Salah satu kawan kerap update status tentang utang di story WA-nya. Dari meme sindiran, hingga tausiah ustaz kondang seputar utang-piutang. Sepertinya ia dongkol pada orang yang berutang.
Kakak dan emak kandungku lebih ngeri lagi curhatannya soal orang berutang. Mereka yang utang, alih-alih bayar, malah memusuhi yang memberi utang. Gemblung! Maki Kakak dan Mamak.
Di zaman kuota lebih banyak daripada pulsa ini, SMS yang masuk sehari-hari biasanya hanya iklan operator dan perusahaan yang menawari pinjaman. Kalau sekarang mereka merengek-rengek menawarkan utang, besok ketika menagih mereka akan jadi hantu paling menyeramkan sekaligus kejam.
Berbeda dengan utang di kalangan teman-saudara. Yang kemarin merengek-rengek minta diberi pinjaman. Besoknya lebih galak, yang memberi utang justru merengek-rengek saat menagih. Klasik. Itulah sebabnya aku gak mau kasih utangan ke orang-orang. Yang mau diutangin juga nggak ada!
Tapi aku punya pengalaman bagus, yang mungkin bisa ditiru orang-orang yang sedang diimpit utang.
Dulu, aku pernah punya utang 600 ribuan pada seorang kawan yang kupanggil kakak. Aku nguli sebagai tata usaha, dia wali murid yang anaknya sekolah di tempatku. Tiap dia masuk kantor, aku inget utang. Kalau dia punya tunggakan sekolah anak, aku sungkan nagih. Padahal dia utang ke sekolah, dan sekolah bukan punya nenekku.
Sampai anaknya tamat, utang belum lunas. Anaknya TK, jadi jangan bayangkan aku utang 600 ribu sampai enam tahun! Aku sempat lupa, sampai kemudian ada cukup duit di rekening untuk membayar utang.
Waktu itu masih zaman BBM. Jadi kuhubungi si kakak lewat aplikasi chatting BBM, dan minta nomor rekeningnya untuk kutransfer utang yang belum tercicil sedikit pun itu. Menjelang dia menjawab, aku salat Duha dulu di ruang sebelah.
Kebiasaan para karyawan di sana adalah, buka dan pakai kaus kaki lebih lama dari wudu dan salat itu sendiri. Tahu kan alasannya? Buka dan pasangnya sambil ngobrol.
Pada sesi ngobrol, salah seorang kawan curhat. Ia punya utang di sana sini, belum lagi tagihan sekolah anak-anaknya. Meski dulu sempat mengurusi gaji karyawan, aku gak ingat berapa gajinya. Tapi aku tahu berapa utang koperasinya. Iyalah, aku yang tiap bulan merekap.
Menyimak curhatannya, aku merasa lebih beruntung. Utangku tak seheboh dia punya, tagihan anakku setiap bulan terkover dari gajiku. Dan sisanya tinggal koretan ....