Mohon tunggu...
subhan muafi fatah
subhan muafi fatah Mohon Tunggu... -

Saya owner grosir center (salsabilah colection). saat ini juga sebagai staf pengajar di SDIT Insantama bogor

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ambigu RAPBN

15 September 2015   12:03 Diperbarui: 15 September 2015   12:11 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Jokowi telah menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2016 kepada DPR. Belanja RAPBN 2016 diusulkan sebesar Rp 2.121,3 triliun, naik Rp 137,1 triliun dari APBNP 2015. Adapun total penerimaan diusulkan sebesar Rp 1.848,1 triliun, naik Rp 86,5 triliun dari APBNP 2015. Jadi, RAPBN 2016 direncanakan defisit Rp 273,2 triliun atau 2,1 persen PDB. Sebagian besar penerimaan itu berasal dari pajak Rp 1.565,8 triliun. Sisanya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 280,3 triliun dan dari hibah Rp 2 triliun.

Target pertumbuhan 5,5% tahun 2016 jelas sangat sulit untuk dicapai. Pasalnya, kinerja perekonomian tahun 2015 ini saja rendah. Apalagi saat ini terjadi perlambatan ekonomi hampir di seluruh dunia. Permintaan dunia pun turun sehingga ekspor juga turun. Harga komoditi ekspor utama terutama batubara dan minyak sawit dan produknya juga anjlok. Konsumsi swasta dan masyarakat juga turun. Selain itu, kelesuan ekonomi berdampak pada lesunya dunia usaha dan industri. Semua kondisi itu dipercaya masih akan berlanjut pada tahun depan. Dilihat dari sisi ini, RAPBN 2016 sangat ambisius, bahkan menjadi misi yang mustahil (mission impossible).

Kenaikan target penerimaan pajak baik PPh orang pribadi, PPh badan, PPN, cukai dan pajak lainnya pada akhirnya akan kembali menjadi beban rakyat. Pasalnya, rakyat nanti harus bayar lebih banyak lagi.

Di sisi lain penerimaan dari sumberdaya alam (SDA) diusulkan hanya Rp 130,95 T. Penerimaan SDA ini sungguh sangat minim. Padahal negeri ini sangat kaya dengan SDA. Salah satu sebab utamanya adalah sistem pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta bahkan asing. Negara hanya menerima pendapatan dalam bentuk PPh dan pajak lainnya, royalti serta bagi hasil akhir yang kecil akibat rekayasa cost recovery yang tidak transparan dan sulit dipertanggungjawabkan.

Ini bisa dinilai sebagai kezaliman terhadap rakyat. Pasalnya, rakyat terus dipaksa bayar pajak yang makin banyak jenis dan jumlahnya. Pada saat yang sama, kekayaan alam milik rakyat justru diserahkan kepada swasta bahkan asing. Tentu saja hasilnya banyak dinikmati oleh mereka, sementara rakyat harus terus gigit jari, bahkan tak jarang harus menanggung dampak buruk pengelolan SDA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun