Mohon tunggu...
Poetra Soerjo
Poetra Soerjo Mohon Tunggu... profesional -

INSTITUT FAHAM INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Bersiaplah-siaplah Untuk Mudik Abadi”

14 September 2011   09:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:58 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh,,,,

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd,,,,,

Jamaah sholat idul fitri yang berbahagia

Marilah kita mulai pagi yang cerah ini dengan mengungkapkan syukur kita kepada Allah SWT. Setiap hari anugerah dan nikmatnya turun kepada kita, walaupun pada hari yang sama maksiat dan kejahatan kita naik kepadanya. Setiap jam perlindungan dan pemeliharaannya mengayomi kita, padahal pada jam yang sama kita menentangnya dengan dosa dosa dan kejelekan kita. Dia telah membawa kita kepada bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah dan ampunan, bulan yang di dalamnya terdapat lailatul qodar, yang lebih baik dari seribu bulan. Sepanjang ramadhan dia menuntun kita untuk melakukan puasa sholat malam membaca al quran dan bersedekah di jalannya. Dia memberikan kesempatan kepada kita untuk menghapus dosa dan beramal sholeh. Akhirnya hari ini dengan kasih sayang nya jua dia mengantarkan kita kepada idul fitri, hari kemenangan bagi kita. Dia gerakkan lidah kita untuk membesarkan asmanya, tanpa izin Allah tidak akan mungkin lidah ini bergetar menyebut Allahu Akbar. Dia karuniakan kepada kita hari ini rezeki untuk membayarkan kewajiban zakat fitrah. Pagi ini dia membawa kita ke tanah lapang ini untuk bersimpuh di hadapan kebesarannya, memuji keagunganNya dan mensyukuri seluruh nikmatNya.

Hadirin hadirat jamaah sholat Idul Fitri yang berbahagia.

Pernahkah kita melihat seekor ulat bulu?. Bagi kebanyakan orang ulat bulu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah kita bahwa masa hidup seekor ulat bulu ini ternyata hanyalah sebentar. Pada saatnya nanti dia harus melewati fase di mana dia harus masuk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu dia akan keluar dalam wujud yang lain. Ia menjelma menjadi seekor kupu kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian siapa yang tidak menyukai kupu kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan begitu indah. Semua proses itu memperlihatkan tanda tanda kemamaha besaran Allah menandakan betapa mudahnya bagi Allah azzaa wajalla merubah segala sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya, semua itu berjalan melalui proses prubahan yang sudah diatur dan aturannya sudah ditentukan oleh Allah melalui hukum kauniyah, hukum alam juga sebagaimana telah disyariatkan dalam al quran dan al hadis. Lalu jika proses metamorfosa pada ulat bulu ini kita terjemahkan kedalam proses kehidupan manusia, maka saat di mana manusia bisa menjelma menjadi insan yang jauh lebih baik, momen paling tepat untuk terlahir kembali adalah ketika kita memasuki bulan ramadhan, bila kita masuk ke dalam kepompong ramadhan lalu segala aktifitas kita sesuai dengan ketentuan metamorfosa dari Allah, maka hari ini seharusnya tidak lagi terdapat Poetra Adi Soerjo di tempat ini, melainkan kupu kupu yang indah mempesona, membuat malaikatpun terkagum kagum memandang. Bulan ramadhan bagaikan tungku perapian. Di mana kita masuk ke dalamnya, di tempa di bakar di palu, hanya bagi besi yang taat pada sang pemukul, yang akan keluar menjadi pedang yang begitu indah.

Jamaah sholat idul fitri yang berbahagia

Inilah hari, hari kemenangan bagi kita semua. Hari di mana kita sedang terlahir dalam bentuk baru yang sangat indah mempesona dan rupawan, hari bagi kita untuk membuat malaikatpun terkagum kagum menyaksikan kelahiran kupu kupu indah, setelah tiga puluh hari lamanya kemaren kita berada dalam tempaan kepompong ramadhan. Layaknya besi tua yang dimasukkan ke dalam tungku perapian, sabar dan tabahnya sang besi dalam menerima pukulan tempaan palu sang pandai besi, maka jadilah ia pedang yang gagah berani dan dijadikan kebanggaan para kesatria dan jenderal. Lalu apakah yang terjadi pada sang besi jika ia mengelak dimasukkan ke dalam api, menghindar dari pukulan palu sang pandai besi, maka keluarnya ia dari tungku perapian justeru akan menjadi rel kereta api dan akan kembali di injak injak oleh manusia lainnya.

