Membuka salah satu browser di HP, sebuah berita menarik perhatianku, Foto Satelit Sempat Merekam Kota asal Virus Corona, Wuhan Merah Menyala, Ini Kata Para Ilmuwan. Panjang juga judulnya, ya!
Entah itu berita trending sehingga dimunculkan di peramban, atau karena sebelumnya aku mencari data tentang virus Corona, sehingga artikel senada yang naik ke layar utama. Anggota KBJ (komunitas blogger Jambi) memang diimbau oleh Ketua untuk menulis tentang Corona, sebagai bentuk kepedulian.
Dari berita tersebut, diketahui bahwa foto satelit menunjukkan tingginya tingkat sulfur dioksida (SO2) di Kota Wuhan dan Chongqing. Hal itu disebabkan oleh proses kremasi, yang dilakukan lebih sering dari biasanya, karena banyaknya jenazah yang harus dibakar.
Terlepas dari alasan agama, aku agak bingung juga dengan pilihan kremasi yang masih menurut berita tadi, salah satunya diminta oleh Komisi Kesehatan Nasional Cina.
Kenapa tidak dikubur saja?
Kremasi mungkin punya keunggulan dari sisi minim lahan. Tapi bukankah setiap proses pembakaran akan menghasilkan polusi? Apalagi dalam jumlah besar seperti yang terjadi di Wuhan dan Chongqing.
Pada berita lain yang lalu lalang di sumber daring, petugas kremasi di dua kota tersebut mengatakan tak kalah sibuk dengan petugas medis. Mereka juga kesulitan mendapat waktu istirahat karena banyaknya jenazah yang harus segera dikremasi.
Dalam satu hari, sejak 28 Januari 2020, setidaknya satu krematorium menerima 100 jasad untuk dikremasi (viva.co.id). Tak heran publik Cina sendiri menganggap apa yang diwartakan pemerintahnya lebih banyak yang tidak sesuai fakta.
Itu urusan dalam negeri merekalah ya. Bisa jadi pemerintah setempat berniat baik, agar tidak terjadi kepanikan massal yang lebih besar lagi.
Menurut citra satelit yang dirilis windy.com, tingkat SO2 di Kota Wuhan berada pada 1.350 g /m3 dalam minggu lalu. Ini jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan WHO sebesar 500 g /m3.
Hal ini tentu saja memberi dampak buruk pada lingkungan, terutama bagi warga Wuhan dan Chongqing sendiri. Kadar SO2 yang tinggi di udara dapat mengakibatkan masalah kesehatan, terutama yang berkaitan dengan pernapasan.