Mengasah insting penglihatan dan penciumannya untuk melihat dan mencium sampah-sampah. Senantiasa meng-upgrade diri dengan mengikuti pelatihan skill memilih dan memilah sampah dengan cepat (kalau ada). Selanjutnya  mungkin harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan melalui media maya, elektronik atau cetak tentang sampah-sampah yang bisa daur ulang dan bernilai tinggi (keren juga kan).
Ternyata pemulung juga ada strata kerjanya, ada pemula, amatiran, profesional dan tengkulak serta terakhir bos besar sampah. Artinya pemulung yang ulung tidak selalu menjadi ulung, mereka bisa menjadi bosnya pemulung dengan bermodal pengalaman dan kepercayaan dari teman-temannya sehingga menjadi kolektor dan memiliki kantor juga.
Bagi orang biasa melihat sampah mungkin jijik dan jorok tapi bagi pemulung melihat sampah seperti melihat tumpukan uang. Â Mereka bergelut dengan sampah tapi bukan sampah masyarakat. Sampah adalah rezeki bagi mereka dan harapan mereka untuk kita membuang sampah pada tempatnya.
Banyak pelajaran yang Allah berikan melalui pribadi pemulung yang ulung, namanya mungkin penulis tidak kenal tapi jiwa dan etos kerjanya. Kerja keras dan disiplin waktu adalah di antara pelajaran dari mereka. Tidak malu dan gengsi juga bagian dari menjemput rezeki dari Allah, kalau itu halal dan tidak merugikan orang lain, mengapa harus malu untuk bekerja dari pada menjadi pengangguran atau pengemis. Wallahu a’lam bish shawwab. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H