Hadirin yang berbahagia

Kemenangan, kemenangan di atas kemenangan ini janganlah membuat kita lupa dengan proses sebenarnya kehidupan ini. Amalan yang paling baik di hari idul fitri, hari kemenangan, di saat seharus nya kita berbangga ini adalah kita justeru dianjurkan untuk lebih sedikit mengedepankan istigfar dibandingkan syukur atas kemenangan. Kita justeru diminta untuk melakukan turning balik kehidupan, Kita justeru perintahkan untuk kembali mengingat akan kematian, agar khouf dan roja’, takut dan harap selalu menemani kita dalam sebelas bulan ke depan hingga kita kembali memasuki ramadhan tahun depan.

Anjuran istigfar dan mengingat kematian ini dianjurkan agar supaya ingatnya kita akan kematian dapat menjadi batu asah yang akan selalu mengasah pedang pedang indah yang sudah kita hasilkan pada bulan ramadhan kemaren, agar tetap menjadi tajam dan tajam hingga ramadhan tahun depan.

Jamaah yang berbahagia

Sebagaimana sunnah nabi muhammad yang begitu sering membaca surat al ghosiyah di saat hari raya idul fitri. Surat alghosiyah merupakan surat yang bercerita tentang kembalinya kita kepada sang kholiq. Maka ittibaan atas sunnah baginda rosulullah SAW, saya akan menyampaikan pesan khutbah idul fitri bertemakan bersiap siaplah Mudik Besar, Mudik Abadi (Dengan Idul Fitri Kita Jadikan Spirit Perenungan Untuk Membangun Tau Dan Tana Samawa Dalam Bingkai NKRI).

Hadirin jamaah idul fitri yang berbahagia

Marilah, mari kita melihat ke kiri dan ke kanan kita hari ini, marilah kita pandang tiap tiap wajah, tiap tiap mata yang ada di samping kiri kanan kita hari ini, kita periksa orang orang yang kita cintai, ayah bunda, saudara, sahabat, kekasih tetangga dan handai taulan. Adakah di antara mereka yang hari ini tidak dapat bergabung bersama kita di tempat ini. Adakah di antara mereka yang tahun lalu duduk disamping kita sholat idul fitri, Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan kita kembali kepada sang maha suci. Kemanakah ayah bunda yang tahun lalu menyambut uluran tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang. Ke manakah kakak atau adik kita yang pada lebaran tahun lalu gelak tertawa berbagi bahagia bersama kita. Ke manakah tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan selamat hari raya idul fitri ya Fulan, Ya Allah mereka telah kembali ke padamu. Mereka telah mudik ke kampung yang abadi. Terimalah mereka di sisimu rodhiatun mardhiyah. Engkau senang menyambut mereka dan mereka senang berjumpa dengan Mu. Seperti doa nabi Muhammad SAW untuk Tolhah pemuda yang mencintainya. Sambutlah mereka robbana engkau tersenyum, kepada mereka dan mereka tersenyum kepadamu, curahkanlah kasihmu pada ayah bunda kami saudara kami, sahabat kami, anak kami, gabungkanlah mereka dengan orang orang yang engkau anugerahkan kenikmatan. Bersama mereka para nabi siddiqin auliya suhada dan sholihin. Ya Allah pagi ini mereka tidak dapat berlebaran bersama kami, tidak bisa lagi kami mengulurkan tangan kami untuk sekedar meminta maaf kembali, tidak bisa lagi kami mengajak mereka untuk berbahagia bersama kami di hari kemenangan kami. Tidak bisa lagi kami mengundang mereka untuk berkumpul di rumah kami, ternyata kematian itu adalah sebuah kepastian yang pasti terjadi, Allahumma adkhil ala' ahl al-qubur al surur,,, tetapi kami mohon ya Allah, masukkanlah rasa bahagia kami kepada semua ahli kubur hari ini, harumkanlah kuburan mereka dengan wewangian doa doa kami, sampaikanlah salam kami yang tulus di hari kemenangan kami, assalamu alaikumya ahlid diyar minal muslimin antum lana salaf wa inna insya Allahu bikum lahikun,,, salam, salam bagi kalian wahai ahli kubur, kalian sudah mendahului kami dan insya Allah cepat atau lambat pasti kami akan menyusul kalian.

Jama’ah sholat idul fitri yang berbahagia..

Menurut riwayat para sahabat, dalam sholat id dan sholat jum’at, Rasulullah SAW senang membaca surat Al-a’la dan Al Gosiyah. Pada surat Al a’la dipuji oleh allah bagi mereka orang-orang yang berzakat kemudian berzikir kepada Allah dan melakukan sholat. Qod aflaha man tazakka wazakarosma robbihi fasolla... selanjutnya, surat Al Gosiyah bagi sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa surat tersebut berkaitan dengan sholat id yang sering diucapkan oleh rasulullah disaat sholat idul fitri. Surat Al Gosiyah menceritakan keadaan manusia ketika kembali kepada tuhan. Inna ilaina iyaabahum tsumma inna alaina hisaabahum.. kepada Kamilah mereka kembali. Kewajiban kamilah untuk memeriksa mereka. Surat Al-Gosiyah dibaca pada idul fitri untuk mengingatkan mereka akan hari ketika mereka mudik kepada Tuhan. Berkumpulnya manusia di tanah lapang, berkumpulnya kita hari ini seharusnya menyadarkan kita akan suatu saat disaat kita akan berkumpul menungu putusan Allah di Padang Mahsyar, ketika matahari hanya berjarak sejengkal di atas kepala.

Jama’ah idul fitri yang berbahagia..

Selain pada surat Al-Gosiyah, berulang-ulang kali dalam al Qur’an Allah mengingatkan kita bahwa kepada Allah lah tempat mudik kita, kepada Allah lah tempat mudik kalian, dan kepada Allah lah tempat mudik mereka semua. Kalimat seperti ini disebutkan 16 kali di dalam al-Qur’an, mengingatkan (3X) kita akan kematian agar selalu khof roja’ roja’ khof, takut harap-harap dan takut menjadi zimat bagi kita. Fenomena hari ini, seminggu ini, saudara-saudara kita mudik ke kampung halaman mereka yang sementara, menemui orang-orang yang mereka sayangi dengan membawa beban berat oleh oleh untuk dibagikan kepada mereka. Mereka berangkat dengan suka rela menempuh perjalanan yang jauh dengan suka cita, padahal hal yang tidak pernah kita persiapkan bahwa suatu saat nanti, kita harus mudik ke kampung halaman yang abadi, menemui Allah yang kita cintai tetapi dengan membawa beban dosa di atas punggung kita untuk diperiksa di dalam timbangan keadilan Tuhan. Setiap saat ketika maut menjemput kita, kita harus pergi dengan terpaksa, mau tidak mau kita harus ikut mudik. Kita akan menempuh perjalanan panjang dan mengerikan. Imam Ali Zainal Abidin cucu Rasulullah SAW berkata : ada 3 saat yang paling menakutkan yang harus dialami oleh anak cucu Adam, yang pertama adalah saat mereka menyaksikan malaikat maut, yang ke 2 adalah saat mereka bangun dari dalam kuburnya, dan yang ke 3 adalah saat ketika ia berdiri di hadapan Allah SWT, tidak jelas apakah ia akan masuk surga atau neraka. 3 stasiun mudik yang wajib dilalui oleh anak cucu adam ketika mudik abadi. Stasiun yang pertama adalah kematian, saat malaikat maut akan menjemput kita. Pada waktu itu kita akan dihadapkan pada kekayaan kita, kita akan berkata: Demi Allah, dahulu aku mengumpulkan kamu dengan rakus dan pelit. Sekarang apa yang akan kau berikan padaku hai hartaku. Harta kita akan menjawab: Huz minni kafaanaka,, ambillah dariku kain kafanmu, cukuplah kain kafan yang aku sumbangkan untuk kematianmu. Kemudian kita akan dipertemukan dengan keluarga kita, kita akan memandang mereka dan berkata: Demi Allah, dahulu aku sangat mencintai kalian dan bersusah payah membahagiakan kalian. Sekarang apa yang akan kau berikan kepadaku. Mereka akan menjawab: kami akan mengantarkan jenazahmu dan tentunya kami akan menguburmu. Setelah itu kita akan menengok amal-amal kita dan berkata: Demi Allah, dahulu aku membencimu, aku melihatmu sebagai beban yang berat. Apa yang akan kau berikan kepadaku hai amalku. Amal-amal kita akan berkata: aku akan menjadi sahabatmu dalam kuburmu pada hari kau dihimpunkan hingga pada saat kau berhadapan dengan Tuhanmu. Ketika kita dibaringkan di kubur, kita akan bergumam pada liang lahat: hai rumah, yang dipenuhi cacing, sunyi, dan gelap. Liang lahat akan menjawab: inilah memang yang sudah aku persiapkan untukmu. Lalu liang lahat bertanya: apa yang sudah kau persiapkan untukku? Mari kita cari jawaban atas pertanyaan liang lahat itu. Apa yang sudah kita persiapkan untuk bekal kita di dalam kubur? Pertanyaan itu sungguh akan kita dengarkan nanti, menghantam dada mengiris hati.

