Mohon tunggu...
Mr. Gee
Mr. Gee Mohon Tunggu... -

Menulis apa yang hendak ditulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bidadari Suka Tangan yang Kasar

12 Juni 2014   16:14 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:05 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

BIDADARI SUKA TANGAN YANG KASAR

“ Pengumuman, kerja bakti Ahad ini adalah mengecor lantai dua masjid, dimohon seluruh warga dan santri tanpa terkecuali untuk turun ke lapangan” kata kepala kampus yang singkat dan padat, tanpa ada penjelasan sedikitpun. Tapi semua paham bahwa pengumuman kepala kampus sama dengan instruksi Kyai Amin dan harus ditaati.

Pengumuman itulah yang membuyarkan rencana-rencana yang sudah aku susun sejak hari Jum’at. Sebab biasanya hari Ahad di pekan terakhir itu, tidak ada kerja bakti. Semua kegiatan infiradi atau pribadi-pribadi, warga kerja bakti di dalam dan lingkungan rumahnya, santri di kamar dan asramanya.

Ternyata bukan hanya aku, tapi hampir semua santri sepertinya tidak siap untuk turun lapangan dengan alas an yang hamipr sama yaitu sudah ada planning pribadi-pribadi. Padahal untuk kerja bakti mengecor, yang menjadi tenaga andalan atau tulang punggung adalah para santri yang masih kuat-kuatnya tenaga.

“Astaghfirullah, sore ini majalah dinding la tansa sudah harus terbit, siang ini deadline tulisannya. Sementara pagi ini harus kerja bakti” Kata Umeir sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Ah biasa aja akhi? Kan santri maklum saja kalau terlambat sehari, besuk baru terbit.“ Kataku

„Tidakbisa akhi, ini terkait dengan brand la tansa yang selama ini dikenal dengan terbit on time“ Gayanya menyakinkan

„Kayak perusahaan bonafid saja, pakai branding segala,“

„Ini tidak sederhana karena menyangkut kepercayaan pembaca mading la tansa“

„Iya, tapi lebih mengutamakan ketaatan atau branding? Justru kalau kru la latansa tidak turun kerja bakti hanya karena mengejar deadline maka aku yakin pembaca akan kehilangan simpati dari para santri karena dianggap egois dan bergaya elit. Artinya santri-santri lebih bisa memaklumi la tansa terlambat terbit dari pada kru la tansa tidak turun kerja bakti“ kataku sambil menasehati

Meskipun aku sebenarnya juga masih setengah hati untuk turun kerja bakti. Tapi setelah menasehati Umeir, rasaya malu kalau sampai tidak ikut kerja bakti. Apa kata teman-teman? Jadinya ada rasa tidak ikhlas tapi hanya karena malu saja dan tentu kerja bakti hanya dapat capeknya saja tapi tidak bernilai di hadapan Allah. Ya Allah ikhlaskan hati ini, Terkadang menasehati orang lain itu lebih mudah daripada menasehati diri sendiri.

Setelah berpakaian kerja bakti menuju masjid, aku mencoba untuk mendekati kepala kampus untuk sekedar bertanya dan meghilangkan rasa berat untuk kerja bakti.

„Ustadz, bisa tanya sebentar? Kataku karena beliau terlihat sangat sibuk mengatur beberapa posisi mesin molen, menghitung semen, pasir dan kerikil.

„Oh, ada apa Hadi?

„maaf sebelumnya, begini bukankah Ahad ini pekan terakhir untuk kerja bakti pribadi-pribadi?“

„Iya betul akhi, sebenarnya rencana mengecor lantai dua masjid ini, masih pekan depan. Tapi karena sudah selesai semua persiapan dan daripada rusak nanti rakitan besi serta kayu-kayu bagestingnya maka dipercepat mengecornya.

„Oh begitu ceritanya“

„Insyaallah pekan depan menjadi gantinya untuk libur kerja bakti“

„kenapa ustadz tidak sampaikan di mimbar, karena sebagian teman-teman tidak siap mental untuk kerja bakti pagi ini“ kataku mengatasnamakan teman-teman

„Iya, tadi agak buru-buru pengumumannya sehingga tidak bisa menjelaskan kronologisnya, Insyaallah ustadz Khoir sebentar akan memberikan briefing“

Alhamdulillah, aku sudah mulai paham dan siap untuk turun kerja bakti. Terkadang ketidaktahuan itu membuat orang mudah putus asa dan sulit untuk ikhlas.

„Kepada para santri mujahid yang gagah berani“ Kalimat pertama Ustadz Khoir dalam memotivasi para santri.

„Hari ini, memang semestinya kita sudah ada dalam rencana-rencana kita masing-masing untuk ke pantai, ke pasar atau bersantai-santai ria. Tapi ternyata Allah punya rencana yang lebih baik dari rencana kita semua“ beliau sudah paham kondisi hati para santri

„Kerja bakti ini adalah pekerjaan mulia, apalagi untuk mengecor lantai masjid. ini kesempatan mahal dan tidak semua orang memiliki kesempatan ini. Ada empat sebab yang akan saya sampaikan. Pertama, Allah melalui Rasulullah telah menjanjikan dalam sabdanya“Barang siapa yang membangun rumah Allah (masjid) maka Allah akan membangun rumah di surga nanti“. Siapa diantara kita yang sudah bisa membangun rumah, beli batu batanya saja sulit. Biaya membangun rumah itu menghabiskan ratusan juta. Ini Allah akan bangunkan rumah gratis dan di surga lagi tempatnya yang dijamin kenikmatannya melebihi janji-janji kompleks perumahan manapun. Modalnya cukup dengan tenaga dan tetesan-tetesan keringat yang kita miliki serta keikhlasan hati.“ Semua santri sudah terlihat semangat dan bergairah.

