Tiap rumah punya air matanya sendiri, entah kata siapa itu. Tapi benar. Ada yang masalah rumah tangganya di ekonomi, pelakor-pebinor, anak, dst. Yang penting, air mata itu sebaiknya tidak bocor ke luar.
Kerap kali ketika masalah menimpa, suami atau istri merasa perlu mengajak orang di luar mereka untuk membantu menyelesaikan. Alih-alih mendapat solusi, pihak ketiga ini justru lebih sering memperkeruh keadaan.
Banyak nasihat yang kudengar sejak sebelum menikah. Nanti, jika rumah tanggamu gaduh, diskusilah bersama pasangan. Jangan mengadu pada saudara atau orangtua. Lebih kurang begitu wejangan yang sampai hari ini masih kupegang.
Ketika masalah begitu besar menimpa, biasanya aku bilang pada diriku. "Aku pernah mengalami yang lebih buruk dari ini, dan aku baik-baik saja." Mau nangis? Lakukan setelah tahajud. Percuma menangis di depan manusia, cuma buka aib, yang akan disesali di waktu yang lain.
Tidak sedikit teman, bahkan yang sekadar kenal, curhat tentang rumah tangganya padaku. Tentang suaminya yang kasar, tentang mertua yang jago drama, dll. Aku pilih jadi pendengar saja. Atau kuarahkan ke konsultan rumah tangga kenalanku.
Nyerah deh! Urusan itu bukan wilayahku. Kalaupun harus memberi nasihat, kusarankan tidak mengadu ke keluarga. Sebab selamanya keluarga adalah bagian dari kita, hanya sedikit dari mereka yang mampu adil.
Selama bukan kekerasan fisik atau semacamnya, orangtua dan saudara bukan tempat yang tepat untuk mencurahkan perasaan tentang rumah tangga. Ibu pihak laki-laki seumur hidup akan membela anak laki-lakinya. Begitu pula ibu dan saudara dari pihak perempuan.
Lebih konyol lagi jika disebabkan curhat kita, terjadi perseteruan antara pasangan dengan salah satu dari anggota keluarga kita. Kemudian kita memilih keluarga dengan dalih ada mantan suami/istri, tapi tidak ada mantan orangtua/kakak/adik.
Percaya gak percaya, saudara itu, jauh bau bunga, dekat bau bangkai. Setelah berpisah, tak ada jaminan saudara akan terus menjaga kita, karena mereka toh punya urusan sendiri. Begitu pula orangtua, mau sampai kapan kita membebani mereka terus? Minimal beban pikiran, karena bagi orangtua, terutama ibu, selamanya anak adalah bagian dari dirinya.
Sebenarnya titik tekanku ada pada quotes ini, "Ada mantan pasangan, tapi tidak ada mantan keluarga". Terdengar bijak padahal merusak.
Karena tidak ada mantan keluarga (ayah, ibu, kakak, adik), seharusnya tidak perlu dijaga melebihi pasangan. Sebab apa pun yang terjadi, ya tetap keluarga, karena sudah ditakdirkan Allah lahir di antara mereka.