Jama’ah yang berbahagia..

Pertanyaan liang lahat tersebut sesungguhnya sedang kita jawab hari ini, pertanyaan tersebut kita jawab dengan adab dan perilaku hidup kita sehari hari di atas dunia, bekal yang akan menentukan nasib kita di kehidupan yang abadi adalah tergantung pada pilihan hidup kita hari ini. Momen idul fitri ini adalah momen yang tepat untuk merenungi dan merefleksikan kembali sejauhmana kita mengenal diri dan ke-diri-an kita sebagai tau dan tana Samawa. Mengenal diri dan ke-diri-an kita sebagai tau samawa yang hidup di atas tana samawa, setidaknya menjadi awalan baru bagi kita untuk lebih merasa menjadi tau samawa yang memiliki konsekwensi logis untuk menjaga tana samawa sebagai ruang material yang telah membentuk entitas dan eksistensi ke-tau samawa-an kita. dialektika perjalanan sejarah telah membangun garis demarkasi antara gerak kita sebagai tau samawa dengan ritme gerak tana samawa sebagai ruh tempat kita menemukan eksistensi ke-tau-samawa-an kita. Disinlah pentingnya kembali menemukan apa sebenarnya titik yang menyambungkan antara ke-tau-samawa-an kita dengan tana samawa, agar rasa cinta akan desa darat menjadi dasar bagi bagaimana sepantasnya kita membangun samawa.