„Kedua, sebenarnya Pesantren kita ini menggunakan jasa readymix untuk mengecor, itu lebih praktis, mudah dan murah. Tapi kita tidak ingin readymix yang masuk surga sementara kita hanya asyik menonton. Insyaallah kita ini masih kuat dan mampu untuk menuntaskan pengecoran masjid ini dengan tenaga dan keringat kita.”

“Ketiga, ini betul-betul ladang amal jariyah kita semua. Sebab masjid kita ini tidak pernah sepi dari orang beribadah untuk shalat berjamaah, shalat sunnah, membaca al-Qur’an, berdzikir. Maka selamanya pahala mereka akan mengalir ke kita karena kita punya andil dalam pengecoran masjid ini. Inilah investasi amal pasif yang meskipun kita sudah tidak beramal tapi masih tetap mengalir pahalanya.” Santri semakin semangat dan sebagian sudah menyisingkan lengan bajunya.

“Keempat, menurut riwayat yang ustadz pernah baca, bahwa bidadari itu sangat merindukan tangan-tangan yang kasar dari orang-orang sholeh, termasuk santri-santri putri di seberang sana juga sangat bangga kalau memiliki calon suami yang tangannya kasar. Karena tangan yang kasar adalah perlambang orang yang kuat dan pekerja keras. Maka mari mengangkat batu, pasir dan semen sebanyak-banyaknya, jangan khawatir tangan lecet, terluka karena itu semua akan menjadi bukti dan saksi atas amal jariyah yang kita lakukan. Mari berdiri, kepalkan tangan kuat-kuat untuk bertakbir meraih kekuatan Allah Yang Maha Besar”,

Allahu Akbar“

Allahu Akbar“

Allahu Akbar”

Motivasi ustadz Khoir berhasil membakar semangat para santri dan melupakan kegalauan sebelumnya. Apalagi ada keteladanan dari para ustadz yang tidak ketinggalan ikut serta berbaur mengangkat semen, batu dan kerikil. Tidak ada jarak santri dan ustadz untuk saling bahu membahu menyelesaikan pengecoran lantai masjid.

Kerja bakti adalah kewajiban sosial di Pesantren Hidayah. Dalam bermasyarakat ada hukum ketentuan yang harus ditaati dan menolak prinsip egosentris, seberapapun hebat kualitas individu tersebut, setinggi apapun jabatannya. Sekali mungkin bisa dimaklumi untuk tidak hadir kerja bakti tapi kalau berulang kali maka akan merusak citra dirinya dengan tanpa disadarinya.

Santri-santri kecilpun tidak ketinggalan untuk turut serta, meskipun hanya mengambil dan mengangkat ember-ember kecil untuk mengecor. Sambil sesekali berkejar-kejaran dan bercanda ria dengan teman-temannya. Mereka tidak terlihat lelah karena suasana hatinya memang menikmati kerja bakti sebagai lahan bermain-main

Apalagi datang amunisi air sirup yang dicampur es ditambah dengan sanggar, singkong goreng dari para dermawan yang mereka tidak bisa turun lapangan tapi menggantinya dengan memberikan konsumsi. Amunisi ini sengaja datang bergelombang setiap jam, ada saja yang datang untuk terpanggil membangun rumah Allah ini.

Sesekali kepala kampus berteriak mengomando untuk mengarahkan santri. Ada lima mesin molen yang dipakai agar lebih cepat dan mudah dalam menyelesaikan pengecoran. Sehingga ada lima pasukan yang terdiri dari santri dan warga untuk berlomba menuntaskan wilayah pegecoran yang sebelumnya sudah dibagi oleh kepala kampus.

Allah pun sangat terasa terlibat dengan mengirimkan payung besarnya berupa awan yang menyelimuti langit Pesantren Hidayah. Sehingga siang hari yang biasanya panas terik terasa sejuk dan tidak cepat lelah.

Tidak terasa 5 jam berlalu dari jam 7 pagi mulai, waktu memasuki shalat Dhuhur. Shalat jamaah dibuat dua kali shif. Ini bagaian dari ijtihad agar pengecoran tidak rusak dan shalat juga tetap harus berjamaah. Sebab apalah artinya membangun masjid untuk shalat tapi waktu shalat tidak berjamaah di masjid.

Alhamdulillah, pengecoran masjid dengan hampir menghabiskan 1000 sak semen bisa dituntaskan dengan kerja bakti tenaga manual manusia sampai sore hari menjelang Maghrib. Padahal menurut hitung-hitungan akal, kalau pakai jasa readymix bisa sampai tengah malam baru selesai.

Ustadz Khoir lagi-lagi memberikan suntikan diakhir pengecoran,:“Insyaallah kelelahan kita ini akan dibayar oleh Allah dengan kapling surga beserta rumah dan penghuninya yaitu bidadari. Keringat kita adalah kerinduan para bidadari untuk menciumnya. Hanya kepada Allah kita berharap. Kerja bakti ini melatih kita untuk memiliki etos kerja yang kuat dan orientasi hidup senantiasa kepada kehidupan akhirat. Kerja tidak harus selalu dibayar dengan upah, gaji, insentif atau uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun