengantar-jemput anak ke atau dari sekolah, aku sempatkan keliling kampung untuk mencarinya. Nihil. Sampai kemudian, suamiku pulang dari masjid membawa Mozza dalam keadaan linglung.
Di petshop, karyawan yang memandikannya bilang kalau Mozza sepertinya stres.