Bukan dalam terminology pantheisme, tetapi kita meyakini bahwa alam ini adalah mahluk dan memiliki ruh. Mereka pun bernafas dalam gerak dan tarian masing masing untuk memuja Sang Penciptanya. Di sana terdapat nafas alam, Iyak Tana Samawa, yang jika Tau Samawanya bernafas dengan nyanyian dan tarian yang berbeda maka ia akan murka, di sinilah pentingnya tu tumpan panarik iyak samawa, tu satepat panarik iyak diri, tu salepas barema ke palepas iyak samawa pang katokal ke irama sopo’. Hal tersebut akan menunjukkan bahwa tau Samawa hanya akan pantas menjadi tau Samawa jika gerak dan perilakunya seirama dengan bangunan sejarah tana Samawa yang lahir dari cerminan moralitas Akhlaq ke-Islaman yang kuat. Ingat ingatlah bahwa Samawa itu bukan sekedar nama daerah kita, nama Samawa adalah kado terindah pemberian Tuhan yang sudah ada bahkan sebelum Islam masuk ke tanah bulaeng ini, kado terindah yang mencerminkan sikap orang orang yang hidup dan berkehidupan di atas tanahnya, dalam bahasa Arab Samawa merupakan bentuk jama’ dari mufrod sama un, yang berarti hamparan lapisan langit. Samawa merupakan maqom sekaligus ahwal bagi penghuninya, orang yang samawa adalah orang yang tidak lagi gandrung akan unsur unsur jasadi pembentuk dirinya, pribadi yang Samawa adalah mereka yang berkedudukan di tempat yang tinggi dan berjiwa agung, gandrung dengan kehendak ruhiyah yang melangit dibandingkan kehendak jasadi yang membumi dan merendah, maka tidak ada orang Sumbawa yang merendahkan dirinya, gengsi dan harga diri adalah harga mati bagi Tau Samawa. Pertanyaan liang lahat justeru terjawab dalam nilai yang terkandung dalam identitas diri kita sebagai tau dan tana Samawa yang pasti seharusnya memiliki dasar Islam yang kuat, berjiwa maskulin, berjiwa gentlemen agreement, berkarakter dan berakhlaq mulia, berada di maqom yang tinggi di atas Samawa, langit ke tujuh. Itulah nilai dasar tau dan tana Samawa yang harus menjelma terlembagakan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tau dan tana Samawa harus lah berjalan seirama dan senafas, layaknya diri dan bayangan, diri’ dan leno. “Ada Diri’ Diri’, ada Diri’ Leno, ada leno diri’, ada leno leno, ada diri’ ada leno, ada leno ada diri’, ada leno nonda diri’ itu syaithon, ada diri’ nonda leno itulah nilai spritualitas iyak tau dan tana Samawa. Sungguh jika nilai Samawa ini tercermin dalam kehidupan kita bermasyarakat, berpemerintahan, maka insya Allah semua orang akan melihat hadirnya Allah sebagai satu satunya alasan dan saksi tempat ia harus mempertanggungjawabkan segala beban amanah, bukan kepada atasan atau pimpinan, juga bukan sekedar melaksanakan Tupoksi, tetapi sebagai pengabdian kepada Tuhannya. Lemahnya pribadi yang samawa pada generasi hari ini terlukis jelas dalam lawas samawa yang merupakan kritikan bagi kita semua “Tutusi Puin Purang Sopo, Lolo Tingi Kona Langit, Den Beseli Kalupa Bewe”, benar bahwa kita berasal dari satu rumpun karakter, karakter kesatria yang menjulang ke langit, namun generasinya kini telah terpotong dari dahannya. Generasi yang “To’ No Ya Boat, Ya Boat No Kewa Pangeto, Nonda Pangeto No Baguru”.

Jama’ah sholat idul fitri yang berbahagia..

Maka pada kesempatan sholat idul fitri ini, sekiranya dua kado THR lebaran dari saya untuk menjadi spirit dan perenungan bagi kita tau dan tana samawa, yaitu kita kembali melakukan istigfar-istigfar dan kembali mengingat ingat kematian agar Allah tidak pernah absen dari geraknya hati dan fikiran kita dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kita sebagai kholifah di muka bumi ini.

Ja’alanallahu minal aidin wal faidzina wa adkholana wa iyyakum fi zumrofii ibadihil muttaqiin. Audzubillahiminassyaitoonirrijiim. Bismillahirrohmaanirrohiim. Fathirissamawati wal ard, Anta Waliyyi fiddunya wal akhirah, tawaffani musliman, wa alhikni bisholihin,,,,. Waqul robbigfir warham wa anta khoirrurroohimiin

(Khutbah kedua)

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd,,,,,

Jama’ah sholat id yang berbahagia..

Pada kesempatan khotbah ke-dua ini, marilah kita renungkan firman Allah pada surat Al Gosiyah, Surat yang sering diucapkan oleh Rasulullah SAW pada sholat idul fitri. Dengan nama Allah, Maha Kasih, Maha sayang. Apakah telah datang kepadamu peristiwa dahsyat yang mengguncang semua. Wajah-wajah saat itu ketakutan terseok-seok kepayahan, terlempar ke dalam api yang menyala-nyala, diberi minum dari mata air yang bergolak. Tidak ada makanan baginya kecuali duri di neraka. Tidak menggemukkan dan tidak melepaskan rasa lapar. Wajah-wajah hari itu berseri-seri puas dengan hasil kerjanya. Ditempatkan di surga yang tinggi, tidak mereka dengar bicara hampa. Disana ada mata air yang mengalir, disana ada pelaminan yang ditinggikan. Gelas-gelas yang diletakkan, bantal-bantal yang digelarkan, permadani-permadani yang dihamparkan, itulah isi surat Al-Gosiyah.

Jama’ah sholat id yang berbahagia..

Mari kita akhiri sholat idul fitri ini dengan berdoa memohonkan ampunan kepada Allah. Hari ini adalah hari yang fitri suci, hari kemenangan bagi umat Islam, hari di mana kita dimanja oleh Allah, hari di mana Allah membuka AmpunanNya dan mustajab bagi tiap tiap doa, untuk itu mari kita rendahkan diri kita, kita tundukkan kepala kita, kita pejamkan mata kita, kita rasakan sambutan Amin dari para malaikat yang berbaris di atas kepala kita hari ini hingga ke ars Allah melalui hembusan angin angin yang menerpa dan meniup sulbi kita, kita tanamkan niat doa ampunan yang sesungguhnya dalam hati kita masing masing. Allahumma sholli ala sayyidina muhammad wa ala ali sayyidina muhammad. Allahummagfir lil muslimina wal muslimat, wal mukminina wal mukminat ya ghoffur ya ghofur ya rohim. Dengan cahayaMu kami mendapat petunjuk, dengan karuniaMu kami mendapat kecukupan, dengan nikmatMu kami masuki pagi dan petang, dan inilah kami membawa dosa-dosa kami ke hadapanMu ya Allah, kami mohonkan ampunanMu ya Allah. Kami bertaubat kepadaMu hari ini detik ini Ya Allah, Engkau limpahi kami dengan kenikmatan. Tapi kami melawanMu dengan kemaksiatan. kebaikanMu turun kepada kami sedang kejelekan kami justru naik kepadaMu ya Allah. Tidak henti-hentinya malaikat yang mulia mengantarkan kepadaMu keburukan amal-amal kami. Tapi ya Allah, itu tidak mencegahMu untuk tetap meliputi kami dengan nikmatMu dan memuliakan kami dengan anugerahMu. Subhanaka, subhanaka, Betapa penyantun Engkau ya Allah, betapa Pemurah Engkau ya Allah. Ya Allah setiap kali kami sudah siap sedia untuk menghadapMu dan menyeruMu, Engkau datangkan kepada kami rasa kantuk dan malas. Setiap kali kami berbuat baik, kami ditimpa keengganan dan kesulitan. Setiap kali kami sudah dekat dengan kedudukan orang-orang sholeh datanglah bencana tergelincirlah kaki-kaki kami dan terpentallah kami dari pengkhidmatan kepadaMu ya Allah. Robbana, mungkin engkau sudah mengusir kami dari pintuMu, sehingga kau jauhkan kami dari berkhidmat kepada Mu, atau mungkin engkau melihat kami melalaikan hak hak Mu lalu Kau jauhkan kami, atau mungkin Engkau melihat kami berpaling dariMu lalu Kau tinggalkan kami, atau mungkin Kau dapatkan kami di tengah para pendosa lalu Engkau campakkan kami ya Allah. Atau mungkinEngkau tidak menemukan kami berada di majelis para ulama’ yang sholeh lalu Engkau tolak kan kami ya Allah, atau mungkin Engkau tak senang lagi mendengarkan doa doa kami lalu Engkau lemparkan kami. Ya Allah jika engkau putuskan taliMu kepada tali siapa lagi kami harus bergantung. Demi kebesaranMu yang sekiranya Engkau campakkan kami, kami akan tetap berdoa di depan pintuMu tiada hentinya, Ya Allah, kami tidak akan menghentikan rintihan kepadaMu, kemana lagi seorang hamba harus pergi kalau bukan kepada junjungannya, kemana lagi seorang mahluk harus mengadu kalau bukan kepada kholiqnya,

Robbana, keluarkan kecintaan kepada dunia dalam hati kami, kumpulkan kami bersama para nabi syuhada’ auliya’, siddiqin dan sholihin, bantulah kami menangisi keadaan diri kami ya Allah, kami sudah menyia nyiakan diri kami dengan penangguhan dan angan angan di kepala, kami sudah jatuh pada kedudukan orang orang yang putus harapan, siapakah gerangan orang orang yang keadaannya lebih jelek dari keadaan ini ya Allah, jika dalam keadaan seperti ini Engkau pindahkan kami kedalam kuburan kami, engkau cabut nyawa kami, kami belum menghamparkan amal sholeh untuk pembaringan kami, bagaimana kami tidak menangis sedangkan kami belum tahu akhir perjalanan ini, kami melihat nafsu menipu kami dan hari hari melengahkan kami, padahal maut telah mengepak ngepakkan sayapnya di atas kepala kami, bagaimana kami tidak menangis di saat mengenang saat menghembuskan nafas terahir, kami menangis karena kegelapan kuburan kami, kami menangis karena kesempitan lahat kami, kami menangis karena pertanyaan Nungkar dan nakir kami tidak mampu menjawab ya Allah, kami menangis karena kami akan keluar dari kubur kami dalam keadaan telanjang dan hina, sambil memikul beban dosa di atas punggung kami, lalu kami melihat ke kiri dan ke kanan keadaan kami berbeda dengan keadaan orang lain, wajah wajah mereka terang ceria gembira sedang muka muka kami saat itu kelabu tertutup debu dan kehinaan,

Ya Allah, di hari kemenangan ini, di hari yang mustajab ini, di hari di mana engkau buka telingaMu atas rintihan kami, lindungilah kami dari kemurkaanMU ya Allah, lepaskanlah kamidari azabMu, curahi kami dengan zikir kepada MU, ampunilah dosa dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami ketika kami masih kecil, balaslah kebaikan mereka dengan kebaikanMu ya Allah, balaslah seluruh kesalahan mereka dengan ampunanMu ya Allah,

Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, gabungkanlah kami dengan mereka dalam kebaikan, Ya Allah berikanlah pada para pemimpin kami rasa keadilan, dan kasih sayang, penuhilah seluruh masyarakat tau dan tana samawa ini dengan kesadaran dan keutamaan akhlaq, tanamkan pada diri orang kaya sikap rendah hati dan kedermawanan, masukkanlah ke dalam hati orang orang miskin di antara kami kesabaran dan kecukupan ya Allah, berikanlah kepada orang orang sakit di antara kami kesembuhan dan ketentraman, anugerahkanlah kepada orang orang yang terkena mushibah jalan keluar dan kesabaran, dari kasih sayangMu yang meliputi langit dan bumi, liputilah seluruh penghuni negeri ini dengan kasihmu, sehingga kami dapat hidup bersama dalam cinta dan kasih sayang, buka kanlah ya Allah, iftahlana, iftahlana, buka kan pintu keberkahan untuk kami dari langit dan bumi.

Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqina aza bannar, washolallu ala sayyidina Muhammadinil Ummiyi, wa’ ala ali sayyidina Muhammadinil Ummiyi,,,,

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Poetra Adi Soerjo, adalah putra kelahiran Seketeng Sumbawa Besar, menyelesaikan studi S1 pada jurusan Psikologi Islam, Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta, dan menyelesaikan Master pada kelas international S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sekarang tinggal di Jakarta bekerja sebagai Tenaga Ahli DPR RI.

(Dengan Idul Fitri Kita Jadikan Perenungan Dan Spirit Untuk Membangun Tau Dan Tana Samawa Yang Berakhlaqul Karimah Dalam Bingkai NKRI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun